NovelToon NovelToon
Manuver Cinta

Manuver Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Balas Dendam / CEO / Dark Romance
Popularitas:590
Nilai: 5
Nama Author: _Luvv

Pernikahan tanpa Cinta?

Pernikahan hanyalah strategi, dendam menjadi alasan, cinta datang tanpa di undang. Dalam permainan yang rumit dan siapa yang sebenernya terjebak?

Cinta yang menyelinap di antara luka, apakah mereka masih bisa membedakan antara strategi, luka, dendam dan perasaan yang tulus?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _Luvv, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 15

"Mendingan lo pulang deh," usir Diandra, suara dinginnya terdengar memaksa. Sebenarnya, ia sendiri heran apa yang barusan ia pikirkan sampai bisa mengizinkan Lingga masuk ke apartemennya… bahkan sampai mereka makan bersama.

Lingga menarik napas pelan. "Saya pulang," ucapnya, nada suaranya patuh tapi juga berat. Ia menambahkan, "Terima kasih untuk kopi dan makanannya," sebelum akhirnya bangkit dari duduknya.

"Hm." Diandra hanya bergumam, tak menoleh, pura-pura sibuk menatap mangkuk mie instan yang sudah tandas.

Lingga melangkah menjauh, namun berhenti sejenak. Tatapannya jatuh pada Diandra yang masih menunduk, pura-pura tak peduli. Padahal, wajah dingin itu justru membuat dadanya semakin sesak.

Ia menghela napas kasar, lalu meraih handle pintu apartemen. "Saya pamit."

Tentu saja Diandra mendengarnya. Apartemen kecil ini tak memungkinkan satu suara pun luput dari telinganya. Tapi ia memilih mengabaikan.

"Dasar cowok brengsek," gumamnya kesal, sambil mengumpulkan mangkuk bekas makan mereka ke wastafel. Padahal, hatinya sendiri tidak seratus persen setuju dengan umpatan itu.

Ia mencoba meyakinkan diri. Semua ini hanya tentang batas, tentang rencana yang sudah ia susun dengan rapi dan tak boleh berantakan. Namun, kenapa semakin hari justru semakin banyak hal yang menggoyahkan benteng pertahanannya?

"Ah, entahlah. Lama-lama gue pusing," rutuknya sambil mengusap wajah sendiri.

Dan tepat saat itu, dua lengan melingkar erat di pinggangnya. Diandra terdiam, matanya membesar. Degup jantungnya melonjak kencang.

Ia cepat berbalik. "Lo… apa-apaan sih?"

"Sebentar saja," suara Lingga rendah, serak. Ia kembali menarik Diandra ke dalam pelukannya, dagunya bertengger di atas kepala gadis itu.

Awalnya Diandra kaku, bingung. Tapi napas Lingga yang berat membuatnya sadar jika Lingga sedang tidak baik-baik saja.

"Lo kenapa?" tanyanya pelan, masih dalam dekapan. Tangan Diandra menggantung di udara, tak berani membalas. Ia sendiri belum mengerti arti dari pelukan ini.

Lalu suara Lingga pecah dalam lirih, "Besok kita menikah… jangan marah sama saya."

Diandra menegakkan kepala, menatap wajah Lingga dengan alis berkerut. "Jangan ngaco, deh. Kita nikah juga terpaksa, kan?"

Alih-alih tersinggung, Lingga justru terkekeh kecil. "Iya, memang karena kesepakatan. Tapi jangan lupa… ada takdir juga yang bawa kita sampai tahap ini."

Kali ini, Diandra tak bisa membantah. Mau tidak mau, sebagai orang yang beriman ia percaya, tidak ada satu hal pun terjadi tanpa campur tangan Sang Pencipta.

"Gue ganggu ya?" suara lain tiba-tiba terdengar dari arah pintu, membuat Diandra refleks mendorong tubuh Lingga dan menoleh.

"Ca…" ucapnya kaku, wajahnya jelas berubah canggung.

Marissa berdiri di ambang pintu dengan senyum meringis, dua kantong belanja di tangannya. "Maaf, gue cuma pengen ngerayain malam terakhir lo sebelum jadi istri orang."

"Ah… iya," Diandra semakin salah tingkah, menunduk.

Lingga hanya menatap sekilas, bibirnya melengkung dalam senyum samar melihat perubahan ekspresi Diandra. "Saya pulang. Sampai ketemu besok," ucapnya, lalu mendekat. Tanpa banyak basa-basi, ia mengecup singkat puncak kepala Diandra.

Waktu berhenti sejenak. Diandra membeku, matanya membesar, tubuhnya kaku tak tahu harus bereaksi bagaimana. Ia hanya bisa menatap punggung Lingga yang perlahan menjauh meninggalkan apartemen.

Marissa berdiri di belakang, menahan senyum geli. Begitu pintu apartemen tertutup, ia langsung menyenggol bahu Diandra dengan nada menggoda.

"Ciyeee… abis dipeluk, sekarang dapet kecupan di kepala segala."

Diandra refleks menatap Marissa dengan wajah bingung. "Ca, gue tadi… kenapa sih? Rasanya kayak mimpi."

"Ya lo barusan dipeluk sama Lingga, terus dia nyium puncak kepala lo. Gue liatnya sih… sweet banget." Marissa terkekeh sambil meletakkan dua paperback yang ia bawa ke meja makan.

"Lo emang udah sedekat itu sama Lingga?" tanyanya kemudian, masih penasaran.

"Enggak!" Diandra buru-buru menjawab, nadanya meninggi seolah ingin meyakinkan. "Gue aja benci sama dia."

Marissa mengangkat alis, tersenyum penuh arti. "Benci bisa jadi cinta, Ra. Lo hati-hati, tuh." Ia mulai mengeluarkan camilan dari kantong belanja, berniat menemani malam terakhir sahabatnya sebelum berubah status.

Diandra menghela napas panjang, lalu bersandar di kursi. "Ca… gue rasa ada yang beda sama Lingga."

Kali ini Marissa menghentikan tangannya yang tengah membuka bungkus keripik. Tatapannya berubah serius, meneliti wajah Diandra. "Apa maksud lo?"

"Entahlah," Diandra menunduk, menggenggam jari-jarinya sendiri. "Cara dia dapetin gue memang salah, tapi… ada sesuatu yang bikin gue nggak bisa berhenti mikirin dia."

Marissa mengangguk pelan. "Gue juga bisa liat itu. Dia bukan sekadar main-main, Ra. Gue yakin… Lingga emang beneran cinta sama lo."

Kata-kata itu membuat Diandra terdiam. Dadanya sedikit sesak. Ia tahu Marissa mungkin ada benarnya, tapi ia juga sadar dirinya punya tujuan lain dalam pernikahannya.

Ia menatap kosong ke arah meja, suaranya lirih. "Tapi gue harus fokus sama tujuan gue, Ca. Soal perasaan… mungkin nanti aja."

____

"Apa spesialnya perempuan itu, sampai kamu berani membantah ayahmu sendiri?" tatapan Yudhistira tajam menusuk Lingga, putra sulung yang selama ini ia harapkan bisa menjadi penerusnya. Namun kini, harapan itu terasa rapuh ketika Lingga justru memilih menikahi putri dari orang yang ia anggap musuh.

"Kalau tujuanmu menikahi dia untuk membalaskan dendam keluarga kita, Ayah dukung," lanjut Yudhistira, nada suaranya dingin sekaligus penuh tuntutan.

Lingga mengangkat kepalanya, menatap ayahnya dengan sorot mata penuh ketegasan. "Dia tidak ada sangkut pautnya dengan dendam itu."

Tawa kecil lolos dari bibir Yudhistira, getir namun sinis. "Ayah tidak yakin. Kamu bukan tipe orang yang melakukan sesuatu tanpa alasan, Lingga." Ia mengenal putranya lebih baik daripada siapa pun. Namun, alasan di balik pilihan Lingga kali ini masih menjadi teka-teki baginya.

"Saya datang ke sini bukan untuk memperdebatkan calon istri saya," ucap Lingga tegas, suaranya menahan emosi. "Saya hanya ingin mengundang kalian."

Gayatri, yang sedari tadi diam, menatap putranya dengan lembut. "Ibu akan datang," ujarnya pelan, seakan ingin meredam bara di antara ayah dan anak itu.

Lingga mengangguk singkat. "Saya pamit." Ia bangkit, tanpa memberi kesempatan untuk perdebatan lebih jauh, lalu melangkah keluar dari rumah yang dulu pernah ia tinggalkan.

Sudah sepuluh tahun Lingga menjauh dari tempat ini. Sepuluh tahun pula ia memilih hidup sendiri, jauh dari bayang-bayang Yudhistira. Setiap kali kembali, yang tersisa hanyalah luka lama dan pertengkaran yang tak pernah selesai.

Jika bukan karena ibunya, mungkin Lingga sudah benar-benar pergi dan memilih tak pernah lagi berurusan dengan ayahnya sendiri.

"Kamu terlalu keras pada Lingga," ucap Gayatri lembut, menatap suaminya dengan sorot mata yang penuh teguran.

Yudhistira menghela napas berat, wajahnya tegang dipenuhi rasa frustrasi. "Karena dia satu-satunya harapan kita, Gayatri," suaranya serak, mengandung emosi yang sulit disembunyikan. "Tapi apa yang dia lakukan? Dia mengabaikan aku. Bahkan tanpa restu sekalipun… dia tetap memilih menikahi perempuan itu."

Nada Yudhistira pecah di akhir kalimat, antara amarah dan kekecewaan yang bercampur jadi satu.

Gayatri hanya bisa menatapnya dalam diam. Ia tahu, di balik kekerasan hati Yudhistira, tersembunyi ketakutan seorang ayah yang tak ingin kehilangan putranya, meski caranya salah.

1
Erika Solis
Duh, sakit banget hatiku. Terharu banget sama author!
Isolde
🙌 Suka banget sama buku ini, kayaknya bakal aku baca lagi deh.
Madison UwU
Gak sabar lanjut baca!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!