Sabila. seorang menantu yang acap kali menerima kekerasan dan penghinaan dari keluarga suaminya.
Selalu dihina miskin dan kampungan. mereka tidak tau, selama ini Sabila menutupi jati dirinya.
Hingga Sabila menjadi korban pelecehan karena adik iparnya, bahkan suaminya pun menyalahkannya karena tidak bisa menjaga diri. Hingga keluar kara talak dari mulut Hendra suami sabila.
yuk,, simak lanjutan ceritanya.
dukungan kalian adalah pemacu semangat author dalam berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Burhan menemui Hendra saat jam makan siang. Dia ingin mengajak Hendra ke kantor polisi, menyelesaikan kasus istri dan Ibu mertuanya.
"Hendra!" Panggil Burhan sambil berlari kecil. "Kamu sudah dikabarin belum sama Mbak mu, masalah ibu yang ditahan di kantor polisi." Jelas Burhan dengan suara lirih. Dia tidak mengatakan sejujurnya kalau istrinya juga ditahan.
Hendra menyatukan kedua alisnya, merasa tidak tahu menahu. Dia pun menggeleng. "Kenapa bisa sampai di kantor polisi? Apa lagi yang sudah ibu lakukan?" Kata Hendra acuh.
Mendengar ucapan Hendra, Burhan ingin marah tapi dia tahan karena masih di kantor. Dia malu kalau sampai jadi tontonan karyawan lain.
"Kok kamu kayak gak peduli gitu, Hen! Ini tu Ibu, loh. Kamu mau lepas tanggung jawab menjaga Ibu, menyerahkan tugas itu ke aku. Sama Riska." Bentak Burhan yang terlihat kesal.
Hendra mengabaikan ucapan Kakak iparnya, dia memilih pergi ke kantin memberi makan anak cacing yang kelaparan.
"Aku lapar, mas. Mau makan! Pulang kerja aku baru kesana." Kata Hendra dan bergegas pergi meninggalkan kakak iparnya.
Burhan tak bisa menahan Hendra, dia memutuskan untuk pergi sendiri. Tapi sebelum dia pergi, seorang staf memanggilnya.
"Pak Burhan!" Staf itu melangkah kan kakinya sedikit lebih cepat. "Tadi dipanggil Direktur Personalia ke ruangannya." Katanya.
"Tapi ada apa ya, Rin? Inikan jam istirahat." Ucap Burhan, yang dibalas gelengan kepala oleh Rina.
"Coba bapak tanya sendiri. Saya permisi dulu, mau ke kantin." Kata Rina bergegas pergi meninggalkan Burhan dengan raut wajahnya yang masam.
Singkatnya Burhan sudah berada di ruang direktur personalia, "Permisi, Bapak mencari saya!" Kata Burhan.
"Hari ini divisi kita diminta melaporkan hasil kerja lebih awal, terkait keluhan beberapa pelanggan dan karyawan perusahaan." Jelas Direktur.
Deg
Burhan selama ini memang terlihat kerja, tapi sebenarnya dia lebih banyak bersantai. Pekerjaannya selama ini dikerjakan oleh staf divisinya dan diberi uang lebih yang tidak seberapa.
"Harus hari ini, pak?" Tapi laporan saya belum siap!" Katanya dengan wajah yang tiba-tiba memucat.
"Mau bagaimana lagi, kamu harus segera menyiapkannya." Direktur kesal dengan jawaban Manager nya. "Rapat dimulai jam 3, sebaiknya siapkan dari sekarang. Kamu seorang manager, lagian yang diminta hanya laporan bulan ini saja." Bentaknya dan meminta Burhan keluar dari ruangannya.
Niat hati ingin meminta izin menengok istrinya, diurungkan. Urusan belakangan kalau istrinya marah, daripada kehilangan pekerjaan.
Burhan kembali ke meja kerjanya. "Jaka! Kamu liat Aminah, gak?" Tanya Burhan pada stafnya.
"Tadi Aminah izin, ada urusan mendesak di kampungnya." Jawab Jaka, yang melihat gelagat aneh dari managernya. "Ada apa, Pak?" tanyanya.
"Hanya tanya saja, dari tadi saya tidak lihat dia. Kemudian fokus kembali ke layar komputer.
Burhan sangat panik, waktu tinggal beberapa jam lagi tapi laporannya masih berantakan. Ditambah memikirkan istrinya yang sedang ditahan di kantor polisi, membuat dia sulit untuk fokus.
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. "Burhan! Ayo ke ruang rapat, sebelum Pak Ervan datang." Ucap Direktur Personalia.
Deg
Apa dia tidak salah dengar? Pak Ervan yang langsung menghadiri rapat. "P Pak Ervan ikut rapat?" Tanya nya.
"Iya. Ayo cepat, saya tidak mau kena masalah karena kamu." Kata direktur dengan nada mengancam.
Burhan pun ikut, masalah laporan dia sudah membuat yang sebaik mungkin. Kalau ada kesalahan semoga saja masih bisa dimaklumi oleh pimpinan teratas perusahaan.
Saat masuk ke ruang rapat ternyata, Burhan sudah keduluan oleh Ervan. Itu membuatnya rasa malu, takut menjadi satu.
Ervan hanya memandang datar Burhan, gejolak amarah harus dia tahan. Tujuannya sekarang adalah menjatuhkan satu persatu orang yang sudah menyakiti Sabila.
"Karena Pak Burhan sudah hadir, silahkan persentase kan hasil laporan bulanan anda." Perintah Ervan.
Singkatnya Burhan telah selesai melakukan persentase nya, hasilnya juga sangat baik. Ervan melirik Reyhan, melalui tatapan mata yang tajam Reyhan tau ada yang salah.
"Baiklah, hasil persentase yang sangat bagus." Kata Ervan. Membuat Burhan berbangga diri, sampai Ervan melanjutkan ucapannya yang seketika senyum Burhan menghilang.
"Tapi dimana orang yang membuat laporan ini, harusnya dia juga ikut serta kan!?" Senyuman Ervan memiliki banyak arti.
Wajah Burhan terlihat pucat. Benar saja sebelumnya Burhan telah mengambil hasil kerja Aminah, yang diletakkan di laci meja kerjanya. Tapi yang tidak disadari Burhan, aksinya terpantau CCTV.
Sebelumnya Ervan juga sudah menyelidiki Burhan dan Hendra. Hari ini Aminah bukan pulang kampung, tapi diminta Ervan untuk tidak masuk kerja selama 3 hari sampai kasus Burhan selesai.
"Sa saya yang membuat laporan ini, pak! Siapa yang anda harapkan untuk datang?" Kata Burhan berusaha menutupi rasa gugupnya.
"Kalau kau mencuri hasil kerja orang lain, harusnya kau periksa baik-baik. Jelas disini laporan dikerjakan oleh Aminah, bukan kamu Burhan!" Ucap Ervan penuh penekanan.
"Apa kau ingin menipuku dengan trik murahan? Kalau kau tidak punya keahlian selain omong besar, lebih baik kau tinggalkan perusahaan ku." Ujarnya berdiri dan keluar dari ruangan disusul oleh Reyhan.
Direktur personalia melihat laporan yang dibuat Burhan, ternyata benar disana jelas tertulis nama Aminah.
"Jadi selama ini, Aminah lah yang mengerjakan semua pekerjaan mu! Dasar tidak berguna!" Ujar Direktur dan segera keluar ruangan menyusul yang lainnya.
"Sial! Habis sudah, aku pasti akan dipecat. Aminah kamu pasti sengaja melakukan ini, liat saja pembalasan ku." Gumam Burhan dalam hati, matanya sudah memerah karena emosi.
Burhan baru saja keluar dari ruang rapat, dia berjalan di koridor perusahaan. Setiap orang memandangnya remeh. Hingga suara seseorang mengagetkannya.
"Mas Burhan! Mas!" Panggil Hendra yang membuyarkan lamunan Burhan.
Burhan melirik sinis Hendra. "Ada apa? Apa kamu mau menertawai ku seperti mereka?" Burhan meluapkan amarah pada Hendra.
Hendra yang tak paham pun hampir tersulut emosi, kalau bukan seseorang menghentikan ucapannya sudah dipastikan mereka berdua akan bertengkar di depan umum.
"Maksud mas, Apa sih?" Nada suara Hendra mulai meninggi. Mereka sudah jadi pusat perhatian teman-teman kantor.
"Kal... " Ucapan Hendra cepat dipotong oleh Rina. "Pak Burhan! Anda diminta ke ruangan direktur." Katanya.
Mau tak mau Burhan pun pergi, tapi sebelumnya dia memberi tatapan maut pada Hendra.
"Aneh sekali Mas Burhan. Orang mau tanya masalah ibu, dia malah ngomel-ngomel." Gumam Hendra.
"Pak Hendra!" Panggil rekan kerja Burhan pada Hendra. Dia memberi kode, agar Hendra mendekatinya.
Hendra juga punya rasa kepo ya reader, dia pun mendekat. "Ada apa?" Tanyanya tanpa basa basi.
"Pak Burhan snewen, habis di marahin sama Pak Ervan." Kata rekan Burhan.
"Kok bisa? Emang Mas Burhan bikin salah apa?" Hendra tidak menyangka iparnya akan kena semprot pemilik perusahaan secara langsung.
"Pak Burhan mencuri laporan bawahannya, untuk dipersentasikan. Mungkin sebentar lagi akan dipecat, kalau tidak ya turun jabatan." Katanya persis seperti ibu-ibu tukang julid.
Deg
"Dipecat! Turun jabatan! Astaga, apalagi ini?" Gumam Hendra dalam hati, segera meninggalkan rekan Burhan yang julid kembali ke Divisinya.
semangat
dari awal baca sampai di bab ini aku perhatikan tulisannya tuh selalu rapih dan nikmat di baca.
nggak bikin bosan.
pertahankan thor
Hendra juga
kamunya aja yang nggak punya pendirian. cuma manut manuut aja.