Setelah dua tahun menikah, Laras tidak juga dicintai Erik. Apapun dia lakukan untuk mendapatkan cinta suaminya tapi semua sia-sia. Laras mulai lelah, cinta Erik hanya untuk Diana. Hatinya semakin sakit, saat melihat suaminya bermesraan dengan Dewi, sahabat yang telah dia tolong.
Pengkhianatan itu membuat hatinya hancur, ditambah hinaan ibu mertuanya yang menuduhnya mandul. Laras tidak lagi bersikap manja, dia mulai merencanakan pembalasan. Semua berjalan dengan baik, sikap dinginnya mulai menarik perhatian Erik tapi ketika Diana kembali, Erik kembali menghancurkan hatinya.
Saat itu juga, dia mulai merencanakan perceraian yang Elegan, dibantu oleh Briant, pria yang diam-diam mencintainya. Akankah rencananya berhasil sedangkan Erik tidak mau menceraikannya karena sudah ada perasaan dihatinya untuk Laras?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Malam Yang Tertunda
Erik baru saja selesai dengan makan malamnya. Malam itu ia berada di rumah Dewi, berniat menghabiskan waktu di sana. Ia ingin menyingkirkan jauh-jauh bayangan tubuh Laras, bayangan yang sejak tadi terus menghantui pikirannya. Mungkin, dengan menghabiskan malam bersama Dewi, bayangan itu bisa dikubur.
Dewi melangkah mendekat, tubuhnya terbungkus gaun tidur tipis berwarna hitam, begitu transparan hingga lekuk tubuhnya seolah sengaja dipamerkan. Setiap geraknya melenggok dengan sensual, menggoda Erik tanpa keraguan. Ia duduk di pangkuannya, tangannya melayang lembut di dada pria itu.
“Apakah malam kita akan segera dimulai, Erik?” suaranya berdesah penuh rayuan.
“Tidak sekarang,” Erik menahan. “Aku ingin mandi dulu.”
Dewi menyeringai, tangannya mulai membuka kancing kemeja Erik.
“Bagaimana kalau kita mandi bersama?”
“Dewi…” Erik menghela napas. “Kau memang selalu bersemangat.”
Tanpa perlu menunggu lama, ia pun ikut terbawa arus godaan itu. Mereka memulai dengan sebuah ciuman, dan Erik segera menyadari,. Laras tidak pernah melakukan hal yang sama.
Dulu, Laras selalu mendekatinya dengan sikap kekanak-kanakan. Dia selalu bersikap manja yang membuatnya kesal.
Dan sekarang, Istrinya selalu menjaga jarak. Sikap manjanya sudah tidak ada, tapi dia bersikap dingin, bahkan tidak pernah mengajaknya untuk tidur seranjang.
Tidak pernah ada godaan, tak pernah ada tantangan. Bersama Laras, malam selalu beku. Hari mereka selalu dihiasi dengan perdebatan.
Tapi Dewi berbeda. Ia berani. Ia panas. Ia mendekap Erik dengan gairah yang membakar. Ciuman mereka semakin dalam, nafas tersengal-sengal saat pakaian satu per satu terlepas.
Lalu tiba-tiba, bunyi notifikasi memecah hasrat.
Erik dan Dewi terhenti, saling menatap dengan nafas memburu.
“Bagaimana kalau kita pindah ke kamar?” bisik Dewi, matanya menyala penuh nafsu.
“Sebentar, aku lihat dulu siapa yang mengirim pesan,” jawab Erik, meraih ponselnya.
Dewi berdiri, jemari membelai bahu Erik sebelum ia melangkah ke kamar. “Kalau begitu, aku menunggumu di sana.” Tatapannya penuh janji.
Erik membuka pesan. Dari Laras.
“Kau pulang atau tidak?”
Pesan itu jelas bukan karena ia peduli. Laras hanya ingin memastikan transfer yang sudah dijanjikan.
“Tidak. Jangan banyak bertanya. Aku akan transfer sekarang,” balas Erik dingin. Benar saja, Laras tidak menjawab lagi. Ia hanya diam setelah menerima uang itu.
Rasa kesal menyusup di dada Erik. Laras benar-benar tidak peduli… bahkan tidak marah sekalipun, padahal Laras tahu dia bersama Dewi.
Ia meletakkan ponselnya dengan kasar, lalu menuju kamar.
Dewi sudah berbaring di ranjang, tubuhnya hanya terlindung selimut tipis. Ia menggerakkan kakinya dengan menggoda, tersenyum penuh gairah.
“Kemarilah, Erik. Malam ini aku akan memberimu kepuasan yang tak pernah kau dapatkan dari Laras.”
Erik menanggalkan pakaiannya, mendekat. Mereka saling berciuman dengan liar, tubuh melebur dalam gejolak hasrat,.namun ketika Erik hendak benar-benar menyentuhnya, tiba-tiba tubuh Laras kembali hadir di benaknya.
Erik mengumpat, gairahnya padam begitu saja. Mendadak minatnya sirna.
“Kenapa berhenti? Ada apa denganmu?” tanya Dewi heran, matanya penuh kekecewaan.
“Aku… tiba-tiba tidak mood. Kita lanjutkan lain kali.”
“Apa kau bilang?” nada suara Dewi meninggi. Ia benci ditinggalkan di tengah permainan.
“Aku mau pulang.” Erik mengenakan kembali pakaiannya.
“Erik! Jangan tinggalkan aku seperti ini. Setidaknya biarkan aku membuatkan minuman untukmu. Mungkin suasana hatimu akan kembali.”
Erik menarik napas panjang. Ini pertama kalinya ia kehilangan minat. Semua gara-gara Laras, tubuh istrinya yang tiba-tiba terus membayang, membuat pikirannya tak tenang.
“Please, Erik. Jangan pulang,” Dewi merangkulnya, suaranya penuh permohonan.
“Besok saja kita lanjutkan,” Erik melepas pelukannya, mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompet, lalu melemparnya ke ranjang. “Gunakan untuk membeli sesuatu.”
Dewi menatapnya tajam. “Sudah kubilang, aku bukan wanita murahan yang bisa kau beli di jalanan. Aku tidak butuh uangmu. Aku butuh dirimu, Erik.”
“Aku tidak membelimu. Aku hanya memberimu uang untuk kau pakai. Jangan perpanjang masalah ini.”
Erik berjalan menuju pintu, tapi Dewi buru-buru meraih gaunnya dan mengejarnya.
“Kau benar-benar menyinggungku. Apa salahku, Erik? Atau jangan-jangan… kau pulang karena kau mengkhawatirkan istrimu?”
“Aku tidak perlu menjelaskan apa pun padamu.” Erik mengenakan kembali kemejanya. “Kalau pun aku pulang karena Laras, itu hakku. Dia istriku. Dan kau sebaiknya tahu posisimu. Kita hanya bermain-main. Jangan minta lebih.”
Dewi terdiam, terperangah. Kata-kata itu menusuk. Ia memang selingkuhan, tapi ia tidak pernah menyangka Erik akan menegaskannya sedingin itu.
“Meski bagimu ini hanya permainan, tapi aku benar-benar mencintaimu, Erik. Perasaanku tulus. Aku rela menjadi sekadar teman tidurmu karena cinta ini. Jangan perlakukan aku seakan aku wanita murahan.”
Erik hanya menatapnya tanpa kata. Perselingkuhan tidak pernah membutuhkan perasaan. Ia hanya melarikan diri dari pernikahan hambar dan melampiaskan rindunya pada Diana yang tak pernah ia miliki.
Tanpa sepatah kata, ia meninggalkan Dewi. Wanita itu tentu saja marah. Dia berteriak, lalu melemparkan uang dari genggaman tangannya ke arah pintu.
"Aku mau tidur denganmu karena aku mencintaimu, Erik. Aku bukan wanita murahan seperti yang kau pikirkan!"
Kurang ajar. Erik menghina dirinya. Saat Laras tahu dia ditinggalkan dalam keadaan seperti itu, bukankah Laras akan menertawakan dirinya?
Tidak akan dia biarkan hal itu terjadi. Seandainya Laras dan Erik melewatkan malam bersama, dia akan tetap menjadi wanita pertama yang telah melewatkan malam bersama Erik.
Dia ingin Laras merasa terhina karena suaminya telah tidur dengannya sebelumnya, sebelum menghabiskan malam dengannya.
Erik membawa mobilnya dengan cepat. Dia tidak peduli dengan teriakan Dewi. Pikirannya kacau, dia mengacak rambutnya beberapa kali untuk menyingkirkan pikiran itu.
Rumah gelap saat Erik tiba. Laras pasti sudah tertidur. Ia berdiri lama menatap wajah istrinya. Entah kenapa, tiba-tiba muncul keinginan yang tak pernah ada sebelumnya, tidur di sisinya.
Ia membersihkan diri, mengambil bantal dan selimut. Dia akan tidur di luar seperti biasa, tapi keinginan untuk tidur bersama itu kembali muncul.
Bukankah mereka tidak pernah tidur bersama karena dia yang menjaga jarak?
Dia yang selalu mengabaikan Laras, bersikap dingin dan selalu menolak Laras.
Erik menyimpan bantalnya dan selimut. Dengan perlahan, dia naik ke ranjang. Dia melakukan dengan perlahan. Jangan sampai Laras terbangun lalu mengusirnya karena itu memalukan.
Laras tetap terlelap, tak menyadari kehadirannya. Erik berbaring di sampingnya, canggung namun enggan menjauh.
Perlahan, ia meraih tubuh Laras, mencoba memeluknya. Anehnya, ia merasakan sesuatu yang tak pernah ia rasakan selama pernikahan mereka. Rasanya hangat, damai, dan sekaligus menakutkan.
Dia tidak merasakan hal itu dari Dewi, tidak juga dari para wanita yang pernah hadir di malamnya. Dan dia menyadari, betapa bodohnya dia karena telah menyia-nyiakan istri cantik dengan tubuh yang indah. Bukankah dia bisa menyentuh Laras kapan saja dia mau?
Tanpa perlu membuatnya hamil, dia bisa menikmati tubuh istrinya sesuka hati.
hayuu Erik n Ratna cemuuuunguut utk tujuan kalian yg bersebrangan 🤣🤣
semangat utk mendapat luka Erik 🤣
hayuuu Briant gaskeun 😁
buat Erik kebakaran jenggot 🤣🤣