Anya gadis cantik berusia 24 tahun, terpaksa harus menikahi Revan CEO muda anak dari rekan bisnis orangtuanya.
Anya tidak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan kesepakatan kedua keluarga itu demi membayar hutang keluarganya.
Awalnya ia mengira Revan mencintai tulus tapi ternyata modus, ia hanya di jadikan sebagai Aset, untuk mencapai tujuannya.
Apakah Anya bisa membebaskan diri dari jeratan Revan yang kejam?
Jika ingin tahu kisah Anya selanjutnya? Langsung kepoin aja ya kak!
Happy Reading...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Anya menatap Damian dengan rasa terima kasih yang bercampur dengan kebingungan. Ia tahu bahwa Damian adalah orang yang baik dan tulus, tapi mengapa ia begitu peduli padanya? Ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar simpati yang Damian sembunyikan darinya. Sesuatu yang membuatnya merasa nyaman sekaligus curiga.
Tiba-tiba, suara dering ponsel memecah keheningan di antara mereka. Damian mengangkat alisnya, meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ia melihat nama penelepon, lalu menghela napas sebelum menjawab panggilan itu. "Ya?" jawab Damian singkat, nadanya terdengar datar.
Percakapan itu hanya berlangsung beberapa detik sebelum Damian mematikan ponselnya.
Anya mengerutkan kening, merasa curiga dengan percakapan singkat itu. "Siapa yang menelepon, Damian?" tanya Anya penuh selidik, berusaha menyembunyikan kecemasannya.
Damian menatap Anya dengan tatapan penuh pertimbangan. Matanya memancarkan keraguan. "Om Surya, sahabat Daddy," jawabnya jujur, meskipun ia tahu bahwa jawaban ini tidak akan memuaskan rasa ingin tahu Anya.
Anya mengangguk paham, lalu kembali menatap Damian dengan ragu. Rasa penasarannya semakin membuncah. Ia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Damian, sebenarnya apa hubunganmu dengan Revan?" tanya Anya akhirnya, berusaha mengendalikan suaranya agar tidak terdengar terlalu emosional. Ia yakin Damian memiliki motif tersembunyi di balik semua ini. Meskipun ia bisa merasakan ketulusan Damian dalam menolongnya, ia juga tidak bisa mengabaikan firasatnya bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi.
Damian menghela napas panjang sebelum menjawabnya. Ia tahu Anya tidak akan menyerah dengan rasa penasarannya. Ia juga tahu bahwa ia harus jujur padanya, meskipun itu berarti mengungkap masa lalunya yang kelam.
"Baiklah, aku akan menceritakannya," kata Damian, suaranya berat dan serius. "Tapi berjanjilah padaku, Anya. Berjanjilah bahwa kamu akan tetap tenang dan percaya padaku."
Anya mengangguk cepat, matanya terpaku pada Damian. Ia siap mendengarkan apa pun yang akan Damian katakan, meskipun ia merasa takut dengan kebenaran yang mungkin akan terungkap. Sebagai tanda bahwa ia paham dengan maksud Damian dan berjanji akan tetap tenang.
.Flashback On 13 Tahun Lalu
Damian kecil, yang baru berusia 15 tahun, berdiri di depan dua makam yang berdampingan. Air matanya tak henti-hentinya mengalir, membasahi pipinya. Dadanya sesak oleh kesedihan yang tak tertahankan. Ia tidak percaya bahwa kedua orang tuanya telah pergi meninggalkannya untuk selamanya.
"Daddy... Mommy..." isaknya pilu, suaranya bergetar di tengah kesunyian pemakaman.
Di sampingnya, seorang pria dewasa berlutut dan merangkul Damian dengan erat. "Tenanglah, Nak," ucap pria itu, berusaha menenangkan Damian dengan suara yang lembut namun tegas. "Daddy dan Mommy-mu adalah pahlawan. Mereka meninggal demi melindungi kita semua."
Pria itu adalah Surya, sahabat Daddy-nya Damian, seorang agen rahasia yang bekerja bersama dengan ayah Damian. Ia tahu bahwa kematian kedua orang tua Damian bukanlah kecelakaan biasa. Ada konspirasi besar di balik itu semua, dan keluarga Handoyo terlibat di dalamnya. Rasa bersalah menghantuinya karena tidak bisa melindungi sahabatnya dan keluarganya.
"Siapa yang melakukan ini pada Daddy dan Mommy, Om?" tanya Damian dengan suara bergetar, air mata terus mengalir di pipinya. Tangannya terkepal erat, menahan amarah yang mulai membara di dalam dirinya.
Surya menghela napas, menatap Damian dengan tatapan penuh simpati dan kesedihan. "Ini rumit, Nak," jawabnya lirih. "Tapi yang jelas, ini ada hubungannya dengan keluarga Handoyo."
Damian terkejut mendengar nama itu. Keluarga Handoyo? Keluarga konglomerat yang terkenal dengan kekayaan dan kekuasaannya? Apa hubungannya dengan kematian orang tuanya? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar di dalam benaknya.
"Keluarga Handoyo? Tapi kenapa?" tanya Damian bingung, menatap Surya dengan tatapan penuh tanya.
"Daddy-mu adalah seorang agen rahasia yang sangat hebat," jelas Surya, suaranya berat. "Ia berhasil mengungkap banyak kejahatan yang berhubungan dengan keluarga Handoyo di masa lalu. Mereka tidak suka dengan itu, dan mereka melakukan segala cara untuk menghentikan Daddy-mu."
"Mereka membunuh Daddy dan Mommy karena mereka ingin membungkam mereka?" tebak Damian dengan nada marah, suaranya bergetar karena emosi yang meluap-luap. Tangannya terkepal semakin erat, kukunya memutih karena menekan telapak tangannya terlalu keras.
Surya mengangguk yakin, matanya memancarkan kesedihan. "Benar. Mereka tidak ingin kejahatan mereka terungkap. Mereka adalah orang-orang yang sangat berbahaya."
Damian mengepalkan tangannya semakin erat. Ia bersumpah dalam hati, ia akan membalas dendam atas kematian kedua orang tuanya. Namun, ia juga tahu bahwa balas dendam tidak akan membawa mereka kembali. Ia harus melakukan sesuatu untuk menghentikan keluarga Handoyo agar tidak menyakiti orang lain lagi.
"Aku akan memastikan mereka tidak menyakiti siapa pun lagi, Paman," ucap Damian dengan tatapan penuh tekad, matanya memancarkan tekad yang kuat. "Aku akan melindungi orang-orang yang tidak bersalah."
Surya menatap Damian dengan bangga, hatinya terharu melihat keberanian dan tekad anak muda itu. "Aku tahu kau bisa, Nak," ucap Surya, menepuk bahu Damian dengan lembut. "Aku akan membantumu. Tapi ingat, jangan biarkan dendam membutakanmu. Jangan sampai kau kehilangan dirimu sendiri."
Sejak saat itu, Damian mulai berlatih dengan keras. Ia belajar bela diri, menembak, dan segala macam keterampilan yang dibutuhkan untuk menjadi seorang agen rahasia. Ia ingin melindungi orang lain dari bahaya, seperti yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Dendam memang membara di hatinya, tetapi ia berjanji pada diri sendiri untuk tidak membiarkannya mengendalikan dirinya. Ia akan menggunakan dendamnya sebagai motivasi untuk menjadi lebih kuat dan melindungi orang-orang yang tidak bersalah.
\*\*Flashback off
"Itulah kenapa aku mendekati Revan, Anya," lanjut Damian, suaranya berat dan penuh penyesalan. Ia menatap Anya dengan tatapan yang memohon pengertian.
"Aku ingin mengungkap semua kejahatan yang dilakukan keluarganya dan menghentikan mereka. Aku tahu ini berbahaya, tapi aku tidak bisa tinggal diam. Aku merasa bertanggung jawab untuk melindungi orang lain, seperti yang dilakukan oleh orang tuaku."
Anya menatap Damian dengan tatapan tak percaya. Ia tidak menyangka bahwa Damian memiliki masa lalu yang begitu kelam. Ia juga tidak menyangka bahwa Damian memiliki alasan yang begitu kuat untuk membenci Revan. Ia merasa bersalah karena telah meragukan ketulusan Damian.
"Jadi, kau mendekatiku hanya untuk membalas dendam?" tanya Anya dengan nada kecewa, meskipun dalam hatinya ia tahu bahwa Damian memiliki alasan yang lebih dari sekadar balas dendam. Perasaannya terluka karena merasa dimanfaatkan.
Damian menggelengkan kepalanya dengan cepat, matanya memancarkan kesungguhan.
"Tidak, Anya," jawabnya lirih. "Awalnya, mungkin itu alasanku. Tapi seiring berjalannya waktu, aku ... aku tidak bisa untuk tidak peduli padamu. Aku tidak ingin kau terluka." Ada nada keraguan dan kehati-hatian dalam suaranya, seolah ia sedang menahan sesuatu yang besar di dalam hatinya.
"Tapi kau menyembunyikan ini dariku," ucap Anya dengan nada kecewa, air matanya mulai menggenang di pelupuk matanya. "Kau tidak mempercayaiku." Ia merasa dikhianati oleh orang yang selama ini mulai ia percayai.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku merasa seperti berada di tengah-tengah dua orang yang saling bermusuhan," batin Anya.
"Aku takut, Anya," lanjut Damian, suaranya bergetar. "Aku takut kau akan membenciku jika kau tahu yang sebenarnya." Ia menundukkan kepalanya, tidak berani menatap Anya. Ia tahu bahwa ia telah melakukan kesalahan dengan menyembunyikan kebenaran darinya.
Lalu Damian mengangkat kepalanya lagi dan menatap Anya dengan tatapan penuh harap. Ia ingin mengatakan segalanya, tetapi ia takut dengan reaksi Anya. Ia ingin mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya, tetapi ia sadar bahwa Anya sudah menjadi istri Revan. Ia tidak ingin merusak rumah tangga orang lain, meskipun hatinya hancur karena mencintai wanita yang tidak bisa ia miliki.
.
.
Di tempat lain, di ruang kerja Revan sedang menerima laporan dari mata-mata yang ditugaskan untuk mencari tahu identitas Damian. Ia duduk di kursi kerjanya, wajahnya tegang dan matanya menyipit. Ia merasa ada sesuatu yang aneh dengan pria yang menolong Anya malam itu.
"Cepat laporkan apa yang kau dapatkan tentang pria itu!" perintah Revan tegas pada sang mata-mata yang berdiri kaku di hadapannya. Nada suaranya tidak memberikan ruang untuk bantahan.
Mata-mata itu menelan ludahnya dengan gugup dan mulai melaporkan semua informasi yang telah ia kumpulkan tentang Damian. Revan mendengarkan dengan seksama, setiap kata yang diucapkan oleh mata-mata itu semakin memperkuat kecurigaannya selama ini.
Bersambung ....