Ketika di bangku SMA, Gaffi Anggasta Wiguna dan Bulan Noora selalu berjalan berdampingan layaknya sepasang kekasih yang penuh dengan keserasian. Di balik kedekatan yang mengatasnamakan pertemanan, tersembunyi rasa yang tak pernah terungkapkan. Bukan tak memiliki keberanian, melainkan Bulan Tengah mengejar seseorang. Anggasta memilih jalan sunyi, memendam dan mencoba tetap setia mendampingi sampai kebahagiaan itu benar-benar datang menghampiri perempuan yang sudah membuatnya jatuh hati. Barulah dirinya mundur pelan-pelan sambil mencoba untuk mengikhlaskan seseorang yang tak bisa dia genggam.
Lima tahun berlalu, takdir seakan sengaja mempertemukan mereka kembali. Masihkah cinta itu di hati Anggasta? Atau hanya bayang-bayang yang pernah tinggal dalam diam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Masih Tetap Sama
Mengudara kembali ke Jakarta. Di sampingnya sudah ada Jeno yang selalu setia.
"Gua harap lu denger apa yang gua bilang di pantai kemarin."
Hanya senyuman yang menjadi jawaban. Senyuman yang menyimpan banyak rahasia yang tak bisa tembus.
Setelah dari Jogja, Anggasta dikirim ke Bogor untuk menangani retail yang bermasalah. Bukan hanya satu, tapi ada beberapa. Bukan hanya dia yang turun tangan, sang kakak pun ikut serta. Sudah hampir seminggu Anggasta di Kota hujan. Tak berniat untuk pulang karena sudah pasti akan lelah di jalan. Memilih tinggal di sebuah hunian sederhana yang dia sewa untuk satu bulan ke depan. Padahal, villa keluarga ada. Tapi, Anggasta enggan untuk menempatinya.
Banyak pesan yang Anggasta abaikan. Dia hanya membuka pesan penting tentang pekerjaan. Tuhan seperti memiliki cara agar Anggasta mengistirahatkan hatinya. Dan giliran otaknya yang harus bekerja keras.
Setiap hari ada perempuan yang selalu menatap ruangan direktur. Hampir seminggu ini pintu itu tertutup rapat. Hanya staff kebersihan yang akan masuk di pagi dan sore hari.
"Kamu di mana, Fi?" gumamnya sembari menatap ke arah layar ponsel yang menunjukkan gelembung pesan. Tak ada satu pun pesan yang Anggasta balas.
Dan sudah seminggu ini, lelaki yang menganggapnya adik selalu menyempatkan diri untuk menjemput Bulan. Senyum pun terukir di wajah perempuan yang baru keluar dari kantor.
"Enggak sibuk emang?" Haidar menggeleng.
"Entar pacar kamu marah loh, Mas," ujar Bulan sambil menatap lelaki yang sudah menginjak pedal gas.
"Aku udah bilang. Dan dia enggak masalah."
Senyum yang Haidar berikan seperti oase segar untuknya. Lengkungan di sudut bibir itu sudah jarang sekali Bulan lihat di empat tahun terakhir. Dan kini, dia mampu melihat senyum itu lagi. Rindu, sudah pasti.
Hal yang tak pernah Bulan terima di lima tahun hubungannya dengan Haidar kini malah didapatkan ketika mereka hanya sebatas kakak dan adik. Haidar yang begitu pengertian serta begitu lembut kepadanya. Sama seperti di tahun pertama mereka menjalin hubungan. Seperti tengah menebus kesalahannya kepada Bulan.
Bulan terdiam ketika melihat dua balita kembar yang memasuki restoran di mana dirinya berada sekarang. Balita yang begitu sama seperti dengan difoto yang pernah Anggasta tunjukkan kepadanya. Dia juga terpana pada kecantikan perempuan yang berjalan bersama dua balita itu.
"Mommy, call Uncle."
Salah satu dari anak kembar itu sudah membuka suara. Sang mommy mencoba memberi pengertian, tapi anak itu tetap bersikukuh.
"Mommy akan coba. Tapi, kalau enggak bisa udah, ya."
Begitu sabar perempuan cantik yang masih sangat muda menghadapi dua balita yang ketampanannya tak terelakkan.
"Uncle!"
Bulan dapat mendengar betapa antusiasnya balita itu. Seketika tubuhnya menegang ketika mendengar suara dari sambungan video yang balita itu lakukan.
"Gaffi!"
Segera dicek ponselnya. Dan benar nomor lelaki itu tengah online. Tapi, pesan yang dia kirimkan sama sekali tak dibalas. Dibaca pun tidak. Kembali atensinya beralih ketika mendengar suara tawa dari sambungan video tersebut.
"Uncle janji setelah kerjaan Uncle selesai akan ajak kalian jalan."
"Promise?"
"Iya, Uncle promise."
Tatapan Bulan harus beralih ketika seseorang sudah duduk di hadapannya sekaligus menghalanginya untuk memandang dua balita tampan dan menggemaskan.
"Kenapa?" Bulan menggeleng dengan senyum yang diukirkan.
"Ini beneran Alma enggak marah?" Dengan tegas Haidar mengatakan tidak.
Bulan pun menghela napas lega. Pasalnya, sudah lebih dari seminggu ini Haidar selalu menghabiskan waktu bersamanya. Senyum yang begitu lebar terukir di wajah Bulan yang mulai kembali bersinar.
Tawa Bulan pun sudah kembali. Begitu juga dengan Haidar yang terpana melihat tawa yang begitu lepas.
"Cantik."
Tawa Bulan terhenti ketika mendengar ucapan lelaki di depannya. Ditatapnya Bulan dengan begitu lamat. Tangan Haidar mulai terulur dan mengusap lembut pipi Bulan. Sontak tubuh Bulan pun menegang.
"Ternyata selama ini aku menutup mata."
"Mas--"
Bulan menurukan tangan Haidar dari wajahnya. Namun, lelaki itu malah menggenggam tangan Bulan.
"Pantas Ibu begitu menyukai kamu. Bukan hanya parasmu yang cantik, hatimu juga sangat baik."
Hubungan Bulan dengan ibunda serta adik Haidar sudah membaik. Haidar datang ke Jogja atas permintaan ibunya karena wanita itu ingin merayakan hari ulang tahun bersama Bulan. Serta Hera yang sudah meminta maaf atas perkataannya tempo hari. Haidar menjelaskan jika foto yang terkirim ke ponsel sang adik adalah foto Bulan dengan kakak lain ibu yang tinggal di Kota gudeg.
✨✨✨
Seorang lelaki sudah meregangkan ototnya yang nampak kaku. Hembusan napas penuh kelegaan dikeluarkan.
"Mau pulang sekarang?" Sang kakak sudah bersiap untuk pulang ke Jakarta.
"Besok subuh aja, Kak. Lagian, Jeno udah otw ke sini sekalian jemput."
Gyan hanya mengangguk kecil dengan mata yang terus tertuju pada adiknya. "Jangan menyia-nyiakan waktu untuk mengejar hal yang sia-sia. Sudah terlalu lama kamu tersenyum tanpa benar-benar bahagia."
Kalimat sang kakak begitu menampar. Seketika wajah lelaki itu berubah.
"Jangan terlalu banyak minum alkohol. Besok kamu harua tetap datang ke kantor."
Gyan meninggalkan Anggasta yang masih duduk di kursi kebesarannya. Lelaki itu menghembuskan napas kasar setelah sang kakak keluar ruangan. Memilih membuka ponsel dan melihat pesan yang belum dia baca. Salah satunya dari Bulan. Bukannya membalas, Anggasta malah menghubunginya via sambungan telepon. Namun, nomor Bulan sedang berada di panggilan lain.
Diletakkannya kembali ponsel tersebut. Memejamkan mata sejenak untuk mencerna apa saja yang sudah terjadi di hampir dua Minggu ini. Tak ada pikiran ke yang lain. Semuanya hanya tertuju pada pekerjaan agar cepat selesai.
Pintu terbuka dan Jeno sudah datang wajah kesal. Omelan pun berkumandang karena pesan atau panggilan darinya tak pernah Anggasta gubris.
"Gua sibuk, No."
Jeno terus mengomel. Tapi, tak lelaki itu dengar. Memilih untuk keluar dari ruangan dan meninggalkan sang teman.
"Angsa!!!"
✨
Senyum Bulan begitu merekah di pagi ini. Bahagianya begitu kentara. Namun, seketika tubuhnya menegang melihat siapa yang baru masuk ke lift khusus petinggi.
"Gaffi? Dia sudah kembali."
Segera dia masuk ke dalam lift dan menekan angka di mana ruangannya dan ruangan direktur berada. Tibanya di sana, Bulan sudah mulai menanyakan kepada rekan seniornya. Senyum indah pun terukir.
Membuka ponselnya dan ternyata pesannya sudah dibaca walaupun tak dibalas. Ada kebahagiaan yang terpancar. Dan segera dia mengetikkan sesuatu.
Baru saja hendak mengecek laporan, ponsel yang ada di atas meja bergetar. Nama Bulan yang tertera di sana.
"Ada waktu gak? Gua pengen ngopi bareng sama teman gua yang udah lama enggak ada kabar."
Hanya senyum kecil yang Anggasta ukir. Dan tangannya mulai menari di atas keyboard.
"Tentuin aja tempatnya. Pasti gua datang."
Sesuai dengan lokasi yang Bulan kirimkan, sekarang di sinilah seorang Gaffi Anggasta Wiguna. Mencari sosok yang sudah tak ada di kantor, ternyata belum juga datang. Waktu terus berputar dan Anggasta masih setia duduk di sana. Sampai kafe itu mau tutup, Bulan tak juga menampakkan wajah. Pesan yang dia kirim pun hanya ceklis satu.
"Ternyata semuanya masih tetap sama," ucap Anggasta dengan senyum kecilnya.
"Gua yang selalu nepatin janji, dan lu yang selalu ingkar janji."
...*** BERSAMBUNG ***...
Coba atuh dikomen, aku cuma butuh komen kalian 🤧
dari dulu selalu nahan buat ngehujat si bulan tapi sekarang jujur muak liat wanita oon yg mau aja diperbudak cinta sampe jadi nggak tau malu dan buta hadeh wanita jenisan bulan emang cocok ama laki-laki jenis Haidar sama2 rela jatuhin harga diri demi cinta kemaren sempet agak seneng liat karakternya pas lepasin Haidar sekarang jujur ilfil sudah dan nggak layak buat gagas terlalu berharga keluarga singa cuman dapet menantu sekelas si bulan
kalau cewe udah terluka
pilihan opa ngga ada yang meleset...
good job alma👍 gausah jadi manusia gaenakan nanti mereka yg seenak jidat kaya mamak nya si haidar
lagian tuh ya.... para karyawan gak punya otak kali ya , dimana dia bekerja bisa-bisanya merendahkan dan menggosip pimpinannya , pada udah bosan kerja kali ya .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lnjut trus Thor
semangat
psfshal diri ny sen d iri pun menyimpsn luka yg tsk bisa di gambar kan.
sya dukung gagas sma Alma..
saya pantau terus author nya
jiwa melindungi gagas mencuat 🤭
btw oppa cucu nya abis di siram sama Mak nya Haidar TUHH masa diem2 aje
jadi orang jangan terlalu baik Al.... sesekali beri mereka pelajaran , biar mereka bisa melek , bisa buka mata lebar-lebar dan bisa melihat siapa yang salah dan siapa pula yang benar .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍