Pernikahan sudah di depan mata. Gaun, cincin, dan undangan sudah dipersiapkan. Namun, Carla Aurora malah membatalkan pernikahan secara sepihak. Tanpa alasan yang jelas, dia meninggalkan tunangannya—Esson Barnard.
Setelah lima tahun kehilangan jejak Carla, Esson pun menikah dengan wanita lain. Akan tetapi, tak lama setelah itu dia kembali bertemu Carla dan dihadapkan dengan fakta yang mencengangkan. Fakta yang berhubungan dengan adik kesayangannya—Alvero Barnard.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hampir Hilang Kendali
"Esson ... apa yang kamu lakukan?"
Suara Carla gemetaran, seiring tatapan matanya yang memanas, tak sanggup beradu pandang dengan manik mata Esson yang menyiratkan kemarahan.
"Katakan apa salahku padamu, Carla, sehingga kamu memperlakukan aku seburuk ini!" ucapan Esson mengalun tegas, bersamaan dengan cengkeramannya yang kian menguat.
"Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan. Kita sudah selesai dan aku tak pernah lagi mengusikmu. Lalu perlakuan mana yang kamu maksud?"
Esson tersenyum sinis, lantas menatap Carla dengan pandangan remeh.
"Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan?"
"Jika menurutmu itu penting, cepat katakan! Jika tidak, maka cepat pergi! Aku sudah lelah berurusan denganmu, Esson!" bentak Carla.
Bukan karena benci, bukan pula karena marah. Carla hanya takut gagal mempertahankan diri jika Esson terus mendesaknya. Tidak! Malam itu cukup dia, Vero, dan Tuhan yang tahu. Esson jangan sampai mengendus kebenaran. Cukup dirinya yang hancur, Esson jangan. Laki-laki itu terlalu istimewa bagi Carla untuk menelan semuanya.
"Silakan saja kamu pergi sesuka hati, tapi jangan pernah bermimpi untuk menggoda orang terdekatku, Carla! Aku tidak akan sudi dan tidak akan membiarkan itu terjadi!"
Jawaban tegas Esson membuat Carla tersadar ke mana arah maksud lelaki itu. Vero, pasti dialah yang menjadi topik utama pembahasan Esson kali ini. Entah dari mana ia mendapat informasi, tetapi Carla yakin pasti kejadian kemarin atau bahkan hari-hari sebelumnya sudah dalam genggaman Esson.
"Aku tidak pernah menggoda adikmu, jika itu yang kamu maksud."
Bibir Esson mengulas senyum miring. "Lalu maksudnya Vero yang menggodamu?"
Carla tidak menjawab, sekadar membuang pandangan ke samping dan menenangkan hati yang mulai bergejolak. Tatapan Esson, senyumannya, juga nada bicaranya, seolah-olah tak ada kepercayaan sedikit pun. Mungkin memang serendah itu dirinya sekarang di mata Esson.
"Selama ini Vero belum pernah tertarik dengan wanita mana pun. Carla, kamu sepuluh tahun lebih tua darinya. Kamu pikir dia justru akan tertarik padamu? Apa sesempurna itu kamu menganggap diri sendiri, hah?"
Mendengar ucapan Esson yang cukup menyakitkan, Carla hanya menarik napas panjang. Lantas, kembali menatap Esson sambil memamerkan senyum tipis. Sebisa mungkin dia bersikap tenang dan menyamarkan sesak yang bersarang di dalam dada.
"Kalau kamu sendiri yakin dia tidak akan tertarik padaku, lalu untuk apa kamu datang ke sini? Karena kamu mengira aku menggodanya? Aku tegaskan sekali lagi, Esson, aku tidak pernah menggoda adikmu!"
"Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan kemarin? Kamu dan Vero makan bersama, Carla, kamu jangan mengelak!"
Carla tertawa kecil. "Aku paham seorang Esson punya mata di mana-mana. Tapi, ada baiknya jangan menelan mentah-mentah informasi yang kamu dapatkan, sekalipun itu dari orang yang kamu percaya."
"Dan menurutmu aku harus percaya padamu?" sahut Esson dengan cepat, pun dengan kilatan yang makin tajam.
Menatap Carla yang tampak tak merasa bersalah, kekecewaan Esson kian mendalam. Ia teringat kembali dengan foto-foto yang dikirimkan oleh bawahannya kemarin. Carla dan Vero terlihat sedang makan bersama dalam satu meja. Sudut pengambilan gambarnya kebetulan cukup menipu, sehingga yang tampak seolah-olah Carla sedang bertatapan dengan Vero. Begitu pula ketika Carla sudah melangkah pergi. Ia yang menoleh ke belakang seakan-akan memang menyambut baik kehadiran Vero.
Mengingat itu semua, Esson nyaris tak bisa mengendalikan diri. Sampai sekarang Carla tetap memiliki posisi penting di hatinya, sedikit pun tak rela jika melihatnya berdekatan dengan Vero. Apa pun alasannya.
"Ingat baik-baik, Carla! Jangan pernah lagi mendekati Vero!" lanjut Esson dengan lebih tegas.
"Aku—"
"Kamu sendiri yang memilih pergi dan mengakhiri hubungan kita. Kenapa sekarang kembali dan menggoda adikku? Apa semurah itu dirimu sekarang, Carla?" pungkas Esson dengan napas yang tak beraturan. Api cemburu telah membakar hatinya dan membuatnya hilang kendali.
Mendengar hinaan dari mulut Esson, rasa sakit di hati Carla tak tertahan lagi. Lantas dengan kasar dia menyentak tangannya hingga terlepas dari cengkeraman Esson. Lalu dengan gerakan cepat, Carla melayangkan tangannya dan menampar keras pipi Esson.
"Jaga ucapanmu, Esson! Tanyakan sendiri pada adikmu kenapa dia kemarin bisa ada di mejaku! Sekalian katakan padanya, berhenti mengusikku! Aku muak melihatnya! Muak! Sama seperti melihatmu, aku juga muak!" maki Carla dengan mata yang melotot tajam.
Esson yang kala itu masih diselimuti kecemburuan, sedikit pun tak bisa berpikir jernih. Makian dan tamparan yang ia dapatkan, justru membuatnya makin bertingkah gila.
Meski kini bibir tak mengucap kata, tetapi tangan Esson dengan cepat mendorong tubuh Carla hingga merapat di sisi pintu, lantas mengunci gerakannya dengan kedua tangan.
Belum sempat Carla memprotes tindakannya, Esson lebih dulu mendekatkan wajahnya dan mencium paksa bibir Carla.
Sejenak Carla seolah terhanyut dalam cinta lama yang masih menyala. Namun, dengan cepat logika Carla bekerja, memaksanya mengakhiri ciuman tersebut dengan menggigit bibir Esson hingga berdarah.
Akibat rasa perih di sudut bibirnya, Esson pun melepaskan ciumannya. Namun, ia tetap mengunci tubuh Carla untuk tetap berada dalam rengkuhan tangannya.
"Kamu menyebutku murah hanya karena satu meja dengan Vero, tapi kamu sendiri mencium wanita lain di saat istrimu sedang menunggu di rumah. Esson ... tampaknya kamu jauh lebih murah dariku," ucap Carla sambil tersenyum sinis.
Alih-alih marah, Esson justru terdiam dengan tatapan yang tak beralih dari wajah Carla. Ia menyerah, ia telah kalah dan gagal membangun pertahanan.
"Anggap saja aku sedang memohon. Carla ... katakan apa alasanmu kenapa pergi dariku, dan katakan kenapa kamu bisa bersama Vero? Di saat hadirku tidak kamu terima dengan baik, kenapa Vero malah kamu terima? Apa salahku, Carla? Katakan!"
Air mata Carla langsung luruh saat mendengar suara Esson yang melunak, tatapan pula tampak sendu dan masih menyiratkan cinta.
Inilah Esson yang Carla kenal. Lelaki yang selalu berbicara lembut padanya dan menatap penuh cinta. Inilah lelaki yang sampai saat ini masih bertakhta dalam hati. Inilah lelaki yang tak bisa ia miliki meski rasa itu masih jelas ada.
"Carla ... katakan! Apa yang membuatmu memilih pergi?"
"Cukup, Esson! Kita sudah selesai, jangan tanya tentang masa lalu."
"Carla ... kamu sudah kembali. Kamu tahu siapa aku selama ini, kamu pasti paham bahwa aku bisa mencari jawabannya sendiri. Tapi ... aku ingin mendengarnya langsung dari kamu. Katakan, Carla!" ucap Esson, masih mengejar kejujuran Carla.
Namun, Carla sendiri masih diam sambil menggigit bibir. Dia tahu Esson punya uang dan kekuasaan. Dia bisa melakukan apa pun, dan tidak mustahil juga bisa menyelidiki kejadian malam itu. Entah dari satpam kompleks yang dulu menjadi saksi hidup saat dia pulang dalam keadaan berantakan—yang dulu ia bayar agar tidak mengatakan apa pun kepada Esson, atau juga dari sopir taksi yang kini entah di mana—tetapi bisa saja Esson menemukannya, atau pula ... justru dari Vero sendiri.
"Carla ...."
Carla menggeleng-geleng. Ia tak mau semua itu terungkap, tetapi ia kini juga tak bisa menutup akses jika Esson ingin menggali informasi.
"Tidak! Seharusnya aku tidak pernah kembali. Ini adalah kesalahan terbesarku," batin Carla dengan kepala yang makin menunduk.
Bersambung...
Carla kenapa? beres2 barang?
Penderitaan Carla sungguh sungguh menyakitkan 🥲🥲🤗🤗
Jadi untuk apa memperdalam kisah yng sdh lewat ikhlas kan aja Son , cerita mu dngn Carla sdh selesai 😠😠🤣