Pertempuran sengit di akhir musim kedua mengubah segalanya. Xander berhasil menundukkan Edward dan sekutunya, namun harga yang harus dibayar sangat mahal: darah, pengkhianatan, dan tumbangnya Evan Krest—sekutu terkuat yang selama ini menjadi sandaran kekuatannya.
Kini, di season ketiga, badai yang lebih besar mulai berhembus. Cincin takluk yang melilit jari para musuh lama hanyalah janji rapuh—di balik tunduk mereka, dendam masih menyala. Sementara itu, kekuatan asing dari luar negeri mulai bergerak, menjadikan Xander bukan hanya pewaris, tapi juga pion dalam permainan kekuasaan global yang berbahaya.
Mampukah Xander mempertahankan warisannya, melindungi orang-orang yang ia cintai, dan menjaga sisa-sisa kepercayaan sekutu yang tersisa? Ataukah ia justru akan tenggelam dalam lautan intrik yang tak berujung?
Pewaris Terhebat 3 menghadirkan drama yang lebih kelam, pertarungan yang lebih sengit, dan rahasia yang semakin mengejutkan.
SAKSIKAN TERUS HANYA DI PEWARIS TERHEBAT 3
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Kediaman keluarga Blair geger saat Ruby ditemukan tidak sadarkan diri di ruang tamu oleh seorang asisten rumah tangga. Wanita itu dibawa ke rumah sakit secepatnya.
Edgard tampak menangis di gendongan Ezra sejak dari rumah hingga menatap Ruby yang tengah terbaring di dalam ruangan. "Apa Ibu sakit karena aku nakal?"
"Kau sama sekali tidak nakal, Ezra. Ibumu hanya kelelahan." Ezra memeluk Edgard dengan erat, berusaha menenangkannya. Ia melihat keluarganya yang lain tampak khawatir.
Mila, Tessa, Zara, Dalton, dan Jasper mengunjungi rumah sakit setelah tahu mengenai kabar Ruby.
"Apa yang terjadi pada putriku?" tanya Mila dengan raut cemas yang kentara. Meski masih sangat kesal pada Ruby, tetapi ia tidak membohongi perasaannya sebagai seorang ibu.
Mila berusaha menenangkan diri. "Ruby pasti sangat tertekan dengan masalah ini. Aku seharusnya bersama Ruby dan menenangkannya."
Mila menangis ketika melihat Edgard berada dalam gendongan Ezra. Menantunya tampak peduli dan menyayangi cucunya meski bukan anak kandung sendiri. Ia sudah membicarakan status Edgard pada Fabian, dan Fabian sangat terkejut ketika mengetahuinya.
Fabian tidak bisa membantu banyak hal karena masih berada dalam penjara. Ia sempat khawatir jika masalah ini diketahui oleh Xander dan menimbulkan masalah.
Di saat yang sama, Dalton tampak kesal melihat Ezra. Ia menganggap bahwa sakitnya Ruby karena tindakan Ezra.
Seorang dokter keluar dari ruangan Ruby.
"Bagaimana dengan keadaan istriku dan kandungannya, Dokter?" tanya Ezra.
"Nona Ruby sepertinya mengalami stres cukup berat. Syukurlah, kandungannya tidak mengalami masalah apapun," jawab dokter.
Ezra dan Edgard memasuki ruangan ketika Ruby sudah sadar.
"Ibu!" Edgard langsung memeluk Ruby ketika memasuki ruangan, menangis sesegukan. "Aku berjanji tidak akan nakal lagi sampai membuat kalian bertengkar."
Ruby tiba-tiba menangis, membalas dekapan Edgard. "Ini semua bukan salahmu, Edgard. Ibu hanya kelelahan. Ibu akan membaik setelah beristirahat."
Ezra tak ingin menatap Ruby untuk saat ini meski sangat khawatir. Ruby mengerti hal itu dan tidak akan mempermasalahkannya.
Mila, Tessa, dan Zara mengunjungi Ruby. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Ruby yang sangat pucat dan lemas.
Ezra keluar dari ruangan, mengembus napas panjang. ia menjadi tenang setelah mendengar penjelasan dari dokter.
"Apa yang sudah kau lakukan pada Ruby, brengsek!" bentak Dalton dengan suara tertahan. "Aku tahu kau yang sudah membuat Ruby seperti ini."
Ezra mengabaikan ocehan Dalton, melewati pria itu dan Jasper meski sangat murka ketika tahu bahwa keduanya sudah ikut membohonginya bersama Ruby selama ini.
"Aku sedang berbicara denganmu brengsek!" pekik Dalton.
"Dalton, pelankan suaramu. Kau hanya akan membuat keributan." Jasper menenangkan, menoleh ke dalam kamar sesat.
Ezra berhenti berjalan, melirik Dalton. "Apa yang kau inginkan dariku, Dalton?"
"Dasar brengsek!" Dalton berjalan terburu-buru meski Jasper sudah menahannya. "Kau sudah membuat Ruby menderita. Kau seharusnya bercermin siapa yang sudah-"
Ezra tiba-tiba mencekik Dalton, melotot tajam. "Tutup mulutmu brengsek! Jangan membuatku marah lebih dari apa yang sudah kalian lakukan padaku selama ini. Aku tahu apa yang sudah kalian lakukan padaku selama ini."
Dalton dan Jasper sontak terkejut.
"Aku akan menunggumu di taman jika kau ingin berbicara denganku. Bersikaplah dengan baik atau aku akan menghajar kalian."
"Brengsek!" Dalton memegang lehernya. "Ezra sudah bertindak di luar batas. Dia tidak tahu siapa yang sudah dia lawan. Aku tidak akan membiarkan hal ini begitu saja.”
"Dalton tenanglah. Kita berdua berada di posisi yang sangat salah sekarang. Aku yakin Ezra sudah tahu mengenai kebohongan kita. Meski Ezra sangat marah, dia masih memperlakukan Edgard dan Ruby dengan baik. Melihat reaksi dari keluarga Blair, mereka tampaknya belum mengetahui status Edgard. Jika Ezra adalah tipe orang sepertimu, mungkin dia sudah gelap mata dan melakukan tindakan jahat pada Ruby dan Edgard."
Dalton berdecak. "Mereka hanya keluarga Blair. Posisi kita lebih kuat dibandingkan mereka."
"Kau sepertinya masih belum berubah, Dalton. Kau masih mudah dikendalikan oleh amarahmu. Hal itulah yang membuatmu selalu kalah."
"Apa maksudmu, Jasper? Jangan membuatku kesal!"
"Jangan bertindak bodoh! Keluarga Blair memiliki hubungan yang baik dengan Alexander. Aku yakin Alexander akan lebih condong pada keluarga Blair dibandingkan keluarga kita setelah tahu permasalahannya, terlebih Edgard adalah putra Edward. Apa kau pikir Alexander akan diam saja setelah tahu hal itu?"
"Dasar brengsek!" Dalton berdecak, berjalan menuju halaman untuk menemui Ezra. Ia masih marah karena perlakuan pria itu pada Ruby.
Ezra melirik Dalton dan Jasper yang mendekat ke arahnya. Ketika kedua pria itu sudah dekat, ia melesakkan pukulan ke wajah mereka.
Dalton dan Jasper sontak terdorong mundur.
Dalton menunjuk Ezra. "Dasar sialan! Berani sekali kau melakukan ini pada keluarga Ashcroft! Kau seharusnya bercermin jika–”
Ezra mencekik Dalton, menatap dingin. "Tutup mulutmu busukmu, Dalton. Kau marah padaku karena Ruby terbaring di rumah sakit. Apa kau melihat ada bekas luka di tubuhnya? Apa kau melihat bekas luka di tubuh Edgard? Meski aku sangat marah pada Ruby, tapi aku masih menggunakan otakku untuk berpikir. Aku bukan orang sepertimu yang bertindak atas dasar emosi. Aku... tidak bodoh sepertimu."
"Lepaskan tangan sialamu dari leherku. Kau–"
Ezra mencekik Dalton lebih erat, memberi tanda Jasper untuk diam. "Dengarkan aku pembohong sialan! Aku tidak membenci keluarga Ashcroft. Aku hanya membenci pembohong seperti Ruby, kau, dan Jasper. Kalian bukan hanya menyakiti dan melukai harga diriku, tapi juga semua keluarga Blair. Pukulanku tidak akan bisa menghapus penghinaan yang sudah kalian lakukan padaku."
Ezra melepas cengkraman di leher Dalton, mendorong pria itu mundur. "Jika aku bisa menghajar Edward, aku juga bisa melakukan hal yang sama pada kalian berdua. Untuk itu, jangan bertingkah memalukan di depanku. Kalian mengerti?”
Dalton dan Jasper sontak terdiam.
Ezra meludah di depan Dalton dan Jasper, meninggalkan mereka di taman.
"Brengsek! Ezra sudah menghina kita dan keluarga kita!" Dalton menendang kursi. Ia merasa bodoh karena hanya bisa diam ketika diperlakukan hina seperti barusan.
"Kendalikan dirimu, Dalton." Jasper mengawasi sekeliling. "Jangan sampai orang-orang Alexander mengetahui hal ini. Kita akan mendapatkan masalah besar.”
"Sialan!" Dalton menyeka darah di sudut bibir, mendengus kesal. "Aku tidak menerima penghinaan ini. Aku akan membalas perlakuan Ezra."
Dalton dan Jasper meninggalkan taman. Ketika berjalan di koridor, seseorang tiba-tiba menabrak mereka.
"Brengsek!" Dalton berteriak, bersiap memukul meski seseorang itu sudah pergi lebih dulu.
Jasper seketika tercenung ketika melihat sesuatu dalam genggaman tangannya.
Jasper segera menahan Dalton. "Diamlah, Dalton."
Jasper menarik Dalton ke sebuah ruangan.
"Apa yang kau lakukan, Jasper?"
Jasper segera membungkam mulut Dalton, menunjukkan sebuah pesan yang baru saja ia dapatkan. "Pria yang menabrak kita memberi kita sebuah pesan.”
bahkan ada keluarga yg sudah kalah tapi gak mau mengakui kekalahan.
Sungguh di luar prediksi pembaca..
Tetap semangat & sehat selalu Thorr...
livy sepupu larson