Ratna yang tidak bisa hamil menjebak suaminya sendiri untuk tidur dengan seorang wanita yang tak lain adalah adik tirinya.
ia ingin balas dendam dengan adik tirinya yang telah merenggut kebahagiaannya.
akankah Ratna berhasil? atau malah dia yang semakin terpuruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadelisa dedeh setyowati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Air Mata Istri Yang Diabaikan 16
“Bagaimana persiapan pernikahan mas dan Andini?” tanya Ratna sembari mengikat dasi suaminya.
“Persiapan apa? Kami akan menikah secara sederhana, dek.” Ucap Bagas sambil mengerutkan kening.
“Tapi tetap saja itu Adalah sebuah pernikahan mas,” ujar Ratna menatap lembut ke suaminya. “Lagipula ini untuk yang pertama bagi Andini,” lanjutnya.
“Tapi pernikahan ini terjadi karena Andini hamil dek dan mas juga udah berulang kali tegaskan kalau mas ga mau menikah sebelumnya. Kalau bukan karena kamu – mas ga akan mau dek.”
“Tolong dek, kali ini kamu menerima permintaan Mas, biarkan kami menikah dengan sederhana. Cukup keluarga dekat saja yang tahu,” pinta Bagas sambil meraih tangan istrinya.
“Baiklah Mas, aku ga akan maksa. Tapi ada satu permintaanku Mas.”
“Apa dek? Apapun akan Mas kasih buat kamu,”
“Aku ga bisa hadir di pernikahan kalian,”
“Hlo? Kenapa?”
“Ga bisa Mas. Orang tua Andini tak akan rela kalau tahu anaknya adalah istri kedua,” Ratna mencoba menjelaskan.
“Tapi mas ga bisa menjalani ini tanpa kamu di sisi Mas, dek.”
“Mas, tolonglah ... aku dan Andini sudah sepakat,” ucap Ratna pelan, ia takut Bagas akan marah.
Dan benar saja.
“Tanpa melibatkan mas? Ko bisa sih,” Bagas kaget dengan ucapan Ratna
“Karena adek rasa mas pasti juga setuju,” sambung Ratna lirih
Bagas menghela nafasnya, “Yaudah kalau emang itu kemauan kamu dek,” kata Bagas akhirnya setuju dengan usul Ratna.
Ratna sudah selesai merapikan kemeja dan dasi Bagas dan bersiap mengantar Bagas ke depan rumah.
Sebelum masuk mobil Bagas berkata, “Dek, lain kali tolong apa-apa dibicarakan sama Mas. Mas ini suamimu,”
Ratna sedikit terperanjat, Bagas amat jarang menegurnya. Suaminya selalu berkata halus padanya.
Ratna merasa apa yang dilakukannya tidak salah, tapi ternyata Bagas tidak suka. Kalau dipikir-pikir Bagas ada benarnya.
Ia telah lancang membuat keputusan sepihak tanpa melibatkan suaminya. Wajar Bagas marah.
“Mas – mas marah?” tanya Ratna dengan sedikit berair.
Bagas menggeleng pelan, “Mas juga butuh dihargai dek,” ungkap Bagas.
Ratna terdiam beberapa saat, “Tapi Mas ....”
“Mas berangkat dulu ya,” pamit Bagas kemudian masuk mobil. Ia mengabaikan tangan Ratna yang terulur hendak berpamitan seperti biasanya.
Ratna benar-benar terkejut. Ini pertama kalinya Bagas mengabaikannya seperti ini. untuk sesaat Ratna berpikir, mungkin benar yang dia lakukan salah. Mungkin benar yang ia lakukan melukai Bagas sebagai kepala keluarga.
Ratna berencana untuk meminta maaf pada Bagas nantinya. Sambil membawakan bekal makan siang. Ya dia berencana memasak untuk Bagas sebagai tanda permintaan maaf.
Hari ini ia berencana bertemu dengan Andini, untuk membahas beberapa hal. Mereka akan bertemu di cafe jam 9 pagi setelah Ratna selesai dengan urusannya di rumah dan Bagas. Setelahnya dia akan belanja sebentar kemudian memasak makanan kesukaan Bagas. Udang saus asam manis.
Ratna baru saja selesai merias wajahnya dengan sedikit lip gloss saat ponselnya berbunyi, ia meraih benda pipih itu dan melihat nama Andini terpampang di layar.
“Ya halo Din,” ucap Ratna setelah mengusap layar hijau.
“Halo mbak, aduh maaf ya hari ini kita ga bisa ketemu. Aku ada urusan mbak,” jawab Andini di seberang sana.
“Ohh penting yaa urusannya?” tanya Ratna
“Iya mba, lumayan penting.” Kata Andini.
“Ya udah deh gapapa ... gaun mu gimana? Uda selesai kamu desain?”
“Hampir jadi mba,”
“Oh ok. Kita bisa atur waktu ketemu lain kali.”
“Ok makasih ya mba,” ujar Andini dengan riang.
“Iy –“
Klik! Telepon dimatikan sebelum Ratna selesai mengatakan kalimat terakhir. Entah perasaannya atau tidak, tapi ia merasa Andini sangat senang ketika ia setuju untuk menunda acara pertemuan mereka. Terdengar nada riang Andini saat Ratna setuju untuk membatalkan pertemuan mereka. Tapi Ratna tidak mau ambil pusing. Karena acaranya batal, ia memilih untuk pergi ke supermarket dan belanja beberapa bahan untuk membuat masakan kesukaan Bagas.
Tidak perlu waktu yang lama karena supermarket yang ditujunya dekat dengan rumah. Sesampainya disana ia mengambil troli dan berjalan perlahan di area seafood. Udara dari mesin pendingin serasa sejuk menyapu kulitnya. Di depan matanya nampak udang segar tertata rapi di atas tumpukan es. Kulitnya mengkilap dan ekornya melengkung kencang – pertanda masih sangat segar. Ratna membayangkan betapa manis rasa dari udang itu saat dimasak nanti.
“Tolong setengah kilo udang yang segar ya mas, sekalian tolong kupaskan dan bersihkan.” Pinta Ratna kepada petugas yang berdiri di balik meja.
“Baik Bu, tunggu sebentar.” Jawab petugas dengan senyuman yang ramah.
“Saya cari bahan lain dulu ya mas,” ucap Ratna
Ratna mendorong trolinya ke bagian sayuran. Matanya bertumbukan dengan sayur-mayur yang terlihat sangat segar. Tangannya dengan lincah memilih paprika merah dan hijau yang tampak menyegarkan mata, tak lupa bawang bombay berukuran besar dan seikat daun bawang. Semua bahan dipilih hati-hati seakan menjadi simbol niat tulusnya meminta maaf pada suaminya.
Saat belanjaan lengkap ia segera menuju kasir. Troli yang dibawanya terasa lebih ringan, bukan karena belanjaannya sedikit tapi karena hatinya lega. Dengan belanjaan penuh di tangan Ratna keluar dari supermarket dan pulang ke rumahnya.
Di rumah ia langsung memasak dengan penuh perhatian. Aroma bawang bombay yang harum memenuhi dapur. Udang yang berubah warna menjadi merah keemasan diselimuti saus asam manis yang kental dan wangi. Ratna menatanya rapi dalam wadah makan. Tak lupa ia taruh nasi hangat dan sedikit irisan nanas segar.
Menjelang tengah hari, Ratna bersiap berangkat. Ia mengenakan pakaian yang terbaik dan berias cantik. Juga tak lupa parfum favorit Bagas. Dalam hatinya ada rasa gugup sekaligus lega. Ia tak sabar melihat reaksi suaminya nanti.
“Semoga Mas Bagas suka sama masakan ku dan mau menerima permintaan maafku,” ucap Ratna sambil mengangkat rantang isi masakannya.
Jam menunjukkan pukul dua belas siang, Ratna tiba di kantor suaminya. Tangannya gugup menggenggam erat tas rantang berisi makan siang untuk suami tercintanya.
Sesampainya di lobi Ratna sempat ragu tapi ia tepis segala ketakutan dan kecemasannya.
Baru ia hendak melangkah sudut matanya menangkap sosok Andini. Ratna bermaksud memanggilnya saat ekor matanya melihat sesuatu yang di bawa Andini.
Rantang makanan!
‘Untuk apa Andini kesini, siapa yang dia bawakan makanan?’ Batin Ratna
Akhirnya Ratna memutuskan untuk mengikuti Andini walaupun Ratna sudah menduga akan kemana Andini melangkah. Dan benar saja, Andini berhenti tepat di depan pintu ruangan milik Bagas.
Ratna bisa melihat dari kejauhan Andini sempat ragu tapi kemudian dia mengetuk pintu ruangan Bagas dan masuk ke dalam.
Ratna mengikutinya dan di depan pintu yang sedikit terbuka Ratna bisa melihat aktivitas di dalam. Ia bisa mendengar percakapan antara Bagas dan Andini.
“Apa yang membuatmu kemari?” tanya Bagas dengan nada yang Ratna bisa dengar bahwa ia tidak suka.
“Aku kesini Cuma mau liat mas kerja,” jawab Andini dengan lembut.
“Aku disini bukan untuk dilihat, aku disini untuk kerja,” seru Bagas dengan sedikit kasar.
“Iya aku tahu, makanya aku kesini sambil bawain mas ini,” ucap Andini sambil meletakkan rantang ke atas meja Bagas. “Semoga mas suka,” imbuh Andini.
“Apa ini?”
“Makan siang buat Mas Bagas,” jawab Andini, “Udang asam manis. Kesukaan Mas,” sambungnya dengan riang.
Baik Bagas maupun Ratna sama-sama terperanjat.