Carmen melakukan hal paling nekat dalam hidupnya, yakni melamar Zaky. Tak disangka Zaky menerima lamarannya. Selain karena tak tega membuat Carmen malu, Zaky juga punya tujuan lain yakni mendekati Dewi kakak ipar Carmen.
Pernikahan terpaksa pun dijalankan oleh Zaky namun Carmen merubah sikap manjanya dan membuktikan kalau ia layak dicintai. Bagaimana Carmen berjuang mempertahankan cintanya sementara ada lelaki baik yang menunggu jandanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memakai Topeng
Carmen
Aku berpura-pura tersenyum saat hatiku terluka. Aku berakting untuk menyembunyikan semua rasa sakitku.
"Kak, Mas Zaky mana? Abi mau bicara!" kataku dengan sikap riang seperti biasa.
"A-da. Itu!" Kak Dewi menunjuk Mas Zaky yang terlihat terkejut melihatku. "Kamu sejak kapan ada di sini?!" tanya Kak Dewi lagi.
"Baru aja. Aku dari tadi ngobrol sama Abi." kataku menyembunyikan rasa sakit dengan tersenyum dan bertindak seolah tak tahu apa-apa. "Mas, ayo! Abi udah nunggu!"
"Eh iya!" Mas Zaky pergi meninggalkanku dan Kak Dewi yang terus menatapku seolah mencari tahu kejujuranku.
"Beneran kamu baru datang?" kakak iparku ini terlihat begitu mengkhawatirkanku. Betapa baiknya dia. Ingin rasanya aku memeluk dan menangis dengan kencang namun aku memilih untuk menyembunyikan air mataku dan menggantinya dengan senyuman lebar.
"Iya, Kak. Memang ada apa sih? Ayo, Kak Dewi sama Mas Zaky lagi ngomongin aku ya?!" kataku sambil tersenyum riang seperti biasa.
"Eng-enggak, kok. Ayo kita turun! Biar ikutan gabung sama Abi ngomongin bisnis." ajak Kak Dewi.
"Aku nyusul ya Kak. Mau pipis dulu!" kataku berbohong.
"Oke. Aku duluan ya, Baby!"
Sehabis Kak Dewi turun, aku masuk ke dalam kamar dan menahan tangisku. Aku rasanya mau menangis seraya berteriak histeris karena rasa sakit yang kurasakan tapi aku harus menahannya. Sekali air mata ini menetes maka akan sulit aku hentikan.
Jadi selama ini Kak Zaky menjalani pernikahan denganku karena terpaksa? Karena ia mau lebih dekat lagi dengan Kak Dewi? Karena ia mencintai Kak Dewi?
Bodoh sekali aku!
Dasar Carmen bodoh!
Aku pikir ia juga mencintaiku! Aku bahkan sampai menggodanya agar meniduriku! Bodoh! Carmen bodoh!
Air mata mulai menetes namun aku akan menahannya. Aku tak mau kedua orang tuaku tahu betapa sakit hatinya putri kesayangan mereka. Aku tak mau Mas Zaky tahu kalau aku mengetahui apa rencananya.
Aku mencuci wajahku dan memasang wajah ceria. Bergabung dengan keluargaku, mengobrol sampai malam dan kami harus pamit pulang.
"Mas Zaky mau aku tidur di kamar Mas Zaky atau aku tidur di kamarku saja?!" tanyaku dengan nada datar.
"Tumben kamu nanya?! Biasanya juga langsung pindah ke kamar aku?!" tanyanya.
"Aku yang mau bekerja semalaman. Mau fokus mengerjakan bisnis Mommy. Aku enggak mau ganggu Mas. Hmm... Aku tidur di kamarku aja ya!" kataku beralasan. Padahal aku mau menangis sampai puas.
"Oke. Terserah kamu aja!"
"Maaf ya Mas kalo berisik. Aku kalau fokus kerja suka nyetel musik kencang. Mas kalau mau sesuatu ambil sendiri ya!"
"Oke!"
Aku pun masuk ke dalam kamar. Menyetel musik rock agak kencang dan menangis sampai puas. Aku merutuki kebodohanku. Aku menyesali keputusanku. Aku menangis terus sampai kurasa air mataku kering dan aku jatuh tertidur.
Keesokan harinya aku terbangun dengan mata bengkak sehabis menangis semalaman. Musik rock masih memutar dengan kencang. Aku mendengar ketukan di depan pintuku namun aku acuhkan. Mungkin Mas Zaky membangunkanku untuk menyuruhku menyiapkan sarapan.
Aku tak peduli. Aku sholat subuh dan memakai masker mata. Sudah cukup menangisnya. Aku akan mengompres mataku dan pergi bekerja.
Aku berangkat kerja dengan memakai make up, tak mau Kak Dewi mencurigai mataku yang masih sedikit bengkak. Aku langsung ke cafe atas dan memeriksa laporannya. Aku akan menjadi seperti Kak Dewi, yang fokus bekerja demi menutupi kesedihannya.
"Sibuk bener deh bidadari satu ini?! Khayangan sepi tuh, bidadarinya sibuk bekerja sendirian!" goda Bahri yang dengan cueknya menarik kursi dan duduk di depanku.
"Bisa aja kamu! Gimana wisuda? Udah beres?" Bahri adalah anak yang cerdas. Meski kuliah telat namun dia bisa selesai lebih cepat karena kepintarannya.
"Udah dong! Mau lihat enggak? Ganteng loh aku di foto wisuda!" pamernya membuatku tersenyum mendengar kesombongannya.
"Masa sih? Coba aku lihat!"
Bahri mengeluarkan Hp miliknya dan menunjukkannya padaku. "Tuh ganteng kan?!"
"Iya deh yang ganteng! Habis ini mau bekerja dimana?!" tanyaku seraya mengembalikan Hp miliknya.
"Bingung nih milih yang mana. Ada tawaran dari beberapa perusahaan sedang aku pertimbangkan. Malah ada yang langsung mengutus aku ke Yogyakarta buat tugas. Cuma beberapa bulan sih. Jabatannya juga oke."
Mendengar kata Yogyakarta tiba-tiba aku ada ide. Aku butuh healing dari rasa sakitku namun aku juga harus bekerja. Kebetulan Mommy akan buka cafe di Yogyakarta dalam waktu dekat.
"Terima aja! Aku juga akan ke Yogyakarta kok! Nanti kamu temenin aku selama di sana, gimana?" tanyaku dengan penuh semangat.
"Serius? Ngapain kamu ke Yogyakarta?"
"Aku megang cafe Mommy mulai sekarang. Sebagian sih, sisanya dipegang Abang. Aku kebagian ngurusin pembukaan cafe baru di sana. Gimana, mau enggak?!" ajakku. Setidaknya ada satu sahabatku di sana. Bahri orangnya asyik pula.
"Boleh. Oke nih, aku iyain ya tawaran kerjanya!"
"Iya!"
****
Aku sibuk dengan pekerjaanku dan pulang ke rumah sekitar jam 10 malam. Nampak Mas Zaky sedang menggoreng telur untuk menu makan malamnya.
"Kok kamu pulang malam sekali sih?!" protesnya.
"Banyak kerjaan, Mas." jawabku singkat seraya masuk ke dalam kamar. Aku tak mau banyak bicara lagi. Aku mau menutup lukaku dengan kesibukan sampai akhirnya aku berada di titik dimana aku tak tahan dengan semuanya.
Selesai mandi dan mengolesi tubuhku dengan body lotion, aku mendengar ketukan di pintu kamarku. Mas Zaky berdiri dan kubukakan pintu kamarku agar ia bisa melihat tumpukan file yang sedang aku kerjakan.
"Kamu sibuk sekali?"
"Begitulah, Mas." jawabku dengan dingin.
"Oh iya, aku udah transfer ya untuk uang jajan dan belanja."
Cih, uang jajan! Itu uang suap agar kamu bisa dekat dengan Kak Dewi, Mas. Bukan nafkah buatku.
"Iya. Makasih, Mas. Ada perlu apa lagi ya?!" tanyaku semakin dingin saja.
"Enggak ada. Selamat tidur, Baby."
"Selamat tidur, Mas."
Aku tutup pintu dan tanpa aku suruh air mataku mulai turun. Rasanya sakit. Apa sesakit ini rasanya mencintai seseorang? Apa aku memang terlalu memaksakan keinginanku?
Aku akan menyembunyikan semuanya. Mas Zaky tak akan tahu kalau aku sudah mengetahui semuanya.
Aku pun melakukan tugasku. Menyiapkan sarapan lalu bersiap ke ruko. Mas Zaky menawariku untuk mengantar sampai ke ruko. Aku tahu itu hanya akal-akalannya saja untuk bertemu Kak Dewi. Aku menolaknya. Aku bilang kalau aku akan bawa mobil sendiri karena akan visit ke beberapa cafe.
Mas Zaky terlihat kecewa. Syukurin! Pasti Mas enggak bisa ketemu Kak Dewi bukan? Rasakan!
"Kak, Bahri mana?" tanyaku pada Kak Dewi saat berada di ruko.
"Bahri udah mulai kerja, Baby. Memang kamu enggak dikasih tau? Udah berangkat ke Yogyakarta. Cuma sebentar sih ditempatin di sana. Kayak kasih ujian praktek gitu ke anak baru sebelum ditempatkan di kantor pusat."
"Oh gitu. Oke deh, Kak. Makasih infonya."
Bahri sudah ke Yogyakarta, kini saatnya aku meninggalkan Jakarta yang sumpek dan menyesakkan ini.
"My, aku akan pergi ke Yogyakarta minggu ini. Aku yang akan pegang cabang Yogyakarta mulai sekarang!"
****
duda kesepian gagal move on smoga bisa rujuk yaa😃😃
terima kasih ya kak, Saya suka ❤️❤️❤️❤️
udah duluan baca kisahnya Djiwa 😍😍😍😍
50 ribuan satu orang 😂🤣