NovelToon NovelToon
Bunga Kering Vs. Narsistik Gila

Bunga Kering Vs. Narsistik Gila

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pembaca Pikiran / Pelakor jahat
Popularitas:722
Nilai: 5
Nama Author: Tri Harjanti

Jarang merasakan sentuhan kasih sayang dari suami yang diandalkan, membuat Mala mulai menyadari ada yang tidak beres dengan pernikahannya. Perselingkuhan, penghinaan, dan pernah berada di tepi jurang kematian membuat Mala sadar bahwa selama ini dia bucin tolol. Lambat laun Mala berusaha melepas ketergantungannya pada suami.
Sayangnya melepas ikatan dengan suami NPD tidak semudah membalik telapak tangan. Ada banyak konflik dan drama yang harus dihadapi. Walaupun tertatih, Mala si wanita tangguh berusaha meramu kembali kekuatan mental yang hancur berkeping-keping.
Tidak percaya lagi pada cinta dan muak dengan lelaki, tetapi jauh di dasar hatinya masih mengharapkan ada cinta tulus yang kelak melindungi dan menghargai keberadaannya di dunia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Harjanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pacar Posesif

Braaak!

Mia membuka pintu kamar kasar. Mencebikkan bibir tanda jengkelnya sudah di ubun-ubun. Linang air mata menggantung sudah siap basahi pipi.

"Kenapa Mia?" Mala mencoba bertanya hati-hati.

Ayah dan Mala yang tengah berbicara sembari memandangi foto Almarhumah Mama, sedikit terkejut karena sikap Mia.

"Papah, pergi Mah!" serunya jengkel.

Mala menarik napas panjang. Menahannya begitu lama di dada, seolah saat mengembuskannya.. segala kepenatan dapat ikut tertarik keluar.

"Papah pamit ke mana, Nduk?" Kali ini kakek Mia ikut bertanya.

Mia hanya menggeleng. Menghampiri Mala dengan pandangan putus asa.

"Aku patah hati, Mah! Hatiku patah, Papah bikin aku kecewa," isak Mia tersedu-sedu.

"Main sama Kakek aja, yuk?" ajak kakek Mia.

"Nggak mau! Maunya Papah!"

Mia melompat ke atas kasur dan memukul-mukul bantal.

"Mia memang suka begini, biarin aja dulu!" tukas Mala pada ayahnya.

Pria tua itu hanya bisa menganggukan kepala dan segera keluar kamar.

Mala menatap Mia yang diliputi kecewa. Tadinya anak ini senang papahnya terus menemaninya. Soal nenek yang tiada, Mia sungguh belum memahami yang terjadi.

Mia memperhatikan wajah ibunya dan mengatakan, "Tadi Papah melihat ponselnya berkali-kali, lalu memutuskan untuk pergi setelah beberapa kali teleponnya berdering."

Dahi Mala berkerut, tanda tak senang. Sama seperti Mia.

Kira-kira ke mana perginya Bram, ya?

***

Peluh kembali membasahi keduanya—Nana dan Bram. Wanita berambut pirang itu tampak puas. Bukan saja hasratnya tersalurkan, tapi yang lebih penting ... dia merasa menang telah dapat memanggil Bram ke dalam mobilnya yang terparkir dekat rumah duka.

"Lain kali jangan begitu,aku sedang bersama keluargaku!" ujar Bram terlihat tidak senang.

Dibetulkan kancing celananya. Hatinya bergejolak, masih ada sisi lain di hatinya menyatakan tindakan yang dilakukan barusan, bukan dalam situasi tepat.

"Bermesraan pun harus melihat situasi, Nana. Bukan asal kau ingin kau dapat."

"Kalau aku harus dapat!" Nana jelas mengeyel. Dia bisa saja menggaet lelaki lain, dengan begitu mudahnya. Memang sudah dapat, segera setelah meninggalkan hotel tadi pagi saat janji temunya bersama Bram yang gagal.

"Tidak sopan kita melakukannya di mobil, di saat seperti ini." Bram masih risau. Orang-orang memang tidak berlalu lalang di sekitar Nana memarkir mobilnya. Wanita ini cukup lihai menyembunyikan dari jalan utama.

Nana berujar, "Aku hanya mau membuktikan apa uang yang kamu minta, benar untuk pemakaman Bram."

"Ya, tidak sepenuhnya. Tapi kan aku harus pegang uang di saat seperti ini, Na."

"Ya, dan aku langsung transfer kan? Lalu apa salah aku minta imbalan?" Nana mengerlingkan mata. Memainkan poni Bram sambil tertawa mengejek.

"Uang yang ku transfer ke kamu, seharusnya kugunakan untuk membayar pria pemuas nafsuku," bisik Nana setengah tertawa.

Bram meradang. Tapi tak berkutik. Jika Nana tidak memberinya uang, saat ini ia hanya lelaki bingung di tengah keramaian. Bram tak suka itu. Malu pada tetangga, pada orang tuanya sendiri. Walau hanya sebentar kehadirannya harus penting dan bermakna. Ini bukan demi Mala, apalagi mertuanya. Ini demi harga dirinya. Meskipun untuk itu, Bram merelakan dirinya diperbudak Nana.

"Aku tidak pernah melarangmu bersama pria lain!"

"Terserah aku mau dengan siapa, urusanmu hanya mematuhiku."

Nana tak mau dengar perkataan Bram lagi. Membungkam mulut Bram dengan gairahnya yang masih tinggi. Bram mual dan ingin mendorong tubuh Nana. Namun, diingatnya lagi uang yang tadi telah ia dapatkan.

Nana membujuk Bram untuk kembali ke hotel. Hatinya panas menyaksikan peran Bram seolah bersikap sebagai papah dari keluarga cemara.

"Aku sedang bersama anak-anakku, Na?" Bram memohon, tapi Nana tak mau dengar.

Jujur, ia juga sudah tidak selera menghabiskan malam bersama Bram. Nana hanya tak mau malam ini Bram menghibur istrinya yang tengah berduka.

Akan kulakukan segala cara, agar Bram dibenci oleh istrinya, bisik Nana dalam hati.

***

"Malam ini Papah tak pulang, ya?" tanya Mia berharap cemas.

Mala menggeleng. Tak tahu mesti menjawab apa. Intuisi wanita memperingatkan adanya ancaman. Tetap saja tak tahu apa.

Malam ini Mala dan ketiga anaknya menginap di rumah orang tua Mala yang hanya berjarak dua blok dari rumah kontrakan Mala.

Ada sedikit harapan, Bram telah pulang dan tertidur di rumah. Tetapi, sekali lagi kenyataan meruntuhkan harapan.

Sebuah pesan masuk terbaca. Ini dari Bram. Bunyi isi pesannya,-

Mah, aku tf sejumlah uang. Gunakan sebaik-baiknya. Aku ada kerjaan, jadi menginap di luar. Kamu dan anak-anak jangan sampai sakit.

Sebuah pesan manis yang dikirimkan Bram di jam 00.42 dan Mala membayangkan kira-kira apa yang dilakukan Bram sekarang ini. Mengapa tiba-tiba pergi, sekonyong-konyong mengirimkan uang. Padahal Mala sama sekali tak meminta. Yeah, sepatutnya orang yang berduka menyepi sejenak untuk waktu berdukanya. Tapi tak mungkin rasanya menolak orang-orang yang hadir yang ingin mendoakan Mama—sampai tujuh hari ke depan.

Tring!

Ada pesan masuk lagi. Kali ini laporan dari bukti transfer. Jumlahnya lumayan untuk digunakan Mala selama tujuh hari.

Entah harus lega atau kecewa respons Mala kepada Bram. Kesal ditinggal di situasi duka, atau sebetulnya kehadiran uangnya saja sudah cukup?

***

Tengah malam.Nana belum dapat memejamkan mata. Suara dengkuran Bram menggelegar memenuhi ruangan hotel yang teramat dingin. Tidak ada malam panas penuh keringat yang ia harapkan. Yang ada hanyalah, pria terkapar dengan mulut menganga.

Rasa sesal muncul di benak Nana. Jika tadi dia tak menuruti tingkah kekanakannya, tentunya sekarang ini berada dalam pelukan hangat seorang lelaki muda yang menawarkan jasa kasih sayang. Bukan bersama pria paruh baya yang mendengkur keras sekali.

Nana memperhatikan rupa Bram lamat-lamat. Garis-garis halus di sekitar kening dan sudut bibir mulai terlihat jelas.

Nana, jadi ingin memandangi pantulan wajahnya di cermin. Ia dan Bram dulu mantan kekasih di bangku sekolah. Puber ke dua dan hubungan saling menguntungkan mengikat keduanya.

Hanya saja, jiwa posesif Nana kadang muncul tak terkendali. Tadi sore, dari kejauhan ... Nana memandang iri ke arah istri Bram. Tidak perawatan, terlihat sederhana, tapi kulitnya masih kencang dan tampak muda.

Membandingkan sendiri dengan dirinya di cermin. Kulit yang menghabiskan puluhan juta perawatan muka dari klinik. Hanya terlihat putih saja, tak ada aura yang terpancar dari pipi yang merona atau wujud memikat seperti yang dimiliki istri Bram.

Huft, Nana mengeluh. Yang ia tahu istri Bram hanya lima tahun lebih muda dari Bram dan Nana.

Posesif berubah menjadi dengki. Nana ingin sekali membuat wajah Mala istri Bram suram dan tua.

Dihubunginya sekali lagi sebuah nomor yang lama tersimpan si kontak selulernya.

"Hallo, Mbah! Buat Bram mual melihat istrinya!"

Klek ... Telepon ditutup.

Nana tersenyum, satu permintaan telah dilayangkan. Dirinya sudah merasa puas membayangkan menginjak-injak kehormatan istri dari pria yang kini tengah tertidur di ranjangnya.

...ΩΩΩΩ...

1
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
Nurika Hikmawati
Semangat terus ya Mala... kamu pasti biaa bngkit
Nurika Hikmawati
gantian coba kamu yg di rumah Bram!
Nurika Hikmawati
ceritanya bagus, penulisannya enak dibaca.
Nurika Hikmawati
kasihan sekali mala... sabar ya mala
Nurhikma Arzam
agak seram ya boo
Nurhikma Arzam
curiga sama bram asem
Janti: emang asem sie dia
total 1 replies
Nurhikma Arzam
kereen nih semangat thor
Janti: makasih yaa
total 1 replies
Meliora
🥺 Drama ini sukses membuat saya terharu.
Janti: Makasih yaa👍
total 1 replies
Dulcie
Kisahnya bikin meleleh hati, dari awal sampai akhir.
Janti: makasih kk udah mampir👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!