Ilya Perry-Ivanova menikahi Nicholas Duncan hanya untuk satu tujuan: melarikan diri dari sangkar emas neneknya yang posesif.
Tapi Nicholas Duncan, sang pecinta kebebasan sejati, membenci setiap detik dari pernikahan itu.
Tujuannya Nick hanya satu: melepaskan diri dari belenggu pernikahannya, yang mana berarti Ilya. Istrinya yang paling indah dan jelita.
Ketika satu pihak berlari ke dalam ikatan itu, dan pihak lain mati-matian berlari keluar, mampukah mereka selamat dari perang rumah tangga yang mereka ciptakan sendiri?
×wasabitjcc
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wasabitjcc, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Gaun Pernikahan Dan Biskuit
Di dalam ruang ganti yang berbentuk persegi panjang, dilingkupi oleh cermin-cermin tinggi, dan ditemani oleh dua orang pekerja yang sudah membantunya mengganti pakaian dan memakaikan gaun pengantin di tubuhnya, Ilya nyaris menangis karena kelelahan yang tiada dua.
Ilya tidak menyangka kalau hari fitting gaun pengantin itu akan menjadi hari yang paling menyiksa di hidupnya. Tidak. Yang paling menyiksanya adalah Nick Duncan. Alasan pria itu hadir pada hari fitting dress ini adalah agar dia bisa menyiksa Ilya, memaksanya mencoba banyak gaun yang tidak hanya berat, tapi juga menyesakkan dan merepotkan.
"Bersabarlah, Miss." Seorang pegawai ber-nametag Joanna—pegawai yang sudah menemani Ilya sejak pertama kali Ilya mencoba gaun—nampaknya memahami kesedihan Ilya.
"Aku sangat sabar," sahut Ilya, memaksakan senyum mekar di wajah letihnya.
Saat itu sudah jam dua siang, dan Ilya sudah bergonta-ganti dress untuk keberapa kali. Perutnya lapar, tapi mereka tidak akan mau pulang sebelum menemukan gaun yang tepat. Ilya juga tidak mau merengek kelaparan dan menciptakan kesan kalau dia lebih memikirkan makanan daripada gaun pernikahannya.
"Gaun kali ini sepertinya akan menjadi gaun terakhir," kata Joanna.
"Apa maksudmu? Apa ini gaun terakhir di butikmu? Apa aku sudah mencoba seluruh gaun di butikmu?" Kalau begitu, pantas saja Ilya hampir mati kecapean.
"Tidak, Miss. Maksudku adalah, gaun ini sangat cantik dan sangat pas untukmu. Aku percaya semua orang yang menantikanmu di luar akan sangat terpesona padamu."
Ilya akan tersentuh pada ucapan Joanna, andai saja perempuan itu tidak mengatakan hal yang sama pada beberapa gaun lalu.
Nick tidak akan pernah puas, pikir Ilya. Laki-laki itu mau mengerjainya. Apa pun yang Ilya pakai akan berakhir dikritiknya dengan kejam.
"Terlalu norak."
"Terlalu polos."
"Terlalu ramai."
"Terlalu terbuka."
"Terlalu tertutup."
"Terlalu putih."
"Terlalu kuning."
Terlalu, terlalu, dan terlalu. Semua gaun yang ia coba selalu memiliki kekurangan di mata pria itu. Dan paling menyebalkan lagi, Ingrid sepertinya berbagi paham dengan Nick. Nick mempengaruhi Ingrid dengan mudah dan membuat pendapat mereka semua—termasuk Maya dan Freya—sefrekuensi.
Satu-satunya orang yang netral cuma Seryozha. Dia pun netral karena dia tidak memperhatikan. Kakak bodohnya itu hanya asik membaca majalah fashion.
"Semangat," kata Ilya pada dirinya sendiri, dan sekali lagi, dengan bantuan Jo yang mengangkat ekor gaunnya, Ilya menapak keluar dari ruang ganti.
Langkah Ilya—bukan karena sok elegan—menjadi lamban berkat berat dress itu. Saat Ilya menapak di depan semua orang, Maya dan Freya adalah dua orang pertama yang terkesan. Selalu seperti itu. Mereka adalah orang yang gampang terkesan.
Andaikan pemilihan dress itu hanya dihadiri mereka berdua, Ilya yakin dirinya tidak akan berada di butik itu sampai jam dua siang!
"Kamu sangat cantik, Princess." Freya menghampiri Ilya dan memperhatikan detail gaun itu dengan seksama. Gaun itu bermodel low-cut dengan lengan brukat sesiku yang melekat di kulit pucatnya. Roknya mekar panjang ke belakang, indah seperti gaun pernikahan pada umumnya. Mana ada gaun pernikahan yang jelek.
Ilya tampak bersenang-senang pada pendapat Freya, tapi jelas sekali diamnya Nick membuat Ilya agak gusar. Juri satu itu sangat cerewet. Entah apalagi yang mau dia komentari.
"Kalau pengantinnya Ilya, apa pun yang ia kenakan akan tetap cantik." Tanggapan Maya bukan tanggapan seorang juri. Terkesan terlalu pasrah. Jangan-jangan dalam hati, Maya juga sudah muak pada proses pemilihan gaun itu.
"Bagaimana menurutmu, Baba?" Ilya berusaha tersenyum cerah kepada neneknya, berharap wanita itu akan terpikat pada kecantikannya seperti Maya dan berujung pasrah juga.
"Kamu selalu cantik, Ratuku. Tapi gaun itu, menurutku agak-agak kurang pas. Bagaimana menurutmu, Nick?"
Demi Tuhan!!!
"Baba, aku sependapat." Nick menyeringai puas ketika Ilya mempelototinya. "Gaun itu seperti terlalu biasa. Tidak ada sihirnya."
Apa maksudnya sihir? Apa ini negeri dongeng?
Kalau baju ini memiliki sihir, aku akan menyihirmu menjadi kodok, Nicholas Duncan!
"Aku mengerti apa yang kamu maksud," sahut Ingrid, setengah tergelak. Entah bagaimana, dua orang itu—Nick dan Ingrid—bisa menjadi sangat kompak. "Aura Ilya ketika memakainya terkesan biasa, bukan?"
"Ah, benar sekali, Baba."
"Aura bokongku," umpat Ilya, tanpa suara.
Ilya tahu sebentar lagi dia akan disuruh mencoba gaun lain, jadi daripada memberikan tanggapan apa pun, Ilya memutuskan kembali ke sarangnya di ruang ganti. Ilya berniat kembali ke ruang ganti, tapi ketika berputar, keseimbangan tubuh Ilya tergoyahkan. Sebelum ia menyadari apa yang terjadi, ia sudah terduduk di lantai. Pandangannya menghitam sebentar, telinga berdengung.
Saat itu, Ilya pikir dia kehilangan kesadarannya. Tapi perkiraan itu tidak bertahan lama karena ia kembali mendengar suara memanggil namanya, berulang-ulang dengan kecemasan. Ilya membuka matanya perlahan-lahan, dan sengatan kebencian menjalar di hatinya ketika ia menemukan wajah Nicholas berada di depannya.
Kenapa pria itu bertingkah seakan dia peduli ketika dia yang sudah menempatkan Ilya dalam posisi ini?
"Ilya," ucap Nick, suaranya seperti bisikan. Tangannya membelai pipi Ilya yang sedingin es. "Apa kamu mendengarku?"
Seryozha berjongkok di belakang Nick, turut menatap adiknya penuh kecemasan.
"Haruskah aku memanggil ambulans?" kata Seryozha dan dalam peningnya, Ilya mendenguskan tawa.
"Tidak usah," sahut Ilya. Wajah putih porselen itu semakin pucat. "Aku baik-baik saja, cuma kehilangan pijakanku."
"Oh, Ilya. Kamu sepucat mayat."
"Seri, aku baik-baik saja." Ilya mendorong Nick yang sejak tadi melingkarkan lengannya di bahu Ilya sementara tangannya yang lain menyentuh rahang perempuan itu—berusaha membangunkan Ilya.
Saat Ilya menjauh sejengkal dari Nick, Nick tidak serta-merta membiarkan Ilya lepas darinya. Tangannya berpindah menggenggam tangan Ilya yang dingin. Ia takut kalau-kalau perempuan itu pingsan lagi.
"Mari akhiri sesi fitting hari ini," kata Ingrid. Ada penyesalan di wajahnya ketika melihat Ilya sepucat kapas.
"Benar juga, kita keasikan memilih gaun dan makan siang sudah terlewat. Pantas saja Ilya kecapean."
"Maafkan aku," kata Nick saat itu, tidak hanya pada Ilya, tapi juga pada semua orang. "Aku sudah lupa waktu."
Ilya sempat meragu akan ketulusan pria itu, tapi ketika Nick menatap matanya—teduh, tenang dengan kesungguhan, Ilya menjadi percaya kalau pria itu benar-benar menyesal sudah menyiksanya.
"Bukan salahmu," tukas Ilya, meski kecapean, ia tetap memainkan perannya sebagai wanita kasmaran. Tangannya meremas tangan Nick, bibir menyunggingkan senyuman. "Kurasa kita semua hanya terlalu antusias."
Dibantu oleh Nick dan Seryozha, Ilya akhirnya dituntun menuju ruang ganti yang akan menjadi persinggahan terakhir Ilya. Di ruangan itu, Ilya melepaskan dress yang ia kenakan dengan bantuan Joanna.
"Terima kasih pada bantuanmu, Jo. Aku akan mengundang kamu ke pernikahanku." Ilya bicara seperti meracau saking lelahnya.
"Sayang sekali kamu belum menemukan gaun yang pas untukmu."
"Oh, benar juga." Ilya meringis lagi. "Aku pikir aku akan kembali menemuimu kalau begitu."
Selesai berganti pakaian, Ilya keluar dari ruang pas dan bertemu dengan Nick yang sudah menantikan kehadirannya. Tatapan mereka bersua dan segala kecemasan yang sempat terlukis di wajah Nick tadi sudah pudar sepenuhnya. Seakan-akan ia tidak pernah menyesal sudah menempatkan Ilya dalam posisi yang melelahkan.
"Semua orang sudah pergi ke restoran," kata Nick.
"Oh."
Nick lalu menyodorkan sebuah biskuit kepada Ilya, biskuit bundar yang dia peroleh entah dari mana. "Makanlah ini untuk sementara," katanya.
Rupanya, meski memiliki ekspresi yang angkuh dan menyebalkan, pria itu juga memiliki sedikit sisi perhatian. Kalau saja mereka tidak bermusuhan, Ilya percaya kalau Nick akan memperlakukannya dengan sangat baik. Karena pria itu aslinya memang baik.
"Terima kasih," gumam Ilya, tapi Nick tidak meresponnya.
...----------------...