Leon Harrington seorang hakim yang tegas dan adil, Namun, ia berselingkuh sehingga membuat tunangannya, Jade Valencia merasa kecewa dan pergi meninggalkan kota kelahirannya.
Setelah berpisah selama lima tahun, Mereka dipertemukan kembali. Namun, situasi mereka berbeda. Leon sebagai Hakim dan Jade sebagai pembunuh yang akan dijatuhkan hukuman mati oleh Leon sendiri.
Akankah hubungan mereka mengalami perubahan setelah pertemuan kembali? Keputusan apa yang akan dilakukan oleh Leon? Apakah ia akan membantu mantan tunangannya atau memilih lepas tangan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Jade duduk di dalam sel sempit itu, punggungnya bersandar pada dinding dingin. Matanya kosong menatap tembok di hadapannya, tetapi pikirannya justru dipenuhi oleh bayangan masa lalu—kenangan manis yang telah berubah menjadi luka yang menganga.
Di benaknya, wajah mantan tunangannya muncul dengan jelas. Setiap kata yang pernah diucapkan pria itu masih bergema di dalam kepalanya, seakan mengejeknya tanpa henti. Jade menggigit bibirnya, menahan getir yang kembali menguasai hatinya. Bayangan pria itu bersama wanita lain di rumahnya. terus menghantui pikirannya.
"Kau mengkhianatiku, dan aku pergi," batinnya getir. "Setelah pergi, aku kehilangan kakakku. Luka lama yang kau berikan begitu membekas di hatiku, sehingga aku tidak bisa melupakan rasa sakit ini. Kini, lukaku makin dalam karena kehilangan orang yang paling aku percaya. Lantas, siapa lagi yang harus aku percaya? Kakak, tunggu aku di sana. Aku akan segera menyusulmu!"
Suaranya bergetar dalam hati, tetapi air matanya tak lagi jatuh. Ia sudah terlalu lelah untuk menangis.
Tiba-tiba, langkah kaki terdengar mendekat. Suara sepatu beradu dengan lantai beton yang dingin, hingga akhirnya berhenti tepat di depan selnya.
"Jade Valencia, keluargamu datang ingin menemuimu," suara seorang polisi memecah kesunyian.
Jade menghela napas, lalu mengangkat kepalanya. Tatapannya tajam, penuh keteguhan yang tak tergoyahkan.
"Aku menolak bertemu!" suaranya tegas, nyaris tanpa emosi. "Suruh mereka tidak perlu datang lagi. Aku telah melakukan tugasku. Membalas dendam atas kematian putri kesayangan mereka. Dan… aku telah membayar hutangku pada mereka juga."
Polisi itu terdiam sesaat sebelum akhirnya melangkah pergi. Jade kembali bersandar ke dinding, kali ini matanya terpejam.
Gedung Kehakiman
Di lantai tertinggi sebuah gedung tinggi Leon berdiri di dekat jendela besar yang menghadap ke gedung di seberang kantornya. Tangannya bersedekap, matanya menatap lurus ke kejauhan dengan ekspresi tajam. Pikiran-pikiran berkecamuk di dalam benaknya, mencari kepingan kebenaran di tengah simpul rumit kasus ini.
Suara pintu diketuk, lalu terbuka dengan sedikit tergesa. Jacob, tangan kanannya, masuk dengan membawa sebuah berkas di tangannya.
"Tuan, hasil autopsi sudah keluar!" serunya, menyodorkan berkas itu kepada Leon.
Tanpa menunggu, Leon segera meraih laporan tersebut dan membacanya dengan teliti. Matanya menyapu setiap baris tulisan, semakin dalam ia membaca, semakin tajam ekspresinya.
"Kelima korban tewas akibat luka senjata tajam yang menusuk jantung dan merusak organ dalam," ucap Jacob, menjelaskan isi laporan. "Polanya sama di setiap korban. Itu artinya, pembunuhnya adalah orang yang sama."
Leon mendengus pelan. "Sudah kuduga," gumamnya, lalu menutup berkas itu. Tatapannya kini semakin tajam. "Hasil ini bisa membuktikan semuanya."
Jacob melanjutkan laporannya, "Sementara itu, Nona Jade menolak bertemu dengan keluarganya. Tetapi, kedua orang tuanya masih belum putus asa untuk membantunya."
Leon terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata dengan suara penuh keputusan. "Temui mereka. Minta mereka mengajukan banding, dan kita akan membuka kasus ini kembali."
Jacob mengangguk tegas, tetapi Leon belum selesai. "Mulai sekarang, kita selidiki kasus ini secara diam-diam. Aku ingin semua bukti dikumpulkan, terutama hasil laporan autopsi Jane Valencia." Ia menatap Jacob dalam-dalam. "Kita mulai sekarang juga."
Jacob memberi hormat kecil. "Baik, Tuan."
Malam itu, suasana di dalam ruang kerja Leon dipenuhi dengan cahaya lampu meja yang temaram. Tumpukan berkas berserakan di atas meja, dan di antara berkas-berkas itu, terdapat foto-foto lima korban serta satu foto yang paling menyita perhatian Leon—foto jasad Jane Valencia.
Sejak siang hingga malam, Leon belum beranjak dari tempatnya. Pandangannya terpaku pada foto-foto korban, jemarinya mengetuk-ngetuk meja dengan ritme pelan. Ia membaca kembali laporan autopsi dari dokter Han, memastikan setiap detail yang tertulis di sana.
"Sebelum meninggal, korban mengalami luka-luka, namun luka tersebut tidak akan merenggut nyawa mereka. Dua sayatan dan tikaman sama sekali tidak dalam. Tikaman ketiga dan keempat yang menewaskan korban dalam lima menit. Luka pertama dan kedua dilakukan oleh dua orang yang berbeda."
Leon membaca setiap kata dengan seksama. Matanya menyipit, pikirannya berputar.
"Jadi... setelah Jade pergi, ada orang lain yang datang membunuh mereka. Kenapa... dalam rekaman tidak terlihat ada orang lain selain Jade Valencia?" gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri." Apakah ada yang menghapus buktinya sebelum polisi tiba ke lokasi kejadian?"
Tangannya meraih foto Jane dan menatapnya dalam-dalam.
"Siapa yang melakukan semua ini? Siapa yang sengaja membunuh mereka?" suaranya lirih, tetapi penuh dengan kecurigaan. "Kelima korban memiliki banyak musuh, sehingga sulit mencurigai siapa pun. Tidak tahu apakah ini karena permusuhan lama atau ada seseorang yang sengaja ingin mengincar Jade."
Kesunyian malam hanya ditemani suara jarum jam yang berdetak pelan. Namun, suara langkah kaki yang mendekat dari luar menarik perhatian Leon.
Kemudian, suara lembut tetapi penuh sindiran terdengar dari ambang pintu.
"Sudah larut malam, dan kamu masih di sini?"
Leon menoleh. Di ambang pintu, berdiri seorang wanita dengan tubuh semampai, rambutnya tergerai sempurna, dan tatapan matanya penuh ketenangan yang berbahaya. Selena. Wanita yang muncul di rumahnya lima tahun lalu.
Leon menyandarkan punggungnya ke kursi, menatapnya dengan mata yang penuh tanda tanya.
"Kenapa kamu bisa datang ke sini?" tanyanya, suaranya rendah dan datar.
Selena tersenyum kecil, lalu melangkah masuk ke dalam ruangan dengan langkah anggun. Ia tanpa ragu menarik kursi di depan meja Leon dan duduk di sana, menyilangkan kakinya dengan elegan.
"Jacob memberitahuku semuanya," jawabnya santai. "Mantanmu kembali, dan yang lebih mengejutkan, dia menjadi tersangka pembunuhan. Dan yang lebih ironis... dia dijatuhi hukuman mati olehmu sendiri."
Leon menatap Selena tanpa ekspresi, tetapi tangannya mengepal di atas meja.
"Pembunuh yang hilang secara misterius... kematian Jane membuat kehidupan gadis itu tidak ada artinya," ujar Leon akhirnya, suaranya sarat dengan ketegangan.
Selena mengangkat alis, lalu tersenyum tipis. "Dan aku yakin, Jade Valencia pasti sangat membencimu," katanya tajam. "Aku akan menemuinya dan membantu menyelidiki kasus ini."
Leon menatapnya lama sebelum akhirnya menggelengkan kepala. "Dia tidak akan menerimanya. Baginya, nyawanya tidak penting sama sekali," jawabnya dengan suara rendah.
Selena tertawa kecil, tetapi ada nada sinis dalam suaranya. "Jane Valencia... wanita sialan itu pantas mati," katanya tanpa ragu. "Dan itu yang akan aku ucapkan langsung di depan pujaan hatimu."
Mata Leon menajam seketika. Suasana di ruangan itu seolah berubah lebih dingin. "Jangan membuat suasana semakin memanas!" ucapnya tegas.
Selena tidak menunjukkan ketakutan sedikit pun. Sebaliknya, ia justru mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, menatap Leon dengan penuh arti.
"Bukan hanya memanaskan suasana," ucapnya perlahan, "Tapi aku ingin dia tahu hubungan kita. Aku ingin dia tahu sifat asli kakak kesayangannya itu." Selena tersenyum miring, lalu melanjutkan dengan nada yang lebih rendah, tetapi tajam. "Aku tidak menyayangkan kematian wanita itu. Aku hanya menyayangkan masa depan seorang gadis yang tidak berdosa."
"Apakah... kau takut gadis itu sakit hati saat melihat aku, Wanita yang muncul di rumah mantan tunangannya? Aku akan memberitahu dia bahwa kita telah menjadi pasangan suami istri yang bahagia. Dan memiliki anak yang tampan dan cerdas. Bagaimana menurutmu?" tanya Selena dengan senyum.
Leon menatap wanita itu dengan tajam dan kemudian tersenyum sambil mengeleng-geleng kepalanya.
ayo katakan yg sebenarnya