NovelToon NovelToon
Rindu Di Bawah Atap Yang Berbeda

Rindu Di Bawah Atap Yang Berbeda

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Cinta pada Pandangan Pertama / Keluarga / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Sang_Imajinasi

Berawal dari sebuah gulir tak sengaja di layar ponsel, takdir mempertemukan dua jiwa dari dua dunia yang berbeda. Akbar, seorang pemuda Minang berusia 24 tahun dari Padang, menemukan ketenangan dalam hidupnya yang teratur hingga sebuah senyuman tulus dari foto Erencya, seorang siswi SMA keturunan Tionghoa-Buddha berusia 18 tahun dari Jambi, menghentikan dunianya.

Terpisahkan jarak ratusan kilometer, cinta mereka bersemi di dunia maya. Melalui pesan-pesan larut malam dan panggilan video yang hangat, mereka menemukan belahan jiwa. Sebuah cinta yang murni, polos, dan tak pernah mempersoalkan perbedaan keyakinan yang membentang di antara mereka. Bagi Akbar dan Erencya, cinta adalah bahasa universal yang mereka pahami dengan hati.

Namun, saat cinta itu mulai beranjak ke dunia nyata, mereka dihadapkan pada tembok tertinggi dan terkokoh: restu keluarga. Tradisi dan keyakinan yang telah mengakar kuat menjadi jurang pemisah yang menyakitkan. Keluarga Erencya memberikan sebuah pilihan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Akbar mengemudikan mobil Lusi dengan konsentrasi penuh, namun seluruh inderanya seakan waspada terhadap kehadiran Erencya yang duduk di sampingnya. Ia bisa mencium aroma sampo beraroma bunga dari rambut gadis itu, melihatnya dari sudut mata setiap kali ia tersenyum, dan merasakan getaran kecil di mobil saat Erencya tertawa mendengar salah satu lelucon gugupnya. Semua ini terasa begitu nyata hingga membuatnya pusing.

"Nanti di depan, setelah ruko yang catnya hijau itu, kita belok kiri ya, Kak," Erencya memberikan arahan, suaranya terdengar seperti musik di telinga Akbar. "Ada kafe baru, tempatnya enak, nggak terlalu berisik. Biar kita bisa ngobrol."

Pilihan Erencya menunjukkan perhatiannya. Ia tidak memilih mal yang ramai atau restoran mewah yang mungkin membuat Akbar merasa tidak nyaman. Ia memilih tempat yang intim dan tenang.

Kafe itu memang sesuai dengan deskripsi Erencya. Desainnya minimalis dengan sentuhan tanaman rambat di dinding dan perabotan kayu yang hangat. Mereka memilih sebuah meja di sudut dekat jendela besar yang menghadap ke sebuah taman kecil. Lusi dengan sigap duduk di seberang mereka berdua, mengambil peran sebagai pengamat yang waspada sekaligus teman yang antusias.

Setelah mereka memesan—Akbar dengan kopi hitamnya yang biasa, Erencya dengan ice chocolate, dan Lusi dengan green tea latte—Lusi langsung memulai "interogasinya".

"Jadi, Akbar," Lusi memulai, menopang dagu dengan kedua tangannya, matanya menatap Akbar dengan tajam namun jenaka. "Ceritain dong soal Padang. Selain rendang yang enaknya kebangetan itu, ada apa lagi di sana?"

Akbar tersenyum, memahami perannya dalam "tes" ini. "Banyak. Ada pantainya yang indah, terutama kalau sore. Ada pegunungannya juga kalau suka hawa sejuk. Dan yang paling penting, ada warung nasi Ibu saya," jawabnya, sengaja menyebutkan warung ibunya secara terbuka, sebuah tes untuk dirinya sendiri sekaligus untuk mereka.

Erencya, yang duduk di sampingnya, tersenyum bangga mendengar jawaban itu. Ia senang Akbar tidak menutupi latar belakangnya.

"Oh ya? Warung nasi apa? Nanti kalau gue ke Padang, harus mampir dong," sahut Lusi.

"Warung sederhana saja, tapi gulai ayamnya kata orang-orang juara," kata Akbar. "Kamu kuliah jurusan Sejarah, kan? Nggak bosan apa belajar masa lalu terus? Kenapa nggak ambil Ekonomi atau Teknik yang katanya lebih menjanjikan?" tanya Lusi lagi, pertanyaannya semakin dalam.

"Justru karena semua orang melihat ke masa depan, harus ada beberapa yang menjaga masa lalu," jawab Akbar dengan tenang. "Kalau kita tidak paham dari mana kita berasal, bagaimana kita bisa tahu ke mana kita akan melangkah? Sejarah itu bukan cuma tentang tanggal dan perang, tapi tentang cerita, tentang manusia. Itu yang membuat saya tertarik."

Lusi mengangguk-angguk, tampak terkesan. Ia melirik Erencya dan memberikan sebuah kedipan mata yang hampir tak terlihat, seolah berkata, "Oke, dia lolos."

Erencya merasa hatinya membengkak karena bangga. Mendengar Akbar berbicara dengan penuh gairah tentang hal yang ia cintai secara langsung, melihat binar di matanya, adalah pengalaman yang sama sekali berbeda.

Saat pesanan mereka datang, Lusi tiba-tiba berdiri. "Eh, kayaknya mamaku telepon deh. Aku angkat di luar sebentar ya, di dalam sini sinyalnya jelek," katanya, sebuah alibi yang sangat jelas. "Kalian ngobrol dulu aja."

Lusi pun berlalu, meninggalkan Akbar dan Erencya sendirian di meja mereka untuk pertama kalinya.

Kepergian Lusi seakan menyedot semua oksigen di sekitar meja itu. Suasana yang tadinya ramai oleh celoteh Lusi, kini menjadi hening. Hanya ada suara denting sendok dan musik instrumental lembut dari pengeras suara kafe. Akbar dan Erencya saling berpandangan, lalu sama-sama tersenyum canggung.

"Jadi... begini ya rasanya," ucap Akbar pelan, memecah keheningan.

"Begini gimana, Kak?" tanya Erencya, meskipun ia tahu persis apa yang dimaksud pria itu.

"Begini. Duduk di depanmu, tanpa layar, tanpa sinyal yang putus-putus. Bisa melihatmu bernapas," kata Akbar, tatapannya begitu dalam hingga Erencya harus menunduk untuk menyembunyikan pipinya yang merona.

"Aku juga," bisik Erencya. "Rasanya aneh. Selama ini suara Kakak cuma ada di kepalaku, sekarang ada di sini, di ruangan yang sama."

Akbar mengulurkan tangannya yang sedikit gemetar di atas meja. Sebuah undangan tanpa kata. Hati Erencya berdebar kencang. Perlahan, ia mengangkat tangannya dan menyambut uluran tangan Akbar. Saat kulit mereka bersentuhan untuk pertama kalinya—kontak yang disengaja, bukan sekadar senggolan tak sengaja—rasanya seperti ada aliran listrik hangat yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Tangan Akbar terasa hangat, sedikit kasar karena kerja keras, namun genggamannya begitu lembut dan menenangkan.

Mereka duduk dalam diam selama beberapa saat, hanya saling menggenggam tangan, membiarkan sentuhan itu berbicara lebih banyak daripada kata-kata.

"Aku... aku masih belum bisa memproses semuanya," kata Erencya akhirnya. "Pagi tadi Kakak masih di Padang, sekarang sudah ada di sini, di depanku."

"Aku juga. Rasanya seperti aku melompat ke dalam layar ponselku dan masuk ke duniamu," jawab Akbar. "Dan duniamu ternyata jauh lebih indah."

Setelah keheningan yang nyaman itu, Akbar melepaskan genggamannya sejenak, membuat Erencya merasa sedikit kehilangan. Ia lalu merogoh tas ranselnya yang ia letakkan di kursi sampingnya. Ia mengeluarkan sebuah bungkusan kertas yang terlipat rapi.

"Aku bawa sesuatu untukmu," katanya sambil menyodorkan bungkusan itu ke hadapan Erencya.

Dengan penasaran, Erencya membukanya. Di dalamnya, terbentang sehelai selendang songket kecil berwarna biru langit, dengan tenunan benang perak yang berkilauan indah. Kainnya begitu halus dan motifnya begitu rumit.

"Ini... ini indah sekali, Kak," ucap Erencya, matanya berbinar takjub.

"Itu songket Pandai Sikek, salah satu kerajinan tangan paling terkenal dari Minangkabau," jelas Akbar. "Lihat motifnya, itu namanya pucuk rabuang, atau pucuk rebung. Artinya harapan, dan doa agar kehidupan terus bertumbuh menjadi lebih baik. Sama seperti... harapan kita."

Erencya merasa matanya kembali menghangat. Pria di hadapannya ini tidak pernah berhenti membuatnya terharu. Hadiah ini bukan sekadar benda, melainkan sebuah cerita, sebuah doa, dan sepotong lagi dari dunia Akbar yang ia bagikan kepadanya.

Tanpa ragu, Erencya langsung menyampirkan selendang itu di bahunya. Warna birunya begitu serasi dengan blusnya. "Aku suka banget, Kak. Suka banget. Terima kasih."

"Sama-sama. Itu terlihat jauh lebih indah saat kamu yang memakainya," kata Akbar tulus.

Saat itulah Lusi kembali ke meja, senyum penuh kemenangan terpampang di wajahnya. Ia melihat tangan Akbar dan Erencya yang kembali bertaut di atas meja, dan selendang baru di bahu sahabatnya. Ia tidak berkata apa-apa, hanya duduk kembali dan menyeruput green tea latte-nya dengan tatapan yang seolah berkata, “Misi berhasil.”

Mereka menghabiskan satu jam lagi di kafe itu, kini dengan suasana yang jauh lebih cair dan nyaman. Kecanggungan awal telah sepenuhnya luntur, digantikan oleh keakraban yang terasa seolah mereka sudah saling mengenal seumur hidup. Saat mereka akhirnya melangkah keluar dari kafe itu, bersiap untuk memulai petualangan pertama mereka di Jambi, Erencya berjalan di samping Akbar dengan selendang songket biru tersampir di bahunya. Dan untuk pertama kalinya, genggaman tangan mereka tidak lagi terasa canggung, melainkan terasa begitu pas, begitu benar. Seolah memang sudah seharusnya begitu sejak awal.

1
👣Sandaria🦋
kentara sekali ini Akbar yg pegang kendali, Kak. mungkin itu enaknya punya hubungan dengan bocil😅
👣Sandaria🦋
anak SMA punya cowok anak kuliahan pasti senang banget dia, Kak. bisa dibanggakan pada temannya. tapi bagi cowok yg anak kuliahan punya cewek SMA pasti sering diledek temannya. biasanya begitu. malah dikatain pedofill🤦😂
Sang_Imajinasi: tapi muka anak kuliahan baby face kok 🤣🤣🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
iya. siapa tahu sebentar lagi Akbar jadi seorang CEO. kek di nopel-nopel🤦😂
Sang_Imajinasi: hahaha ga sampai ceo2 an 🤣🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
wah. sholeh juga Akbar. tebakanku kalau mereka berjodoh. si cewek yg login🤔🤣
Sang_Imajinasi: iya cewek nya yang login, udh belajar juga sebagian 🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
dunia maya penuh tipu-tipu. hati menginjak otak mah lumayan. yg parahnya yg enggak kebagian otak itu, Thor😂
Sang_Imajinasi: Hahahaha 🤣
total 3 replies
👣Sandaria🦋
aduh! ini lagi. 18 tahun baru kelas 1 SMA, Thor? berapa tahun itu tinggal kelasnya?😭😭😭 atau authornya masuk SD umur 8 th kali..?🤔
👣Sandaria🦋
nama gurun banget ya?😆
👣Sandaria🦋
24 tahun baru nyusun skripsi, Thor? model-model mahasiswa sering nitip absen ini nampaknya🤔😆
Sang_Imajinasi: 🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
aku dulu juga pernah mengalami hal konyol serupa, Thor. terpaku melihat profil aktor-aktor Korea. rasa-rasa bisa kumiliki😭😂
👣Sandaria🦋
mampir, Kak. menarik kayaknya nih. cinta menabrak aturan. Muslim Minang - Budha Tionghoa. kita lihat bagaimana cara authornya menyelesaikan perkara ini. dan seberapa cantik manuvernya. berat lho ini. gas, Kak!😅
Fendri
wah hp yang disita dibalikin ayahnya, jadi bakal hubungin akbar donk
Fendri
kalau dihayati cerita nya jadi sedih juga berasa diposisi mereka 🤭
Sang_Imajinasi: jangan sampai 🤣🤣
total 1 replies
Fendri
lanjut lagi thor jadi penasaran wkkw
Sang_Imajinasi
ON-GOING
Fendri
lanjut thor baguss
Fendri
awal dari segalanya ini
Bayu
bikin happy ending aja thor ini 😅
Bayu
jangan sad ending yah
Bayu
anak kuliahan nih
Lira
bakalan seru nih ini😄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!