Ini bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang pengkhianatan tak berujung, tentang pengorbanan dan harapan yang gagal untuk dikabulkan.
Angelika Sinnata. Cantik, anggun, berparas sempurna. Sayangnya, tidak dengan hatinya. Kehidupan mewah yang ia miliki membuat dirinya lupa tentang siapa dirinya. Memiliki suami tampan, kaya dan penuh cinta nyatanya tak cukup untuk membuat Angelika puas. Hingga ia memilih mengkhianati suaminya sendiri dengan segala cara.
Angelina Lineeta. Cantik dan mempesona dengan kesempurnaan hati, sayangnya kehidupan yang ia miliki tidaklah sesempurna Angelika.
Pertemuan kembali antara keduanya yang ternyata adalah saudara kembar yang terpisah justru membuat Angelina terjebak dalam lingkaran pernikahan Angelika.
Apa yang Angelika rencanakan? Dan mengapa?
Lalu, apa yang akan terjadi dengan nasib pernikahan Angelika bersama suaminya? Akankah tetap bertahan?
Ikuti kisah mereka...!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Terjalin Tanpa Diminta.
"Dad..."
"...."
"Dad..."
Untuk kesekian kalinya Alan memanggil ayahnya, tetapi panggilan itu seolah tidak didengar oleh sang ayah yang saat ini tengah duduk berhadapan dengannya di meja makan, tetapi pandangan sang ayah terus tertuju pada ibunya.
Pandangan Alan beralih pada sang ibu, sosok yang kini berubah menjadi begitu menyayanginya sejak kecelakaan itu menimpa ibunya, bahkan kerap kali sang ibu membuatkan sarapan untuknya meski ada pelayan yang siap untuk melayaninya setiap saat.
Hari berganti begitu cepat, sudah berapa lama waktu berlalu, tidak ada yang menghitungnya, tetapi perubahan besar sikap Angelina yang mareka pikir adalah Angelika begitu terasa.
Suasana hangat dipagi hari, Angelina yang selalu bangun pagi dan melayani suami serta putranya, cara Angelina bertutur kata, semuanya berubah. Bahkan, penampilan Angelina pun berubah. Tidak ada satupun yang menyangka, jika wanita yang sudah bersama mereka saat ini bukanlah Angelika.
Jika Angelika yang biasa mereka kenal senantiasa mengerai rambutnya, menjaga penampilan mulai dari rambut, kuku serta wajah, kini semua itu tidak lagi menjadi prioritas lagi saat mereka lebih sering melihat Angelina yang mereka pikir Angelika mengenakan celana panjang dengan rambut terikat.
"Sejak kapan istriku menjadi terlihat begitu manis seperti ini?" batin Leon tanpa melepaskan pandangan dari istrinya.
"Daddy!"
"Eh... Ya?"
Leon tersentak saat Alan meninggikan suaranya untuk pertama kali, dan tidak ada lagi suara protes yang biasa dilayangkan Angelika terdengar.
"Habiskan sarapanmu dan jangan berisik!"
Kalimat itulah yang akan para pelayan dengar jika Alan meninggikan suaranya di tengah kegiatan sarapan jika Leon tidak ada di sana. Kini, apakah Leon ada atau tidak, suara bentakan itu tidak pernah lagi para pelayan dengar.
Sebaliknya, mereka justru lebih sering melihat Alan tertawa bersama ibunya.
"Ada apa?" Leon bertanya, mengalihkan pandangan pada sang putra.
"Daddy kenapa?" Alan balas bertanya dengan kening berkerut.
"Maksudmu?" Leon menatap putranya bingung.
"Aku memanggil Daddy berulang kali, tapi Daddy tidak menjawab.
"Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Angelina turut bertanya.
Pandangan Leon beralih pada Angelina, wanita yang masih ia pikir adalah istrinya.
"Tidak ada, hanya saja..." Leon menggantung kalimatnya, memikirkan alasan yang bisa ia gunakan untuk mengelak.
"Hanya saja apa?" tanya Angelina.
"Akan ada acara pertemuan bisnis dalam waktu dekat, apakah kamu bisa datang menemaniku?" jawab Leon diakhiri tanya.
"Pertemuan bisnis?" ulang Angelina mengerutkan kening.
"Ya," Leon menjawab seraya meletakkan sendok di tangannya. "Aku baru saja melakukan ekspansi di kota lain, dan beberapa dari pemilik perusahaan di kota itu akan hadir dalam pertemuan bisnis nanti, termasuk perusahaan yang baru saja mengajukan kerjasama dengan perusahaan kita. Jadi, bisakah kamu hadir untuk menemaniku?"
Angelina terdiam sejenak. Ia sudah berulang kali menolak ajakan pria itu hanya untuk membuat dirinya tidak terlibat terlalu jauh dalam interaksi yang alan membuat pria itu kembali curiga. Dengan dalih amnesia yang ia alami, pria itu tidak menuntut terlalu banyak. Akan tetapi, sampai kapan ia akan terus menolak?
"Baiklah, aku akan datang," jawab Angelina.
"Sungguh?" sambut Leon setengah tak percaya.
"Ya, aku bersedia menemanimu," jawab Angelina. "kapan tepatnya acara itu diadakan?"
"Satu minggu kedepan," jawab Leon.
"Apakah Alan akan ikut?" tanya Angelina.
"Tidak," Leon menggeleng. "Alan akan tetap di rumah."
"Baiklah," jawab Angelina.
Leon tersenyum senang, bahkan tanpa sadar segera berdiri dari duduknya dan mengecup lembut kening Angelina yang membuat wanita itu terpaku di tempatnya.
"Aku berangkat," ujarnya setengah berbisik, lalu menyentuh wajah istrinya sebelum pergi meninggalkan ruang makan untuk berangkat ke kantor.
.
.
.
"Apakah dia benar-benar Angelika?"
Pertanyaan itu seringkali masih terlintas di pikiran Nyonya Geeta saat ia kembali datang berkunjung ke rumah sang putra dan menemukan menantunya tengah menyusun makan siang ke dalam sebuah kotak.
Rambut terikat, celana panjang yang dipadukan dengan atasan lengan pendek berlapis apron, serta wajah yang memiliki noda tepung benar-benar tidak mencerminkan seorang Angelika yang selama ini ia kenal.
"Mama datang?" Angelina menyambut ramah, tersenyum hangat pada ibu mertuanya.
"Ya," jawab Nyonya Geeta sedikit canggung.
Selama ini ia tidak pernah bisa akur dengan menantunya itu. Setiap kali ia datang untuk melihat cucunya pun selalu mendapatkan sambutan dingin dari menantunya Tetapi, sejak kecelakaan yang menimpa Angelika beberapa minggu lalu, menantunya berubah menjadi lebih hangat padanya, hingga hubungan diantara keduanya terjalin tanpa mereka minta.
"Apakah Mama datang sendirian?" tanya Angelina.
"Tidak." Nyonya Geeta menggeleng. "Mama datang bersama adik iparmu, dia masih di depan."
Angelina mengangguk sambil tersenyum, membersihkan kedua tangannya dari noda tepung yang masih tersisa sebelum mendekat pada ibu mertuanya dan memberikan pelukan hangat pada sang ibu mertua.
"Kenapa kamu selalu sibuk di dapur? Apa gunanya pelayan jika kamu juga yang memasak?" tanya Nyonya Geeta menatap menantunya.
"Alan menyukai apa yang aku buat, Ma. Jadi aku ingin menyenangkan putraku," jawab Angelina tersenyum.
Lagi, meski ini sudah kesekian kalinya Nyonya Geeta melihat perubahan sikap menantunya, tetap saja perubahan itu masih terasa asing baginya. Akan tetapi, di lubuk hatinya, ia bersyukur menantunya telah berubah.
"Apakah Mama ingin makan siang di sini?" tanya Angelina lagi.
"Mama hanya datang sebentar untuk melihatmu dan Alan, tapi ternyata Alan belum pulang," sahut Nyonya Geeta.
"Sepertinya Alan akan pulang tidak lama lagi," ucap Angelina sesaat setelah melirik jam yang berada di sudut ruangan.
"Jika Mama di sini, bisakah aku meminta bantuan Mama untuk menemani Alan sementara aku mengantar makan siang untuk Leon?"
"Kamu... Ingin mengantar makan siang ke kantor?" ulang Nyonya Geeta tak percaya.
"Ya. Hari ini aku membuat kue kesukaan Alan, jadi sekalian saja aku membuat makanan kesukaan Leon," jawab Angelina.
"Haruskah Mama memecat beberapa pelayan dan menyerahkan urusan dapur padamu?" sambut Nyonya Geeta bernada canda.
"Jangan, Nyonya!"
Suara dua pelayan yang bertanggung jawab bagian dapur seketika menyela, lalu membawa langkah mereka mendekat pada majikan mereka.
"Jangan pecat kami, Nyonya Besar. Kami sudah berulang kali meminta Nyonya Muda untuk tidak memasak, tetapi Nyonya Muda selalu menolak," adunya.
Nyonya Geeta tertawa, perubahan drastis menantunya memang membuat semua orang yang bekerja pada putranya berubah sikap dalam sekejap, seolah rasa takut yang sebelumnya selalu mereka rasakan lenyap dalam sekejap dan digantikan dengan rasa segan.
"Bukan aku yang memiliki wewenang untuk memecat kalian," sahut Nyonya Geeta setelah tawanya mereda. "Kembalilah bekerja."
"Baik," dua pelayan itu menjawab serempak, lalu berlalu pergi.
"Pergilah. Biarkan Mama yang mengurus Alan," sambung Nyonya Geeta beralih pada menantunya.
"Terima kasih, Ma,"
.
.
.
Angelina tiba di SYL Crop dengan membawa kotak makan siang di tangannya. Setiap langkah yang ia ambil berhasil menarik perhatian para karyawan untuk mengarahkan pandangan mereka padanya.
Namun, tubuh Angelina seketika membeku begitu ia masuk ke dalam ruang kerja Leon dan mendapati seorang wanita tengah duduk di pangkuan Leon.
. .. .
. . . .
To be continued...