ELOUISE

Sore itu, perusahaan tampak meriah. Itu dikarenakan akan ada pesta perayaan ulang tahun berdirinya perusahaan.

El berencana tak akan datang karena dia malas bersosialisasi.

El membereskan pekerjaannya dan keluar dari ruangannya. Supir yang biasa mengantarnya sedang tidak ada karena harus menjemput tamu penting perusahaan.

Mau tak mau El harus menunggu di kantor sampai supir itu tiba.

El menunggu di lobby depan. El memilih menunggu disudut lobby agar tak terlalu dilihat orang.

"Nona Elouise..semua sudah berkumpul di aula..mengapa kau masih disini?", tanya tuan Robert, kepala HRD.

"Ya aku akan kesana nanti", kata El.

"Baiklah..cepatlah", lalu Robert pergi ke aula.

El melipat dadanya dan bersandar di dinding marmer.

Sebuah mobil mewah datang. El melihat Damien bersama seorang wanita cantik keluar dari mobil itu. Wanita itu tampak menggandeng mesra lengan Damien.

El hanya bisa melihatnya dari jauh lalu El membuang mukanya karena tidak suka melihat pemandangan itu.

Setelah Damien masuk ke dalam perusahaan, El memutuskan untuk menginap di hotel saja malam ini. Karena akan terlalu lama jika menunggu supir. Dan dia sedikit takut jika naik taxi dimalam hari apalagi rumah mess lumayan jauh dan terpencil.

El menelepon Beatrix dan mengatakan bahwa dirinya tak pulang malam ini.

El berjalan ke hotel seberang perusahaan. Dia akan menginap disana.

Setelah mendapatkan kuncinya, El langsung menuju kamarnya dan membuka bajunya lalu merebahkan dirinya di ranjang.

El tidur hanya memakai pakaian dalamnya saja karena bajunya akan dipakai besok lagi untuk bekerja.

El kemudian berjalan ke kamar mandi dan berendam di bath tub agar tubuhnya segar.

El memikirkan Damien. El merasa kepo dengan wanita yang menggandeng Damien tadi.

"Seharusnya aku tak memikirkannya", gumam lirih El.

Setelah mandi, El memakai handuknya dan menuju ranjang. Tubuh polosnya hanya ditutupi oleh selimut tebal.

Ponselnya berbunyi.

"Halo".

"Dimana kau?",

"Untuk apa mencariku?", tanya El.

"Ayahmu hanya ingin memberikan warisan padamu..besok datanglah ke mansion", kata Adrianna.

"Aku sedang diluar negeri..aku tidak bisa kesana".

"Wah..apakah kau sedang bersenang senang dengan pacarmu?", sindir Adriana.

"Bukan urusanmu",

"Kau berani sekali sekarang ya..jika kau tidak datang besok maka warisan itu akan hangus".

"Terserah kalian saja..aku tidak butuh warisan darinya", kata El.

"Good choice..bye", Adriana menutup teleponnya.

El menarik selimutnya sampai menutupi wajahnya.

Tak terasa bulir air matanya jatuh. El kesepian. Tetapi El sendiri yang memilih jalan itu. Dia memprotect dirinya agar hatinya terjaga. Tetapi itu justru membuatnya kesepian.

El memeluk dirinya sendiri. Dia merasa kosong. Dia hanya bagaikan raga tanpa angan.

"And at the end, all i knew was that i am all alone", batin El menangis.

El tertidur dalam tangisnya. Sinar matahari masuk melalui jendela kamar hotel yang berada dilantai 15. El terbangun dan menatap keluar jendela. Dia melihat pemandangan pagi kota Magadan dari atas kamarnya.

El melepas selimutnya dan segera mandi. Kemudian dia memakai baju kerjanya kembali.

El sarapan pagi di restoran hotel. Ketika menikmati makanannya, El melihat Damien masuk ke restoran dan duduk bersama wanita yang dilihatnya semalam.

El segera menghabiskan makanannya karena tidak ingin melihat Damien dan wanita itu lebih lama.

Damien datang bersama seorang teman modelnya. Mereka hanya berteman karena model itu adalah kekasih temannya yang berada di Moskow.

"Kapan kau kembali?", tanya Damien pada Abigail.

"Siang ini..pemotretanku sudah selesai", jawab Abigail.

"Terima kasih sudah menemaniku semalam", kata Damien.

"No problem..kita berteman bukan", Abigail tersenyum.