Kisah dewasa (mohon berhati-hati dalam membaca)
Rianti bekerja di perusahaan milik Bramantya, mantan suami adiknya. Menjelang pernikahannya dengan Prabu, ia mengalami tragedi ketika Bramantya yang mabuk dan memperkosanya. Saat Rianti terluka dan hendak melanjutkan hidup, ia justru dikhianati Prabu yang menikah dengan mantan kekasihnya. Di tengah kehancuran itu, Bramantya muncul dan menikahi Rianti, membuat sang adik marah besar. Pernikahan penuh luka dan rahasia pun tak terhindarkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Tak berselang lama mereka telah Samo di rumah sakit.
Beberapa perawat dan dokter sudah menunggu kedatangan mereka.
Bramantya lekas turun saat perawat membawa Rianti ke ruang UGD.
"Pak, mohon tunggu di luar. Tim kami harus melakukan pemeriksaan awal dan CT-scan. Kami tidak boleh ada orang lain masuk demi keselamatan pasien.” ucap perawat yang meminta Bramantya untuk tidak masuk kedalam.
Perawat menutup pintu ruang UGD dan meninggalkan Bramantya yang ada di luar.
Bramantya melihat tangannya yang ada noda darah milik Rianti.
"Aku tidak bisa memaafkan mereka yang sudah melukai istriku." ucap Bramantya dalam hati.
Bramantya mengambil ponselnya dan menghubungi anak buahnya yang bernama Jacob yang masih di bandara.
"Periksa semua cctv bandara dan cepat laporkan semuanya ke aku!"
"B-baiklah, Pak. Saya akan melakukannya secepat mungkin." ujar Jacob.
Bramantya langsung menutup ponselnya sambil menunggu dokter yang masih di dalam ruang UGD.
Sudah satu jam dokter di dalam dan tak berselang lama terdengar pintu ruang UGD yang terbuka.
Bramantya melihat dokter yang menangani istrinya.
"Bagaimana keadaan istri saya, dok?" tanya Bramantya dengan wajah cemas
Dokter menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan dari Bramantya.
"Hasil CT-scan menunjukkan ada benturan cukup keras di bagian pelipis kanan dan belakang kepala. Tidak sampai menyebabkan pendarahan otak, tapi ada sedikit trauma pada area memori jangka pendeknya.”
“Trauma memori?” Bram mengulang pelan, nyaris tidak percaya.
“Benar, Pak. Artinya, ada kemungkinan sebagian ingatan terakhirnya hilang atau bercampur. Kami belum tahu sampai sejauh apa, tapi tadi dia sudah sadar dan tampak sedikit bingung dengan sekitarnya.”
Tanpa menunggu lama, Bramantya langsung masuk saat dokter mempersilakan.
Bramantya melihat istrinya yang kepalanya diperban.
Rianti membuka matanya sambil memegangi kepalanya.
"A-aku ada dimana?" tanya Rianti dengan suara lirih.
Dokter segera memeriksa kembali keadaan Rianti yang baru saja sadar.
"Nyonya Rianti, apakah anda bisa mendengar suara saya?" tanya dokter.
Rianti menganggukkan kepalanya sambil melihat Bramantya.
"Dokter, dimana Mas Prabu? Tolong panggilkan Mas Prabu."
Dokter dan Bramantya saling pandang saat mendengar Rianti memanggil nama Prabu.
"Sayang, kenapa kamu mencari Prabu? Ada aku disini." ucap Bramantya.
"Untuk apa kamu disini? Bukankan kamu sudah bercerai dengan Linda?"
Bramantya menghela nafas panjang dan mencoba menjelaskan kepada istrinya.
"Ri, aku ini suami kamu. Kamu menikah sama aku saat Prabu tidak datang ke pernikahan kalian." ucap Bramantya yang mencoba meyakinkan istrinya
Rianti yang mendengarnya langsung tertawa terbahak-bahak.
"Bram, kamu ini lucu sekali. Mas Prabu bukan seseorang seperti itu. Mana mungkin dia meninggalkan aku." ujar Rianti.
Dokter meminta Bramantya tidak memaksa Rianti mengingat semuanya.
Bramantya menganggukkan kepalanya dan ia akan mencobanya nanti.
kemudian dokter memanggil perawat untuk memindahkan Rianti ke ruang perawatan.
Perawat lekas mendorong ranjang Riyanti menuju ke ruang perawatan.
di saat Bramantya berjalan mengikuti mereka tiba-tiba ia mendengar suara ponselnya yang berdering.
Ia melihat Jacob yang sedang menghubunginya dan segera Bramantya mengangkat ponselnya.
"Tuan Bramantya, kami sudah menangkapnya dan sekarang mereka ada di markas kita."
Bramantya yang mendengarnya langsung bisa bernafas lega.
"Siksa mereka dan cari tahu siapa dalang dari semua ini."
Bramantya menutup ponselnya dan masuk ke ruang perawatan.
"Jika butuh sesuatu atau yang lainnya. Pak Bramantya bisa menekan tombol ini" ucap perawat.
"Iya Sus, terima kasih."
Perawat keluar dan menutup pintu ruang perawatan.
Bramantya kembali duduk di samping tempat tidur istrinya.
"Bram, kenapa kamu disini terus? Kamu nggak pulang ke rumah?" tanya Rianti dengan mimik wajah tidak suka.
"Aku tidak pulang, Ri. Aku ingin menemani istriku yang sedang sakit." jawab Bramantya sambil tersenyum tipis.
Rianti menggelengkan kepalanya dan meminta Bramantya untuk tidak kebanyakan bermimpi.
"Bram, dari dulu kamu itu suka sama Linda. Dan nggak mungkin juga kita itu menikah." ucap Rianti.
"Kamu salah besar, Ri. Dari dulu aku mencintai kamu, tapi kamu yang nggak tahu."
Rianti kembali tertawa kecil dan ia memutuskan untuk istirahat.
"Istirahatlah, Ri. Biar kamu lekas sembuh dan ingat aku." ucap Bramantya.
Tak lama, suara napas Rianti mulai tenang, menandakan ia telah tertidur.
Bramantya menghela napas lega sesaat, tapi ketenangan itu tidak berlangsung lama.
Disaat Bramantya akan memejamkan matanya, tiba-tiba ponselnya kembali berdering.
Ia melihat Jacob yang kembali menghubunginya dan segera Bramantya mengangkat ponselnya.
"Bagaimana? Apakah mereka sudah mengatakan siapa yang memerintahkannya?" tanya Bramantya.
Suara Jacob di seberang terdengar gemetar, berbeda dari biasanya.
“P-pak, maaf. Saya nggak tahu harus mulai dari mana,” ujar Jacob
Bramantya langsung berdiri dari kursinya, rahangnya mengeras.
“Apa maksudmu nggak tahu harus mulai dari mana?!” bentaknya dengan suara berat dan tajam.
Di tempat tidur, Rianti masih tertidur pulas, wajahnya tenang di bawah sorot lampu.
Jacob menelan ludah sebelum akhirnya bicara lagi.
“Mereka awalnya mereka nggak mau ngomong, Pak. Tapi setelah kami tekan, mereka mengaku kalau semua ini bukan cuma rencana acak.”
“Langsung ke intinya, Jacob!” seru Bramantya, suaranya semakin meninggi.
“Maaf, Pak!” Jacob hampir berteriak karena gugup. “Mereka disuruh oleh dua orang… seorang wanita paruh baya dan satu lagi perempuan muda."
Jacob menghentikan perkataan dan takut menyinggung Bramantya.
“NAMANYA SIAPA, JACOB!!” bentak Bramantya, suaranya menggema di kamar rumah sakit.
“Mama Nita dan Nyonya Linda, Pak. Mereka yang nyuruh orang-orang itu buat nyerang Ibu Rianti di bandara.”
Bramantya menatap kosong ke arah lantai, lalu sebuah senyum miring perlahan muncul di wajahnya.
“Jadi akhirnya topeng mereka jatuh juga,” gumam Bramantya yang langsung menutup ponselnya.
Bramantya menekan tombol agar perawat masuk ke ruangan perawatan.
Perawat segera masuk ke dalam ruang perawatan setelah mendengar suara bel dari kamar Rianti.
“Ya, Pak Bramantya, ada yang bisa saya bantu?” tanya perawat.
Bramantya berdiri dengan wajah tegas, matanya menatap ke arah Rianti yang masih tertidur dengan perban di kepalanya.
“Suster, tolong jaga istri saya baik-baik. Jangan biarkan siapa pun masuk ke ruangan ini selain dokter jaga dan saya sendiri. Kalau ada yang mencoba memaksa masuk, langsung hubungi keamanan rumah sakit.”
Perawat sempat tertegun, tapi melihat tatapan tajam Bramantya, ia langsung mengangguk.
“Baik, Pak. Saya akan pastikan ruangan ini aman.”
Bramantya menatap istrinya sekali lagi dan menyentuh lembut punggung tangannya yang pucat.
“Tunggu aku sebentar, sayang. Aku janji semua ini akan selesai,” bisiknya pelan sebelum melangkah keluar dari kamar perawatan.
Langkah kakinya cepat dan berat, nyaris berlari di lorong rumah sakit.
Begitu sampai di parkiran, ia langsung masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin.
“Kali ini, aku nggak akan diam lagi,” gumam Bramantya sambil melajukan mobilnya menuju ke rumah Mama Dewi.