NovelToon NovelToon
My Man

My Man

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Percintaan Konglomerat / Obsesi / Persahabatan / Romansa
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: widyaas

Karena mantan pacarnya, di mata Elizabeth semua pria itu sama saja. Bahkan setelah putus, dia tidak ingin menjalin hubungan asmara lagi. Namun, seorang pria berhasil membuatnya terpesona meski hanya satu kali bertemu.

"Aku tidak akan tertarik dengan pria tua seperti dia!"

Tapi, sepertinya dia akan menjilat ludahnya sendiri.

"Kenapa aku tidak boleh dekat-dekat dengannya? Bahkan tersenyum atau menatapnya saja tidak boleh!"

"Karena kamu adalah milik saya, Elizabeth."

⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Hwara berdiri saat pintu ruangan terbuka. Sedari tadi dia memang menunggu kedatangan Altezza.

Melihat seorang perempuan di dalam ruangannya, Altezza tidak langsung masuk, dia menatap tajam Hwara.

"Al, kita harus bicara." Hwara mendekati Altezza mencoba menggapai tangannya, tapi Altezza lebih dulu menepis.

"Apa kurang jelas perkataan ku kemarin?" desisnya.

Hwara menatap sendu pria di hadapannya. "Tapi, kamu harus dengar penjelasanku lebih dulu, Al, please ...," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

"Apa yang harus didengarkan?" Altezza memijat pelipisnya yang berdenyut. Dia benar-benar malas meladeni perempuan di hadapannya ini.

"Semuanya sudah jelas. Sekarang, pergilah." Altezza melangkah menuju meja kerjanya, tapi Hwara terus mengikuti, dan hal itu membuat Altezza emosi.

"Al, tunggu—"

"PERGI!" bentak Altezza tak tertahan. Matanya menyorot tajam ke arah Hwara yang mulai ketakutan.

"Altezza ...," lirih Hwara. Dia menangis, sedih sekali karena Altezza sudah berubah. Pria itu bahkan tak ragu untuk membentak nya.

Karena takut Altezza semakin tak terkendali, Hwara pun segera keluar dari sana dengan air mata mengalir deras.

Elizabeth yang sedari tadi menguping dari ruangannya pun muncul. Dia menyembulkan kepalanya di sela pintu terbuka, matanya memicing melihat Hwara pergi dengan langkah tergesa.

Dia berdecak, merasa miris dengan nasib Hwara. "Kasihan sekali ... kenapa dia mau bertunangan dengan siluman harimau?" Ia mendengus lalu kembali masuk ke ruangan. "Kalau aku jadi dia, aku akan mencari pria yang lebih tampan dibandingkan si tua itu," gumamnya semakin kurang ajar.

Eliza duduk di kursi sambil meminum kopinya dengan santai. "Huft ... lihat saja, sebentar lagi dia pasti akan memanggilku, 'Elizabeth, buatkan saya kopi'. Oh, atau 'Elizabeth! Laporannya salah! Perbaiki sekarang!'" Dia terkikik memikirkan hal itu.

"Elizabeth!"

"Yups! Benar sekali tebakan ku!" kata Eliza saat mendengar auman Altezza. Ruangan mereka memang ber-dempet, wajar saja kalau Eliza mendengar panggilan dari Altezza.

"Baiklah, apa lagi kali ini?" gumam Eliza seraya berjalan ke luar, menuju ruangan Altezza.

"Ada yang bisa saya bantu—" Eliza tak melanjutkan ucapannya saat melihat Altezza lemas di kursinya. Buru-buru gadis itu mendekati sang bos, tangannya reflek memegang pundak kekar Altezza.

"Pak, kenapa?!" tanyanya dengan khawatir. Raut wajahnya semakin khawatir saat Altezza seperti sesak nafas sambil memegangi dadanya.

"Tolong a-ambilkan ...." Altezza menunjuk laci meja, dan Eliza langsung bergerak mengambil sesuatu dari sana, ternyata inhaler. Ia pun membantu Altezza menghirup inhaler tersebut.

"Pelan-pelan ... tarik nafas, buang perlahan ...," intruksi nya sembari mengelus punggung lebar sang bos. Satu fakta yang Eliza baru tau, Altezza memiliki penyakit asma, dia pikir bosnya ini adalah orang yang kuat dan tahan banting, tapi ternyata bisa sakit juga ya.

"Sudah baik?" tanya Eliza memastikan. Altezza hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi sambil memejamkan mata.

Melihat ada dispenser di sudut ruangan, Eliza pun segera mengambilkan air untuk Altezza.

"Minum dulu, Pak," katanya.

Lagi-lagi Altezza menurut, dia menerima segelas air itu dan meneguknya hingga tandas.

Sedangkan Eliza hanya diam di samping Altezza, memperhatikan wajah pucat pria itu. Kalau seperti ini, wajah Altezza terlihat lebih ramah, dan rapuh, tidak seperti monster.

"Oh iya, saya lupa! Tunggu sebentar." Eliza langsung berlari ke luar ruangan untuk mengambil bekal Altezza yang belum sempat dia berikan tadi. Tak lama kemudian Eliza kembali dengan membawa tas bekal berwarna cream.

"Lebih baik Bapak makan dulu, setelah itu minum obat. Saya tidak mau ya, kalau Pak Al is dead, soalnya saya tidak siap jika harus ganti bos baru," celoteh Eliza seraya membuka kotak bekal.

Bukannya marah, Altezza malah biasa saja, matanya menatap lapar ke arah rendang yang ada di tempat bekal.

"Awalnya saya tidak mau buat bekal untuk Bapak lagi, tapi mama terus memaksa, jadi ya begitu ...," lanjut Eliza. Dia mempersilahkan Altezza untuk makan. "Bekal hari ini masakan mama saya, next saya masak untuk Bapak, kalau tidak malas, ya, hehehe ...."

Gadis itu benar-benar asik sendiri, padahal Altezza tidak terlalu menghiraukan dan malah memilih menyantap makanan tersebut.

"Saya ambil obat di ruang kesehatan dulu!" Tanpa menunggu balasan Altezza, Eliza segera pergi dari sana.

Memastikan pintu sudah tertutup rapat, Altezza mengambil ponselnya untuk menghubungi Baskara. Mulutnya terus mengunyah makanan dari Elizabeth.

"Jika ada yang ingin bertemu dengan saya, katakan kalau saya sedang tidak bisa ditemui."

"Baik, Pak."

Setelahnya Altezza langsung mematikan sambungan. Keadaanya tidak memungkinkan untuk konsentrasi. Akhir-akhir ini asma nya kambuh, rasanya sakit sekali. Dan itu semua karena mantan tunangannya. Altezza tidak bisa mengontrol emosi jika bertemu dengan Hwara.

Elizabeth masuk setelah mengetuk pintu, dia membawa obat di tangannya.

"Setelah makan, minum obatnya, Pak. Kata dokter, harus minum air hangat juga," ujar Eliza, dokter yang dimaksud adalah dokter yang berjaga di ruang kesehatan. Di kantor memang ada ruang kesehatan, jadi jika ada karyawan yang sakit, bisa minta obat ke sana atau mendapat pertolongan pertama.

"Saya ada minta kamu untuk mengambil obat?"

Pertanyaan Altezza membuat Eliza mengerutkan keningnya. "Memangnya kenapa? Saya ini adalah sekretaris yang baik, Pak, jadi saya berinisiatif untuk membantu Pak Al."

"Saya tidak suka obat."

Eliza mendengus. "Seperti anak kecil saja," gumamnya, tapi Altezza masih bisa mendengar ucapannya, namun pria itu lebih memilih diam dan fokus pada suapan terakhir.

"Sudah? Ayo, sekarang minum obatnya." Tanpa persetujuan Altezza, Eliza membuka bungkus obatnya.

"Kamu saja yang minum," balas Altezza.

"Mana bisa begitu?! Pokoknya Bapak harus minum obatnya supaya sembuh dan tidak gampang kambuh lagi!"

"Saya bilang, saya tidak mau, Elizabeth." Altezza menatap datar sekretarisnya.

Elizabeth mendessah kasar. "Kalau sakit siapa yang akan repot? Siapa yang akan membantu Bapak mengambilkan inhaler? Kalau sakit itu pasti akan merepotkan orang lain, Pak! Memangnya Pak Al mau merepotkan orang lain?"

Altezza mengendikkan bahunya acuh. Dia malah menunjuk kotak bekal yang sudah kosong, seolah menyuruh Eliza agar membereskan semuanya.

"Ayo, minum dulu. Sebagai seorang seorang sekretaris, saya harus memperhatikan kesehatan bos saya. Kalau Bapak is dead, tidak ada yang menggaji saya lagi." Eliza menyodorkan dia kapsul obat pada Altezza.

"Pak!" kesal Eliza karena tidak dihiraukan.

"Silakan keluar, tugas kamu sudah selesai." Altezza menunjuk pintu keluar dan hal itu membuat Eliza geram.

"Saya tidak akan keluar sebelum Bapak minum obat!" tekannya. Bukan apa-apa, Eliza hanya menjalankan tugas seorang sekretaris. Kalau Altezza sakit, siapa yang akan menghadiri rapat penting? Siapa yang akan ke LA untuk menjenguk proyek mereka? Jadi, sikap Eliza termasuk sikap hormat pada atasan.

"Mau dihancurkan saja? Saya hancurkan sekarang obatnya, ya?"

"Tidak."

"Pak!"

"Silakan keluar, Elizabeth."

Karena sudah geram, Elizabeth pun mendorong tubuh Altezza hingga pria itu terhempas di sandaran kursi, tanpa ragu paha Eliza menekan paha Altezza dan mencengkram dagunya, memaksa agar obat tersebut bisa masuk ke dalam mulut.

"Buka!" tekan gadis itu.

"Jaga sikap kamu, Elizabeth!" desis Altezza. Dia berusaha menjauhkan tubuh Eliza, tapi ternyata tenaga sang sekretaris lumayan kuat.

"Aaaa, cepat buka mulut!" intruksi Eliza.

"Jang—"

"Hap! Telan! Ini minum airnya, cepat!" Eliza buru-buru menyodorkan air saat obatnya berhasil masuk.

"Nah! Tugas saya selesai!" Dia tersenyum lebar, ketika hendak beranjak, pinggangnya langsung ditahan Altezza, hal itu membuat Eliza tegang, apalagi saat melihat raut wajah Altezza yang menyeramkan.

"Lancang sekali," desis Altezza.

Bersambung...

1
yourheart
kawal sampe nikahhh🤭🤭
yourheart
luar biasa
vj'z tri
🏃🏃🏃🏃🏃🏃 kaborrrrr 🤣🤣🤣
vj'z tri
semalam aku mimpii mimpi buruk sekali ku takut berakibat buruk pula bagi nya ,kekasih ku tercinta yang kini di depan mata asekkk 💃💃💃
vj'z tri
walaupun sedikit kan judul nya tetap terpesona aku Ter pesona memandang memandang wajah mu yang ganteng 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
dyarryy
mumpung hari senin, yuk vote dulu🥰🥰
vj'z tri
jangan menilai dari cover nya pak bos 🤭🤭🤭
vj'z tri
byar koe ndok 🤣🤣🤣🤣🤣🤣 gak boleh bawa contekan kah 🤗🤗🤗
vj'z tri
😅😅😅😅😅😅😅😅😅sabar sabar sabar
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 aku hadir Thor bpembukaan yang kocak
yourheart
lanjutttt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!