Noura mati dibunuh suaminya dan diberi kesempatan hidup kembali ke-3 tahun yang lalu. Dalam kehidupannya yang kedua, Noura bertekad untuk membalaskan dendam pada suaminya yang suka berselingkuh, kdrt, dan membunuhnya.
Dalam rencana balas dendamnya, bagaimana jika Noura menemukan sesuatu yang gila pada mertuanya sendiri?
"Aah.. Noura." Geraman pria itu menggema di kamarnya. Pria itu adalah Zayn, mertua Noura yang sering menyelesaikan kebutuhan diri sambil menyebut nama menantu wanitanya.
"Kenapa dia melakukan itu sambil menyebut namaku..?" Noura harus dihadapkan mertua gilanya yang sudah duda. "Anaknya gila.. ayahnya juga lebih gila, eh tapi.. besar juga ya kalau dilihat-lihat."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Main di restoran?
Nafas Noura tersengal, dadanya naik turun seiring detak jantungnya yang berpacu.
Jemarinya masih tertahan di sana, merasakan hangat dan kekerasan yang membuat tubuhnya menggelinjang tak tentu arah.
Seharusnya Noura menarik diri. Seharusnya ia menampar pria di depannya seperti biasa.
Tapi alih-alih itu, Noura justru terpaku, terperangkap dalam tatapan Zayn yang mengunci dirinya sepenuhnya.
Zayn mendekat, jarak di antara mereka nyaris lenyap. Tangannya melingkari pinggang Noura, menariknya hingga tubuh mereka bersatu tanpa celah.
"Jangan menatapku seperti itu, sayang," suaranya berat dan rendah, bergetar di telinga Noura seperti godaan yang berbahaya.
"Aku bisa kehilangan kendali."
Noura menggigit bibir bawahnya, berusaha mengabaikan panas yang menjalar di sekujur tubuhnya. Tapi Zayn tidak memberinya kesempatan untuk berpikir.
Jemari panjang pria itu menyusuri lengan Noura, menelusuri setiap lekukan, hingga akhirnya berhenti di tengkuknya.
Dengan satu tarikan lembut, Zayn mendekatkan wajah Noura ke arahnya.
"Aku sangat menginginkanmu," bisiknya tepat di bibirnya, nafasnya hangat, menyulut bara yang telah lama tersimpan di dalam diri Noura.
Tepat sebelum bibir mereka bersentuhan, ketukan di pintu menggema, memecah suasana yang menegang di antara mereka.
Tok. Tok. Tok.
"Permisi Tuan Zayn."
Noura tersentak, begitu pula Zayn, yang langsung membenahi diri dengan ekspresi datarnya yang biasa.
Seorang pelayan masuk, membawakan hidangan utama mereka. “Pesanan Anda, Tuan Zayn.”
Aroma steak yang menggoda memenuhi ruangan, membuat Noura langsung melupakan segala ketegangan sebelumnya.
Matanya berbinar saat melihat daging yang tersaji dengan sempurna di hadapannya.
"Kami akan menunggu diluar pintu, hubungi kami jika butuh sesuatu. Silahkan menikmati." Pamit pelayan lalu membiarkan Zayn dan Noura berdua lagi.
Tanpa menunggu lama, Noura langsung menyantap potongan steak itu. “Hmmm… enak!” Serunya puas, mood-nya berubah seketika.
Zayn yang memperhatikannya hanya tersenyum kecil, menikmati bagaimana gadis itu tampak begitu bahagia dengan makanannya.
“Suapi aku,” pintanya tiba-tiba.
Noura mendongak, menatapnya dengan kesal. “Daddy kan punya tangan sendiri,” gerutunya sambil tetap mengunyah.
Zayn mengangkat bahu dengan santai. “Tapi lebih enak kalau disuapi kamu.”
Noura mendesah, tetapi karena mood-nya sedang baik, ia akhirnya memotong steaknya dan menyodorkannya ke mulut Zayn. “Nih, Aaah—”
Zayn menurut, menggigitnya perlahan, menikmati setiap rasa yang melebur di lidahnya. Ia tersenyum, matanya menatap Noura dengan lembut.
“Ya, rasanya memang lebih enak kalau disuapi kamu.”
Noura hanya mendengus kecil lalu kembali fokus pada makanannya. Mereka lalu makan dalam keheningan yang nyaman, hanya sesekali bertukar pandang, hingga akhirnya Noura meneguk anggur di hadapannya.
Begitu cairan itu menyentuh lidahnya, ia terkejut. “Ini juga enak!” Serunya, mata berbinar.
Zayn yang sejak tadi mengamatinya hanya menyeringai. Ia meletakkan gelasnya dan mencondongkan tubuhnya ke arah Noura.
“Aku jadi ingin makan yang manis-manis,” bisiknya, suaranya dalam dan penuh makna.
Noura mengerutkan kening. “Oh iya, kita lupa pesan dessert!”
Namun sebelum ia bisa mengambil menu, Zayn sudah lebih dulu bergerak. Dengan cepat, ia mendekat dan mengecup bibir Noura—cepat, panas, dan menggelitik setiap saraf di tubuhnya.
Cup!
“Sudah. Ini hidangan manis yang enak.”
“Ih, Daddy!” Noura membelalak, wajahnya memerah. Dengan refleks, ia memukul dada Zayn, yang hanya tertawa kecil, menikmati reaksinya.
“Manis sekali rasanya, aku selalu menyukainya.” Gumam Zayn santai, membuat pipi Noura semakin merona.
...***...
Setelah mencuri kecupan dari bibir Noura, Zayn hanya menyeringai, menikmati ekspresi terkejut yang terpampang di wajah gadis itu.
Pipi Noura merona, dan ia buru-buru mengalihkan tatapannya, mencoba menyibukkan diri dengan gelas anggur di tangannya.
"Daddy asal nyosor aja." Gumam Noura kecil. Tapi anehnya kenapa Noura tidak semarah biasanya ya? Atau mungkin karna mood-nya sedang baik.
Di sii lain, Zayn tak membiarkan Noura lari begitu saja. Dengan gerakan yang lambat, ia menggeser kursinya lebih dekat.
Jemarinya yang besar dan hangat melingkari pergelangan tangan Noura, membuat gadis itu menegang seketika.
“Kamu gemetar lagi seperti di ruang rapat,” bisiknya rendah, nada suaranya sarat akan godaan.
Noura menelan ludah. “Ini gara-gara anggurnya,” elaknya, meskipun ia tau itu bukan penyebabnya.
Zayn menundukkan kepalanya, wajahnya mendekat ke arah Noura. Bibirnya hanya beberapa inci dari telinga gadis itu, napasnya yang hangat menyentuh kulit, membuat bulu kuduknya meremang.
“Kalau bibirmu manis, apakah yang lainnya manis juag?” Tanyanya, suaranya berat dan penuh dorongan.
Noura sedikit bergidik dan langsung sadar. "Tidak Daddy, bagian diriku pahit semua." Balas Noura dengan tajam.
Zayn malah menyeringai, "Aku tidak bsia memastikan sebelum mencobanya."
"Aaa Daddy diam-"
Dalam sekejap, tangan Zayn merayap ke pinggang Noura, menariknya ke dalam dekapannya.
Jarak di antara mereka sirna, dan sebelum Noura sempat memproses apa yang terjadi, Zayn sudah membungkus bibirnya dalam ciuman yang dalam.
Bibirnya hangat dan menuntut, bergerak dengan perpaduan kelembutan dan kehausan yang membuat kepala Noura berputar.
Wanita itu menggeram pelan saat Zayn menggi-git bibir bawahnya, menariknya sebelum kembali melu-matnya lebih dalam.
Tubuhnya terasa lemas di antara lengan kuat Zayn, namun di saat yang sama, ia juga merasakan sesuatu yang lain—sebuah api yang mulai menyala di perutnya, membakar perlahan namun pasti.
Zayn menyadarinya. Tangannya bergerak ke punggung Noura, menyusuri tulang belakangnya dengan sentuhan yang nyaris menggelitik, sebelum akhirnya berhenti di tengkuk gadis itu.
Zayn dengan lembut mulai menyesapnya, membuat Noura tidak bsia diam.
"Daddy.."
Rasanya seperti digigit semut besar bagi Noura.
Saat Zayn mulai menjauh, nafas keduanya memburu. Mata Noura masih berkabut, pipinya merona karena panas yang menjalari tubuhnya.
Zayn tersenyum puas. “Ternyata rasahya juga manis.”
"Daddy gila.." Noura menatapnya dengan aga kesal namun detak jantungnya tak mau berhenti. Bekas merah itu terpampang jelas di kulit putihnya.
"Ini semua karenamu." Balas Zayn dengan suars rendah.
Noura menelan ludah, dadanya naik-turun dengan napas yang semakin tidak beraturan.
Zayn lama-lama tidak bisa menahan diri. Pemandangan didepannya terlalu memikat dan memancing insting naluriahnya.
Zayn kembali nyosor ke bibir bibir Noura, kali ini lebih tergesa dan lebih menuntut, Noura tau ia sudah jatuh terlalu jauh ke dalam permainan pria itu.
Mereka saling bertaut, menciptakan sensasi yang menyulut bara api dalam tubuh mereka.
Zayn lalu meraih pinggang Noura dan menariknya ke pangkuannya. Seketika, kehangatan tubuh pria itu menyelimuti dirinya, membuat jantungnya berdebar lebih kencang.
“Noura,” panggil Zayn pelan di antara lumatan bibir mereka, “Jangan menolakku sekarang.”
Udara di antara mereka terasa semakin panas. Nafas Noura memburu saat jari-jari Zayn bergerak lembut, namun penuh kendali, di sepanjang pinggangnya.
'Dia gila.. dia memag gila tapi kenapa sekarang aku nggak bisa nolak dari tadi? Aku emang bener-bener kesepian yaa..' Batin Noura, perasannya campur aduk.
'Atau karna dia yang terlalu memikat?'
Noura menelan ludah, tubuhnya menegang saat Zayn semakin mendekat.
“Daddy, ini di restoran..” Suaranya nyaris tidak terdengar, setengah mengingatkan, setengah menyerah.
Zayn tersenyum miring, menikmati bagaimana Noura terperangkap dalam cengkeramannya—bukan hanya fisik, tapi juga emosinya.
Jari-jarinya menyusuri lengannya, turun ke pinggulnya, sebelum akhirnya menarik tubuhnya lebih dekat.
Sekarang, tidak ada jarak lagi di antara mereka.
"Ini VVIP Noura, ruangan yang sangat aman."
Zayn lalu menelusuri garis rahang Noura, turun ke lehernya dengan kecupan yang semakin membekas.
Noura mendongak, membiarkan Zayn menyesap kulitnya, menghirup aroma tubuhnya seolah ingin menandainya.
“Aku tidak akan melepaskanmu, Noura.” Geram Zayn lagi.
Noura nengeluarkan suara merdunya. Ini bukan masalah aman atau tidak tapi..
'Masa anu-anu pertamaku di kehidupan kedua, di restoran sih?' Batin Noura cukup geram.