Entah wanita dari mana yang di ambil kakak ku sebagai calon istrinya, aroma tubuh dan mulutnya sungguh sangat berbeda dari manusia normal. Bahkan, yang lebih gongnya hanya aku satu-satunya yang bisa mencium aroma itu. Lama-lama bisa mati berdiri kalau seperti ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika komalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana
"kau serius ingin membantuku Galuh?" ucapku setelah beberapa saat.
Dia semakin melebarkan senyumnya, bahkan terlihat sangat jelas ketulusan di sana.
"Aku ikhlas membantu kalian Laras, bukan karena aku mencintai kakak mu tapi ini lebih menyangkut keselamatan kita semua. Karena makhluk itu akan terus mencari mangsa sebanyak mungkin. Bisa jadi setelah kakakmu, aku atau kau yang menjadi target berikutnya. Bersiaplah musuh kita kali ini bukan makhluk sembarangan bisa jadi kita yang lebih gugur duluan, tapi percayalah aku akan berjuang sampai titik darah penghabisan di sini."
Aku tertegun mendengar ucapan Galuh, jika dia saja yang tak ada hubungan darah dengan mas Rama berani mempertaruhkan nyawa mengapa aku tidak.
Aku mengangguk, ku genggam tangan nya. Pertanda aku siap berjuang bersama nya.
"mari kita bersatu, kita akan berjuang sampai titik darah penghabisan."
Dia mengangguk, ada rasa yang tak bisa dilukiskan di hati ini. Senang bahagia lah pokoknya.
Kami kemudian melanjutkan perjalanan, dan be Ar saja tak lama kemudian kami tiba di rumah saudara Galuh. ternyata dia sudah menunggu kami di teras rumah.
"Mengapa kalian lama sekali?" omelnya.
" kau ini tidak sabaran sekali." ketus Galuh sembari mengajakku masuk ke dalam. Lelaki yang entah siapa namanya itu turut serta mengikuti kami masuk ke dalam rumah.
"Laras, perkenalkan dia Bima anak bibiku."
Aku segera menjulur kan tangan, "Laras, "
"Bima." balasnya.
Lalu dengan cepat Galuh menutup pintu, sepertinya ada yang akan di bicarakan di sini. Dan dengan cepat pula dia mendaratkan bokongnya di sebelah ku.
"katakan, apa rencanamu Bim." ucap Galuh serius.
" kita akan mengintai rumah Sinta, bagaimana?"
" maksud nya bagaimana sih?" ucapku.
Bima lantas melihatku, kalau berkata " sudah sejak lama aku menunggu momen ini Laras. Aku sangat penasaran apa makhluk itu tinggal di sana."
" sepertinya tidak, dia saat ini tengah berada dalam rumahku." jawabku spontan yang langsung membuat dua bersaudara itu melihatku.
"kau serius Laras?" ucap Galuh membolakan matanya.
" hmmm, malam tadi aku bertemu dengannya. Dia menjilati semua oleh-oleh yang di bawa dari rumah Sinta. Untungnya kepergok dengan ku,"
" lalu?" ucap Bima.
" semuanya ku bakar, termasuk baju Sinta. Dan apa kalian tau, dia histeris saat tau baju pemberian ibunya ikut terbakar."
Bima menganggukkan kepalanya, sementara Galuh terdiam seperti tengah memikirkan sesuatu.
"itu artinya dia saat ini tengah berada di rumah Sinta, Laras."
" kok gitu?" sambar Galuh.
"ingat baju yang di berikan ibunya Sinta yang di bakar Laras, itu media untuk makhluk itu bisa tetap tinggal di rumah Laras, tapi sayangnya baju itu sudah keburu di bakar. Jadi sementara ini makhluk itu pasti berada dalam rumah Sinta."
Baju? Seperti apa sih bentuk bajunya, menyesal aku tidak melihatnya terlebih dahulu.
"seistimewa apa sih baju itu? jadi penasaran." ucap Galuh.
" yang pasti baju itu berbeda dari baju biasanya, jika kalian penasaran malam nanti kita akan mengintai rumah Sinta. Bagaimana?"
" aku setuju," ucap Galuh.
" aku juga," ucapku dengan mantap.
Lantas kami berdiskusi mengenai rencana malam nanti dan sudah di putuskan aku akan mengatakan pada ibu bahwa malam nanti aku akan menginap di rumah Galuh.
"baiklah Bim, kami pamit dulu."
"hmmm, aku akan menjemput kalian berdua jam dua belas malam nanti, pastikan semuanya sudah tertidur pulas. Dan ingat, pakai celana yang ringan jangan rok jadi kalau kita ketahuan kita bisa lari secepat nya."
" oke."
Aku dan Galuh kemudian bergegas pulang, jam sudah menunjukkan pukul siang hari. Cepat kami melangkah, dan tak butuh lama akhirnya aku tiba di rumah dengan Galuh sekalian. Karena siang ini rencananya Galuh main di rumahku, sekalian sore nanti kami pamit pada ibu dan mas Rama.
"Buk malam nanti, Laras tidur di rumah Galuh ya." ucapku sesaat sudah tiba di dapur. Tampak Sinta tengah memotong-motong sayuran.
"tumben, ada acara apa di sana?"
"gak ada kok buk, pengeng cerita-cerita aja sama Laras. Lagian kita juga udah lama banget gak ngumpul sama yang lainnya."
" oh, mau reunian." ucap ibuku sembari tersenyum.
" iya buk, cuma nanti Laras tidur di rumah Galuh. takut kemalaman pulangnya, kalau minta jemput mas Rama, entar mbak Sinta kasihan lagi di tinggal sendirian." ucapku sembari tersenyum palsu.
Tampak wajah Sinta tersenyum bahagia, dasar setan sepertinya dia sangat senang aku tak berada di rumah ini.
"ya udah, kamu besok pagi langsung pulang ya. Soalnya Rama dan Sinta mau ke rumah ibunya besok."
" oke buk,"
Aku bergegas duduk di sebelah Sinta begitupun dengan Galuh, tak ada percakapan di antar kami dengan cekatan kami bertiga membantu ibu menyiapkan makan siang, dan taraa akhirnya selesai juga.
"kita makan siang dulu ya, lepas itu istirahat." ucapku.
Galuh mengangguk, aku kemudian menyusun semua masakan diatas meja. Tapi sepertinya mas Rama tidak di rumah.
"mas Rama kemana buk?"
"ada kerjaan, kita makan aja duluan. dia agak sorean pulangnya."
" ayo Galuh kita makan, jangan malu-malu anggap aja rumah sendiri."
Sahabatku ku lantas tersenyum, kami makan dengan khidmat tapi mata ku dan Galuh terus memperhatikan mbak Sinta yang agak gelisah. Sepertinya dia sangat terpaksa menelan makanan yang di masak ibu.
"gak enak ya mbak?" ceplosku. Aku tau, pasti dia ingin makan pakai garam lagi, tampak dia sangat terpaksa menelan makanan itu.
"enak kok." ucapnya terpaksa.
Aku mengangguk, ku nikmati raut wajah terpaksa Sinta, rasakan. Apalagi kali ini tidak ada mas Rama, dia tak akan berani macam-macam.
"ini enak banget buk," ucap Galuh.
"kalau enak nambah dong," sahut ibuku di selingi tawa.
Kami tertawa bersamaan, tapi tidak dengan Sinta. Dia hanya tersenyum keki. Rasakan.
Acara makan siang sudah selesai, namun saat aku ingin membantu meletakkan piring di wastafel dengan cepat mbak Sinta mengambil piring-piring tersebut.
"biar mbak saja, kalian istirahat lah."
" tapi, cuciannya piringnya lumayan banyak loh Sin," ucap ibu.
" gak apa-apa buk, Sinta bisa kok." ucapnya sok kalem.
Aku tersenyum miring, dasar iblis. Aku yakin dia pasti ingin cepat-cepat makan garam kasar.
"beneran ini mbak?"
Dia mengangguk, aku lantas mengajak Galuh untuk beristirahat di depan sementara ibu langsung menuju kamarnya.
"kau tidak curiga dengan setan itu?" ucapku pada Galuh.
" sebenarnya sejak tadi aku curiga, tapi ku tahan" bisiknya.
" jika begitu, ayo kita intip dia. Dan kau pasti Kana terkejut di buatnya."
Dengan mengendap-endap aku dan Galuh berjalan kembali menuju dapur. Setibanya di tempat aman mata Galuh seketika membulat bagaimana tidak dengan mata kepalanya sendiri dia melihat Sinta dengan rakusnya tengah mengunyah garam kasar bahkan suaranya sampai terdengar di tempat di mana kami bersembunyi saat ini.