Istriku! Oon?

Selamat Membaca

Lorong rahasia di Castello Vescovo gelap total setelah Eric Alaric Wiguna menembak lampu darurat. Suara tembakan dan teriakan Luca Wiguna dan para penjaga memantul di dinding batu.

Eric mencengkeram tangan Mini Chacha Pramesti dan Kakek Pranoto. "Lari! Ikuti aku!"

Mereka berlari kembali menuju lorong servis yang mengarah ke saluran ventilasi. Mini, meskipun panik, menanggapi situasi darurat ini dengan fokus baru. Naluri Kekacauan Mini kini termanifestasi sebagai reaksi cepat yang tidak terduga.

"Lorong utama ada di belakang kita, Eric!" teriak Mini.

"Aku tahu, tapi itu jebakan! Kita akan keluar melalui pintu servis lama, yang berjarak tiga kilometer dari gerbang utama!" Eric memimpin.

Mereka keluar dari kastil melalui pintu besi tua, bersembunyi di balik semak belukar tebal di kaki bukit. Eric segera mengeluarkan ponsel satelitnya yang terenkripsi.

"Marco, ini aku. Aku di pintu servis tua. Luncurkan protokol Alpha. Sekarang."

Eric tidak menunggu jawaban. Dia meraih kunci mobil dari saku Pranoto. Itu adalah mobil unmarked yang selalu disiapkan Pranoto untuk keadaan darurat.

Mereka bertiga masuk ke dalam mobil. Eric memacu mobil itu dengan kecepatan tinggi melintasi jalanan terjal di pedalaman Calabria. Eric sesekali melirik Mini. Gadis itu basah kuyup, penuh debu, tetapi matanya menunjukkan ketegangan.

"Mini, kau baik-baik saja?" tanya Eric, suaranya mengandung kekhawatiran yang nyata.

Mini mengangguk. "Aku baik-baik saja. Tapi... kita harus cepat sebelum Ayahmu menyusul. Kenapa Ayahmu melakukan itu, Eric?"

"Ayahku berpikir dia melindungi klan. Dia tidak pernah setuju aku menjadi Capo," jawab Eric, rahangnya mengeras. Eric mengulurkan tangan kanannya, Mini segera meletakkan tangannya di atas tangan Eric, menyalurkan ketenangan yang ia butuhkan untuk mengemudi di jalanan berbahaya itu. Ini bukan lagi Naluri Kekacauan, tapi kebutuhan fisik.

Kakek Pranoto di kursi belakang tersenyum tipis. "Eric, kau tidak sendirian. Dia adalah Il Vostro Scudo (Perisai Kalian). Manfaatkan itu."

Saat mobil melaju, ponsel satelit Eric berdering. Itu adalah panggilan video conference terjadwal dengan Dewan Direksi Conti Group di Milan.

Eric mengaktifkan hands-free dan memosisikan ponsel agar wajahnya terlihat jelas, meskipun pencahayaan di dalam mobil buruk. Eric mengatur ekspresinya menjadi dingin dan profesional.

"Selamat pagi. Maaf, saya sedang dalam perjalanan dinas darurat," sapa Eric, nadanya sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia baru saja lolos dari konfrontasi bersenjata.

Mini menatap Kakek Pranoto, yang menunjuk ke ponsel. Kakek Pranoto berbisik, "Dia selalu menjadi CEO yang sempurna. Sekarang perhatikan, bagaimana dia menggabungkan bisnis dan Mafia."

Eric melanjutkan rapat itu.

"Terkait tender infrastruktur Genoa, saya ingin Anda memastikan subkontraktor lokal kita, Pirozzi, mendapatkan bagian terbesar. Kita harus mengamankan supply chain kita di Selatan Italia, itu prioritas. Mengenai laporan merger dengan Wiguna Corp. di Jakarta, tunda hingga seminggu. Fokus pada cash flow di Milan."

Saat Eric berbicara dengan profesionalisme tanpa cela, ia secara tidak langsung memberikan petunjuk pada Marco, yang pasti memantau panggilan tersebut. Pirozzi adalah kode untuk safe house di Genoa; Genoa adalah rute pelarian; Wiguna Corp. Jakarta adalah petunjuk tentang Ayah Mini, Silvio.

Mini dan Kakek Pranoto tercengang. Eric menggunakan rapat bisnisnya sebagai komunikasi klandestin.

Setelah rapat selesai, Eric mematikan ponselnya.

Mini menatapnya tak percaya. "Bapak baru saja mengarahkan tim Bapak untuk menyelamatkan kita melalui rapat tender Genoa?"

"Ya. Dalam bisnis Mafia, uang dan logistik harus bergerak lebih cepat daripada peluru. Pirozzi berhutang budi padaku. Kita akan mengambil kapal kargo dari sana," jawab Eric, kembali ke mode fokus.

Setelah berkendara selama beberapa jam, Eric menghentikan mobil di hutan terpencil dekat pantai. Mereka harus berjalan kaki beberapa kilometer menuju safe house Pirozzi.

Eric membantu Mini keluar dari mobil. Mini masih memegang cincin Seguro.

"Mini, Ayahku tidak akan berhenti. Dia pikir dia menyelamatkan Conti dari perang. Kita harus menyusun rencana dengan Kakek Pranoto," kata Eric.

Kakek Pranoto turun dari mobil dengan susah payah. Ia menatap Eric dengan wajah penuh penyesalan.

"Eric, aku minta maaf. Aku harus berpura-pura mengkhianatimu dan memicu kecurigaan Nenek Alessandra agar kalian melarikan diri. Sekarang, kau harus percaya padaku lagi," Kakek Pranoto merogoh saku jaketnya.

Ia mengeluarkan sebuah kunci logam kecil. "Ini bukan kunci. Ini adalah Tracker Pirozzi. Itu yang akan membawa kita ke Genoa."

Mini mengerutkan kening. "Kenapa Pirozzi? Kenapa tidak langsung ke Roma?"

"Karena Silvio Valerius juga tahu Eric memiliki jaringan di Roma," jawab Pranoto. "Pirozzi adalah satu-satunya pelabuhan aman yang tidak akan diserang Conti atau Valerius. Silvio saat ini bersembunyi di suatu tempat di Balkan. Dia tahu kalian adalah kunci untuk Kontrol Perdagangan Mediterania Conti, dan dia akan menggunakanmu, Mini, untuk memaksanya menyerah."

Eric menyentuh bahu Mini. "Kita tidak punya pilihan. Kita akan ke Genoa. Mini, kita tidak bisa melarikan diri tanpa strategi. Kau adalah Putri Silvio Valerius, dan sekarang kau juga istri tidak resmi Capo Conti yang sedang diasingkan. Kita harus bergerak sebagai satu tim."

Mereka berjalan masuk ke dalam hutan, menuju pantai. Matahari mulai terbit di ufuk timur, menerangi ketidakpastian nasib mereka. Eric berjalan di depan, Mini berada tepat di belakangnya, siap siaga.

BERSAMBUNG.