Dialah Azzura. Wanita yang gagal dalam pernikahannya. Dia ditalak setelah kata sah yang diucapkan oleh para saksi. Wanita yang menyandang status istri belum genap satu menit saja. Bahkan, harus kehilangan nyawa sang ayah karena tuduhan kejam yang suaminya lontarkan.
Namun, dia tidak pernah bersedia untuk menyerah. Kegagalan itu ia jadikan sebagai senjata terbesar untuk bangkit agar bisa membalaskan rasa sakit hatinya pada orang-orang yang sudah menyakiti dia.
Bagaimana kisah Azzura selanjutnya? Akankah mantan suami akan menyesali kata talak yang telah ia ucap? Mungkinkah Azzura mampu membalas rasa sakitnya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Bab 15
Tania adalah anak yatim piatu yang ditinggalkan oleh orang tuanya sejak ia masih remaja. Orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Kehidupan yang keras membuat ia bertekad untuk mencari pria kaya agar bisa memenuhi semua kebutuhannya. Dengan begitu, dia tidak akan lagi hidup dalam kemiskinan.
Cari punya cari, ia bertemu dengan Anggara yang terkenal sangat kaya. Dan, pria itu juga sangat tampan. Susah payah Tania mencari tahu semua kehidupan Angga agar bisa mengambil hatinya. Usaha keras itupun membuahkan hasil. Angga jatuh cinta padanya.
Namun, karena ambisinya yang kuat, Tania malah jadi menghalalkan segala cara untuk mempertahankan Angga yang sudah ada dalam genggaman tangannya. Termasuk membuat kebohongan soal Zura yang berpura-pura menyelamatkan kakeknya Angga.
Tapi pada kenyataannya, yang berkuasa bukanlah manusia. Sekeras apapun usaha, kalau takdir tidak mendukung, sudah pasti akan gagal juga semua usaha itu. Begitulah yang saat ini Tania terima.
....
"Bagaimana, Ma? Apa semua proses pemindahannya sudah selesai?"
"Zura. Sudah kok. Kita tinggal pergi saja sekarang. Semua sudah selesai mama urus."
Zura tersenyum lalu memeluk tubuh Hani.
"Makasih banyak, mama."
"Sayangku. Untuk apa kata terima kasih itu, hm?"
"Untuk semuanya, Ma. Semua yang telah mama lakukan untuk aku selama ini."
"Eh ... sudah. Jangan bicara hal yang tidak penting. Apa yang mama lakukan adalah hal yang menang harus mama lakukan. Jadi, jangan banyak berpikiran yang tidak penting. Kamu adalah anak mama. Oke?"
"Mama." Zura berucap sambil menambah pelukan erat di tubuh Hani.
Paman Zura yang melihat hal itu langsung mengukir senyum manis di bibirnya. Dalam hati ia sangat bersyukur atas apa yang saat ini Zura miliki. Zura kehilangan kasih sayang orang tua saat masih anak-anak. Tapi sekarang, setelah dewasa malah mendapatkan seorang mama yang sangat menyayanginya.
"Hm ... kalian berdua terlihat sangat amat dekat ternyata ya?"
Perhatian Zura dan Hani langsung teralihkan karena ucapan dari si paman.
"Tentu saja. Dia adalah anakku. Wajar dong kalau kami dekat," ucap Hani dengan wajah yang sedikit ia buat kesal.
"Iya, ya. Aku lupa." Si paman malah nyengir kuda.
"Ish. Udah. Ayo kita gerak sekarang." Zura pula yang angkat bicara.
Paman dan mama angkatnya langsung mengangguk. Mereka bergerak meninggalkan rumah sakit tersebut dengan paman yang suster dorong dengan kursi roda. Keadaan si paman jauh lebih baik setelah pertemuannya dengan si keponakan. Ternyata, hati yang bahagia bisa membantu proses penyembuhan dari sakit yang ia derita.
Mereka pun keluar dari rumah sakit bersama-sama. Namun, karena ada yang perlu Zura urus, dia malah berhenti di lobi rumah sakit. Sedangkan paman dan mama angkatnya meneruskan langkah menuju mobil duluan.
Setelah selesai, Zura baru bisa beranjak dari rumah sakit tersebut. Namun, saat menginjak pintu utama dari rumah sakit itu, Zura malah berpas-pasan dengan Angga yang datang bersama Adya.
Tatapan keduanya saling beradu sekarang. Angga yang awalnya acuh tak acuh, malah langsung membulatkan mata dengan fokus melihat Azzura yang saat ini ada di depannya.
Sungguh, pertemuan yang sama sekali tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Pertemuan yang membuat hati Zura kembali terasa nyeri hanya dengan melihat wajah pria yang sudah sangat kejam padanya. Namun, tidak dengan Angga. Dia malah menikmati pertemuan itu. Ada hati yang sulit ia tebak sekarang. Sayangnya, karena kesalahan masa lalu, pertemuan itu terasa sangat canggung.
"Azzu-- "
"Yura. Sudah selesai belum?"
Perkataan Angga yang ingin memanggil nama Zura malah terhalang oleh suara Hani yang langsung memanggil dengan nama samaran Zura. Alhasil, perhatian semuanya langsung teralihkan pada Hani yang saat ini ada di belakang Angga dan Adya untuk menyongsong anak angkatnya yang belum kembali.
Zura pun langsung mengabaikan Angga yang ada di depannya. Senyum indah ia perlihatkan pada si mama angkat.
"Udah kok, Ma. Baru aja selesai nih."
"Yuk! Pulang sekarang. Kasihan paman kamu yang terlalu lama duduk di mobil."
"Iya. Aku udah bilang sewa jet pribadi aja buat pulang. Mama sih bilang gak perlu."
"Eh ... emang gak perlu. Soalnya, ngga jauh juga, bukan?"
Keduanya terus saja ngobrol sambil berjalan menjauh. Angga yang melihat kepergian Zura merasa ada hati yang kosong kembali setelah baru saja terisi. Sementara Adya, yang ia perhatikan malah Hani dan apa yang Hani ucapkan sebelumnya. Benaknya berpikir cepat tentang apa yang sedang terjadi sebelumnya.
"Tuan muda. Tadi itu .... "
"Azzura. Wanita yang aku ceraikan setelah kata sah terucap."
"Oh, jadi dia mantan istri tuan muda?"
"Hm. Iya."
Dari nada bicara Angga, Adya bisa merasakan kalau saat ini Angga sedang sangat terpuruk. Nada bicaranya yang mengatakan kalau Azzura adalah mantan istri itu terdengar sangat sedih. Entah karena rasa bersalah, atau karena hal lainnya. Yang jelas, Adya bisa merasakan perasaan tidak biasa dari Angga sekarang.
"Tuan muda baik-baik saja sekarang?"
Pertanyaan Adya langsung mengalihkan perhatian Angga dari mobil yang Zura tumpangi. "Apa maksud kamu dengan pertanyaan itu, Adya? Memang nya aku terlihat baik-baik saja? Jika begitu, untuk apa kita datang ke rumah sakit hari ini?"
Adya malah garuk-garuk kepala. Sensitif sekali tuan muda nya itu sekarang. Padahal, maksudnya bertanya adalah untuk menyadarkan Angga yang sepertinya sangat tidak rela melepaskan mobil yang Zura tumpangi pergi meninggalkan rumah sakit tersebut.
"Oh ... benar juga ya. Maafkan saya, tuan muda. Saya lupa kalau tuan muda memang sedang tidak enak badan."
"Ayo masuk sekarang, tuan muda! Supaya bisa diperiksa secepatnya," kata Adya lagi.
Namun, saat Adya ingin masuk, tiba-tiba saja pikirannya bekerja dengan cepat. Ia hentikan langkah kakinya. Adya langsung menolehkan wajah ke arah halaman rumah sakit tersebut. Ingatan akan apa yang baru saja terjadi terulang kembali.
"Tuan muda. Tadi itu ... bukannya Hani Adinda? Pemilik butik ternama yang akan mengadakan pameran busana besar-besaran tak lama lagi."
Langkah Angga langsung terhenti karena kata-kata Adya. Sekarang, dia juga baru menyadari kalau yang memanggil Azzura tadi adalah Hani Adinda. Si pemilik tunggal butik ternama di kota S yang telah menolak kerja sama dengan perusahaannya.
"Hani ... Adinda?"
"Iya, tuan muda. Hani Adinda. Terus, tadi itu ... dia manggil mantan istri tuan muda ... Yura? Apa jangan-jangan, mantan istri tuan muda adalah desainer Yura yang saat ini sedang kita cari, tuan muda?"
Gegas Angga menepis pendapat Adya yang ia kira hal itu adalah hal yang sangat tidak masuk akal. Meski sekarang Zura jauh berbeda dari tiga tahun yang lalu, tapi mana mungkin Zura adalah Yura. Secara, Yura adalah desainer terkenal kelas dunia. Sementara Zura, ia tahu latar belakang mantan istrinya itu dengan sangat baik.
"Jangan mengada-ngada, Adya. Mana mungkin dia Yura. Sangat jauh dari kenyataan pendapatmu itu."
"Ya ... mana tahu, kan tuan muda. Tadi Hani Adinda memanggilnya Yura soalnya."
"Dia di panggil Yura karena nama panggilannya Zura, Adya. Mana mungkin dia Yura yang kita cari. Jauh dari kenyataan hal itu."
tp bila baca kisah angga kesian juga dye...