"Jika aku bisa memiliki keduanya kenapa aku harus memilih salah satu saja." Alkama Basri Widjaya.
"Cinta bukanlah yang kamu butuhkan, pilih saja ambisimu yang kamu perjuangkan mati-matian." Nirmala Janeeta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dyawrite99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Selama kedatangan Nirmala menemui Kama di Amerika, kekasihnya itu seperti seorang maniak. Setiap kegiatan Nirmala terus saja berakhir di bawah kungkungan Kama.
Untungnya dari awal Nirmala sudah memasang alat kontrasepsi untuk dirinya. Keduanya tahu resiko apa yang bisa terjadi dari perbuatan bercinta yang sering mereka lakukan. Tentu resiko hamil telah keduanya pikirkan. Kama dan Nirmala tentu memilih untuk memproteksi diri mereka untuk mencegah agar kegiatan mereguk kenikmatan itu tidak sampai membuahkan hasil. Mereka sama-sama paham bahwa anak tidak ada dalam daftar keinginan mereka selagi masih berstatus berpacaran.
"Makasih sayang." Kama mengecup kening Nirmala sayang.
Kegiatan memadu kasih yang barusan mereka lakukan begitu menguras tenaga. Dan setiap ucapan terimakasih Kama setelah mereka bercinta selalu Nirmala balas dengan senyuman. Nirmala akan membelai pipi Kama dan memberikan ciuman di salah satu pipi Kama. Nirmala selalu senang mengecup salah satu pipi laki laki itu alih alih ciuman dibibir.
"Waktunya makan siang."
"Makan yang benar benar makan."
"Tentu. Yang ini makan nasi bukan makan pussy."
Nirmala mencubit perut Kama mendengar kata kata laki laki itu.
"Aww. Aku kan omong bener sayang."
"Iya mulut kamu bener tapi otak kamu yang gak."
"Kamu tahu aku itu bodoh kalau soal urusan makan memakan kamu." Keduanya tertawa geli.
"Dasar mesum."
"Memang. Aku selalu mesum sama kamu. Dan akan terus begitu." Kama mencium kening Nirmala sekali. Setelah itu ia merapikan baju Nirmala dan celana miliknya.
Keduanya butuh makan agar bisa kembali beraktivitas.
Hari itu Kama sudah merencanakan jika meraka akan jalan jalan. Tidak mungkin Kama hanya akan mengurung Nirmala di apartemen miliknya saja. Ia akan membawa Nirmala ke tempat dimana wanita itu akan senang. Mengelilingi kota New York dan berburu makanan serta pergi ke pusat perbelanjaan untuk memanjakan Nirmala yang pastinya senang diajak berbelanja. Begitulah isi pikiran Kama.
****
Kini Kama dan Nirmala berada disebuah restoran mewah di new york. Kama telah mereservasi satu ruangan restoran. Dalamnya mereka dilayani oleh seorang chef dan pelayang khusus untuk menyiapkan hidangan untuk mereka.
Setelah dari apartemen tadi Kama sudah mengajak Nirmala jalan jalan dan terakhir tadi Kama mengajaknya kepusat perbelanjaan. Kama telah membelikan berbagai macam baju dan tas untuk Nirmala. Sebenarnya Nirmala enggan untuk berbelanja namun Kama memaksanya. Akhirnya Nirmala harus menuruti karena Kama mengancam tidak akan meninggalkan tempat itu jika Nirmala tidak berbelanja di toko yang telah mereka masuki.
Nirmala begitu menikmati makanan buatan chef khusus yang Kama siapkan di restoran itu.
"Sayang. Ini enak banget coba deh." Nirmala memberi suapan pada Kama.
"Hmm. Enak banget." Puji Nirmala pada makanan yang ia siapkan berulang kali.
Kama fokus pada hidangan miliknya. Ia terbiasa makan hidangan yang disiapkan oleh seorang chef profesional.
Disela makan malam mereka, Kama mendapat panggilan dari asistennya. Dirga.
"Sayang aku izin keluar sebentar ada telpon dari Dirga." Kama memperlihatkan handphone miliknya yang terdapat panggilan dari Dirga yang diketahui Nirmala adalah sekretaris sekaligus teman Kama.
Kama keluar dari ruangan itu dan berjalan ke balkon restoran yang menampilkan pemandangan kota New York.
"Kalau panggilan ini tidak penting, resikonya potong gaji." Ancam Kama kesal. Pasalnya Kama merasa terganggu oleh panggilan telpon dari Dirga.
"Bos sekarang ada dimana. Masih di restoran yang saya pesan itu."
"Kenapa memangnya. Ini masih pukul delapan kurang Dirga. Tentu kami masih di restoran."
"Iya bos. Gue hanya memastikan. Tadi gue dapat info dari Juwita langsung tadi ia ingin mengajak bos buat ikut makam malam dengan ayahnya di restoran yang sama dengan bos malam ini."
"Apa? Kenapa kamu reservasi disini kalau memang Juwita dan ayahnya akan ke sini juga. Kamu tahu Dirga mereka tidak dalam kondisi bisa saling menyapa dan bodohnya kamu malah ingin mempertemukan mereka, begitu."
"Ya saya juga gak tahu bos. Kalau tahu pun pasti saya gak bakalan pilih tempat itu."
"Ah dasar kamu saja yang tidak becus." Kesal Kama.
Kama mematikan panggilannya bersama Dirga. Kama kesal ia hendak masuk kembali ke ruang mereka tadi.
Saat hendak berjalan menuju ruang makannya tadi, Kama bertemu dengan si objek aduannya Dirga tadi.
"Kama." Juwita seperti terkejut melihat Kama ditempat yang sama dengan diriny.a
"Oh hai Juwi. Apa kabar?"
"Tentu baik. Kamu ada urusan apa disini." Tanya Juwita penasaran.
"Saya ada urusan dengan klien saya di dalam."
"Oh begitu. Setelah itu masih ada agenda lain kah Kama?"
Iya benar saya harus kembali kedalam. Lain kali kita bisa janjian lagi Juwita."
"Baiklah. Selamat malam Kama."
Juwita masuk kembali ke ruangannya.
Kama dilanda kegugupan pasalnya ia tidak mau mempertemukan Juwita dan Nirmala. Akan tidak baik jika mereka harus bertemu. Cukuplah Kama saja yang mengatur semuanya. Kama tidak akan membiarkan pertemuan antara Nirmala dan Juwita.
Kama masuk dan kembali duduk diseberang Nirmala.
"Sayang setalah ini kita langsung pulang ya." Ajak Kama.
"Kok cepat banget. Kamu gak ada kerjaan atau gimana gitu."
"Iya tadi Dirga bilang ada hal yang harus kami diskusikan. Aku butuh lihat dokumen di apartemen sayang."
"Oh baiklah. Kita pulang sekarang saja."
"Kamu sudah selesai."
"Udah sayang."
Kama mengajak Nirmala segera pergi meninggalkan tempat itu.
"Tapi aku izin ke toilet dulu sayang."
"Ia sayang. Aku tunggu disini kalau begitu."
Nirmala meninggalkan ruangan mereka.
Setelah menuntaskan buang kecilnya Nirmala mencuci tangan. Di saat itulah ia bertemu pandang dengan seorang wanita yang baru masuk toilet.
Keduanya bertemu pandang sejenak di cermin.
Perempuan itu terlihat sedang menerima telpon dari seseorang.
"Kayaknya dia memang sibuk, tadi aku bertemu dia disini lagi makan di restoran bersama kliennya."
......
"Ya. Aku sudah bertanya pada sekretarisnya itu agar bisa dijadwalkan bertemu."
......
"Aku semakin penasaran padanya. Ku pastikan dia akan menjadi milikku nanti."
......
"Apapun bisa aku lakukan Selena. Tunggu saja nanti. Pegang kata kataku ini." Sekali lagi pandangan Nirmala dan Juwita bertemu di cermin. Juwita terlihat sinis dengan respon Nirmala yang tersenyum padanya.
Nirmala memberi senyum pada Juwita namun itu adalah sebuah kesalahan. Hal itu hanya boleh terjadi di negara nya saja. Kini ia sedang di negeri orang. Sepatutnya Nirmala tidak perlu bersikap sopan begitu. Apalagi memberi senyum pada orang yang tidak dikenal. Disini tidak sama seperti budaya di Indonesia yang ramah. Disini akan dianggap aneh jika memberikan senyum pada orang yang tidak dikenal.
Nirmala bergegas menyelesaikan mencuci tangan dan pergi menuju ruang makan Nirmala dan Kama tadi.
"Sayang kita pulang." Ajak Nirmala. Ia sudah tidak nyaman berada ditempat itu.
"Ayo." Kama menggandeng Nirmala Keluar dari restoran.
Kama dan Nirmala keluar dari restoran. Kini keduanya sudah berada diparkiran menuju mobil milik Kama.
Keduanya segera memasuki mobil dan pergi dari tempat itu. Dalam hati ia merasa tenang telah membawa Nirmala pergi dari restoran itu.