 
                            "Kamu selingkuh, Mas?" 
"Vina, Mas bisa jelaskan! Ini bukan seperti apa yang kamu lihat." 
"Bukan, terus apa? Kamu... kamu berciuman dengan perempuan itu, Mas. Terus itu apa namanya kalau bukan selingkuh?" 
***
"Vina, bukannya kamu mencintai, Mas?"
"Maaf! Aku sudah mati rasa, Mas." 
***
Vina, harus terpaksa pura-pura baik-baik saja setelah suaminya ketahuan selingkuh. Tapi, ia melakukan itu demi bisa lepas selamnya dari suaminya. 
Setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan, Vina tentu langsung melepaskan pria yang menjadi ayah dari anaknya. 
Kejam? Tindakan Dimas yang lebih kejam karena menghianati cinta sucinya. Padahal Vina selama menjadi istri tidak pernah menuntut apa-apa, ia selalu menjadi istri yang baik dan taat. Tapi ternyata ia malah diselingkuhin dengan mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iindwi_z, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku siap!
"Bunda kenapa menangis?" tanya Agam saat melihat ibunya datang dengan mata berair.
Vina tersenyum tipis, meskipun ia berusaha untuk baik-baik saja. Tapi, air matanya sendiri yang keluar. Bagaimana tidak, hatinya sakit melihat apa yang baru saja dilihat. Padahal ia sudah tahu kalau suaminya juga sudah melakukan lebih dari itu. Tapi, melihat secara langsung rasanya sangat sakit.
"Bunda enggak apa-apa, sekarang kita pulang ya!" ajak Vina, tangannya dengan cekatan membereskan barang-baran yang dibawa.
"Loh, kenapa pulang Bunda? Agam kan belum main bola sama ayah," Agam menjeda ucapannya, celingukan mencari keberadaan ayahnya. "Terus ayah mana? Bukannya bunda tadi nyari ayah?" tanyanya lagi saat tidak melihat kehadiran ayahnya.
Vina menghentikan pergerakannya, tangannya memegang dua pundak Agam. Tatapnya begitu serius agar anaknya mengerti apa yang akan diucapkan. "Agam, dengerin Bunda baik-baik ya! Sekarang kita pulang, ayah ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan. Kita pulang ya nak, nanti Bunda ajak beli ice cream kesukaan Agam."
Sebenarnya Agam ingin protes, jujur ia sangat merindukan ayahnya, karena sudah lama sekali tidak pergi bersama-sama. Tapi, melihat tatapan ibunya, Agam mengangguk. Apalagi saat air mata di pipi ibunya kembali keluar. Agam tidak suka melihat ibunya menangis.
Vina tersenyum, tangannya terulur mengelus rambut anaknya. Setelah selesai, ia langsung pergi dengan Agam. Tidak perduli Dimas akan mencarinya atau suaminya itu malah akan pergi dengan selingkuhannya tadi.
Sebenarnya, bisa saja Vina seperti perempuan yang ada di luar sana. Melabrak si pelakor, tapi Vina enggan melakukan itu.
Karena, adanya perselingkuhan karena dua-duanya mau. Kalau saja Dimas bisa tegas, bisa menolak kehadiran Lara, mungkin perselingkuhan itu tidak akan terjadi.
Tapi... Dimas welcome, Dimas malah menyambut kedatangan Lara. Jadi, ya perselingkuhan itu terjadi. Korbannya adalah istri sah. Istri yang selalu mendoakan kebaikan untuk suaminya.
***
Dimas melepaskan ciumannya, menarik nafas panjang. Karena ia telah membuat kesalahan lagi. Harusnya ia mendorong Lara, harusnya ia tidak menyambut ciuman itu? Tapi, lagi-lagi ia terbuai, tubuhnya menerima apa yang Lara lakukan meskipun hatinya ingin menolak itu.
"Aku harus pergi, Vina dan Agam menungguku Lara!" pamit Dimas.
Lara menahan tangan Dimas saat akan meninggalkan dirinya. Ia merasa lega karena pria itu menyambutnya lagi. "Istrimu hanya marah Dimas, percayalah padaku dia tidak akan pernah pergi meninggalkan kamu."
Dimas menatap Lara dengan penasaran. "Maksud kamu apa, Lara?"
Lara tersenyum sinis, karena ia merasa kalau Vina akan bertahan meskipun suaminya selingkuh. Padahal ia sudah mengirim pesan, tapi Vina tidak bereaksi apa-apa. Beda jauh dengan perempuan di luar sana. "Kamu bilang kalau dia tidak punya siapa-siapa, kan? Terus kalau mau pergi kemana, dia tidak punya rumah untuk pulang selain kamu? Apalagi ada anak kamu yang juga membutuhkan biaya untuk sekolahnya. Dia akan mikir dua kali kalau melepaskan kamu. Kalau dia mau pergi pasti sudah lama. Tapi, tidak kan? Itu karena dia tidak punya apa-apa!"
Benar, istrinya itu kalau mau pergi akan kemana? Vina sebatang kara, rumah juga tidak punya. Ada juga Sasi sahabatnya, tapi tidak mungkin Vina akan meminta bantuannya.
Dimas tersenyum ia langsung membelai lembut pipi Lara. "Pulanglah, aku akan mendatangimu, tapi untuk saat ini aku tidak bisa, aku sudah janji dengan Agam."
Lara tersenyum lega, ia bisa mendapatkan Dimas lagi, dan pastinya uangnya juga
***
Dahi Dimas mengerut, karena ia tidak mendapati istri dan anaknya. Vina biasanya mengelar karpet di sebelah pohon rindang, karena ia selalu bilang suka di sana. Suka tempatnya teduh, dan nyaman. Tapi, kenapa tidak ada? Bahkan, Dimas sampai berkeliling tapi masih tidak mendapati keberadaan mereka.
Tangan Dimas merogoh ponselnya, mengambil ponsel untuk menghubungi istrinya. Tapi, nomer Vina malah tidak aktif. "Kemana dia?" gumam Dimas, ia sudah lelah mencari kesana kemari, tapi istri dan anaknya tidak kunjung ketemu.
"Apa tadi Vina melihat aku dan Lara...? Terus bagaimana kalau dia semakin marah?" pikir Dimas yang takut akan kemarahan Vina. Seketika bibirnya membentuk senyuman mengingat apa yang dikatakan Lara tadi. Dimas tersenyum sinis, karena apa yang dikatakan Lara benar.
Benar, Vina tidak akan meninggalkannya. Vina akan tetap berada di sisinya sampai kapanpun. Mau pergi kemana dia? Apalagi dia tidak punya pengalaman kerja apapun. Vina akan berpikir dua kali kalau mau pergi, apalagi Agam yang membutuhkan biaya untuk sekolah.
Dimas melangkah menuju parkiran, tidak memperdulikan Vina dan Agam. Paling mereka pulang, atau kalau tidak di rumah Sasi. Dan ujung-ujungnya akan kembali kerumahnya lagi.
***
"Vina..."
Mendengar namanya dipanggil Vina menoleh, matanya membelalak melihat kakak kelasnya lagi. Kenapa bisa bertemu lagi? Dan apakah pria itu juga sedang pergi piknik dengan keluarganya.
"Kak Albian... lagi piknik juga ya? Mana istri dan anak kamu?" seru Vina, celingukan mencari istri dan anak Albian.
Albian, pria itu kembali mendengus sebal. Kenapa perempuan itu selalu salah dalam menilai dirinya. Alih-alih merespon ucapan Vina, tatapan Albian malah tertuju pada anak yang berada di sebelah Vina. Ada rasa penasaran, karena anak itu terlihat sangat murung.
"Hay, nama kamu siapa?" tanya Albian dengan lembut, ia bahkan mensejajarkan tubuhnya agar lebih mudah bicara dengannya.
"Agam, Om!" jawab Agam pelan, tangannya menggenggam tangan ibunya dengan erat. Takut karena bicara dengan orang asing.
"Oh Agam, kenapa wajahnya kelihatan sedih? bukannya kamu habis piknik?" tanya Albian langsung.
Vina mendengar itu langsung menatap Agam, dan benar saja tidak ada binar kebahagiaan di mata anaknya. Padahal tadi saat berangkat Agam terlihat sangat bahagia. Vina tadi tidak memperhatikan itu, ia hanya berfikir untuk membawa Agam pergi saja.
Baru saja Vina mau menyahut, Agam sudah membuka suaranya. "Agam, Agam sedih Om. Padahal Agam sudah membayangkan bermain bola dengan ayah. Tapi, ayah kembali ingkar janji, ayah pergi lagi!" jawab Agam pelan, kepalanya menunduk, ada kesedihan di mata itu.
Ibu mana yang tidak sedih mendengar itu, Vina melepaskan tas yang dibawa. Mensejajarkan tubuhnya agar bisa bicara dengan mudah dengan anaknya. "Agam mau main bola? Agam bisa kok main sama Bunda, atau sekarang kita langsung pergi beli ice cream ya! nanti kita main bola sama-sama dengan Tante Sasi juga, gimana?"
Agam menggeleng kecil, bibirnya tersenyum meskipun terpaksa. "Tidak apa-apa Bunda, Agam tidak apa-apa, Kok. Sekarang kita beli ice cream saja."
Vina menarik tubuh Agam dalam dekapan, ia sampai lupa kalau di situ juga ada Albian yang sejak tadi memperhatikannya.
"Bagaimana kalau main bola dengan, Om!"
"Om serius?" mata Agam langsung berbinar mendengar itu.
"Dua rius malahan. Ayok kita pergi, Om ada tempat yang bagus untuk main bola."
"Kak," panggil Vina pelan. "Terus bagaimana dengan istri dan anak kamu? Aku enggak mau mereka salah paham, aku enggak mau menyakiti hati perempuan."
Albian dari tadi tidak tahan untuk tidak menonyor kepala Vina, coba kalau cuma bedua, mungkin sudah sejak tadi.
"Aku tidak punya istri dan anak, Vina. Tapi, kalau kamu dan Agam mau jadi istri dan anakku sih, aku siap!"
Hah? Masuknya apa coba?
***
Note: maaf telat up ya
busettt pindah lobang sana sini moga moga tuh burung cepat pensiun dini biar nyaho
bahaya loh kalau kena tetangga ku dah mati dia pipis darah ma nanah terus melendung gede kasihan lihatnya tapi kalau ingat kelakuan nya ga jadi kasihan
aihhh suami mu vin lempar ke Amazon
semoga ntar karmanya persis seperti nama pelakornya "LARA", yang hidupnya penuh penderitaan apalagi dia punya anak perempuan
orang udah mati sekarang