NovelToon NovelToon
PERJUANGAN PUTRI HUANG JIAYU

PERJUANGAN PUTRI HUANG JIAYU

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam
Popularitas:27.4k
Nilai: 5
Nama Author: Athena_25

Putri Huang Jiayu putri dari kekaisaran Du Huang yang berjuang untuk membalaskan dendam kepada orang-orang yang telah membunuh keluarganya dengan keji.

Dia harus melindungi adik laki-lakinya Putra Mahkota Huang Jing agar tetap hidup, kehidupan keras yang dia jalani bersama sang adik ketika dalam pelarian membuatnya menjadi wanita kuat yang tidak bisa dianggap remeh.

Bagaimana kelanjutan perjuangan putri Huang Jiayu untuk membalas dendam, yuk ikuti terus kisah lika-liku kehidupan Putri Huang Jiayu.

🌹Hai.. hai.. mami hadir lagi dengan karya baru.
ini bukan cerita sejarah, ini hanya cerita HALU

SEMOGA SUKA ALURNYA..

JIKA TIDAK SUKA SILAHKAN DI SKIP.
JANGAN MENINGGALKAN KOMENTAR HUJATAN, KARENA AUTHOR HANYA MANUSIA BIASA YANG BANYAK SALAH.

HAPPY READING...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athena_25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KERINGAT, LUMPUR DAN TAWA PAHIT

Hembusan angin sore yang tadinya membawa ketenangan, kini menjadi saksi bisu ketegangan yang memuncak. Lima bayangan besar menghadang, napas mereka berat bercampur ketakutan dan keputusasaan.

Mei Yin, sosok ramping di samping Jiayu, hanya tersenyum. Senyum tipis itu, dingin dan penuh antisipasi, membuat kelima bandit itu tak sadar mundur selangkah.

"Kalian, mengganggu perjalananku" bisik Mei Yin, suaranya jernih memotong kesunyian hutan,

Swoosh!

Dia melesat seperti anak panah. Sasaran pertama: bandit paling kecil yang hanya bermodal tinju. Satu tendangan rendah ke lutut.

Krak!

Jeritan menyayat dan bandit itu ambruk sambil memegangi kakinya.

"Aaargh... tulangku!" Mei Yin sudah berpindah sebelum tubuh itu menyentuh tanah, jubahnya berputar seperti bayangan.

Pentungan kayu lapuk Wong Rui, si pemimpin tinggi, menghunjam dari atas. Mei Yin menoleh, tubuhnya meliuk seperti ular. Pentungan itu meleset, menghantam tanah dengan debu. Dia memanfaatkan momentum, sikutnya menancap ke ulu hati Wong Rui.

Ugh!

Wong Rui membungkuk, wajahnya pucat, pentungannya nyaris terlepas.

Dua bandit lain – satu dengan pentungan, satu dengan pisau berkarat – menyerbu dari samping.

Mei Yin melompat ke belakang dengan anggun, menghindari tusukan pisau yang nyaris mengenai perutnya. Dia mendarat ringan, tapi pentungan bandit kedua sudah menunggu.

Twagh!

Dia berhasil menangkis dengan lengan, tapi kekuatan pukulan membuatnya tersentak mundur, wajahnya berkerut. Napasnya tersengal untuk pertama kalinya.

"Hajar dia!" Teriak bandit berpisau, melihat celah. Dia menusuk brutal kearah Mei Yin,

Sedangkan Mei Yin yang masih menstabilkan diri, terpeleset di daun basah!

Sreeet!

Pisau karat itu mengoyak lengan bajunya, meninggalkan goresan merah, dia mendengus kesal. " Sialan, aku tergores! ini semua karena tanahnya licin"

Kesempatan itu dimanfaatkan bandit keempat yang tadinya ragu. Dia menerjang seperti banteng, tangan kosong mencoba mencekik.

Mei Yin berputar, menghindar, tapi Wong Rui sudah bangkit, dia meraung dengan keras dan penuh frustrasi, pentungannya mengayun lagi, membidik kepala Mei Yin yang sedang sibuk dan terjepit!

Thump!

Bukan pentungan yang mendarat, melainkan Jiayu yang tiba-tiba ada di sampingnya, tangannya yang kecil dan lentik itu dengan mudah menangkap pergelangan tangan Wong Rui yang sedang mengayun.

"Tunggu dulu," ucap Jiayu dengan suara tenang yang mengagetkan semua orang, bahkan Mei Yin.

"Lima lawan satu? Itu sangat tidak adil," Ucapnya dengan nada sedikit mengejek.

Wong Rui mencoba melepaskan diri, tapi genggaman Jiayu seperti besi.

"Lepaskan, aku brengsek!" teriaknya, matanya membelalak ketakutan dan heran melihat betapa mudahnya pria berpenampilan elegan ini menghentikannya.

Mei Yin, memanfaatkan keedaan itu, dia melesat lagi. Kali ini ke bandit berpentungan yang baru saja memukulnya. Dengan gerakan cepat, dia menyapu kaki bandit itu.

Brukk!!

Bandit itu jatuh telentang, pentungannya terbang dan...

Tok!

mengenai kepala bandit keempat yang sedang kebingungan!

"Aaargh kepalaku!" teriak bandit keempat sambil memegangi benjolan yang langsung muncul.

Bandit berpisau, melihat kekacauan dan kehadiran Jiayu yang mengancam, dia sangat panik.

Dia mengacak-acakkan pisaunya ke udara tanpa tujuan.

"Jangan mendekat! Awas! Awas aku punya pisau!" teriaknya histeris, malah hampir menusuk temannya sendiri yang sedang berusaha bangun.

"Hei, awas kau!" teriak bandit yang hampir tertusuk, menjauh dengan kikuk.

Jiayu hanya menghela napas. Dia masih mencengkeram Wong Rui, dia melangkah ringan. Kakinya yang sepertinya hanya menyentuh tanah dengan lembut, tiba-tiba menyapu kaki bandit berpisau yang sedang panik itu.

Brukk!

Bandit itu terpelanting ke lumpur, pisaunya terlempar jauh.

"Ouwwhh pasti sakit sekali rasanya" komentar Jiayu sedikit meringis membayangkan sakitnya jatuh dengan sangat memalukan begitu.

Mei Yin sudah menuntaskan bandit kelima yang tadinya memegangi lutut. Satu tekanan tepat di titik bahu membuatnya menggelepar tak berdaya.

Dia kemudian menatap Wong Rui yang masih dicengkeram Jiayu, matanya masih menyala, tapi napasnya sudah lebih stabil. "Kurang ajar," gerutunya, menyentuh lengan yang tergores.

Dalam waktu kurang dari satu menit setelah Jiayu turun tangan, kelima bandit itu sudah terkapar di tanah.

Satu merintih kesakitan di lutut, satu pingsan sebentar karena pentungannya sendiri, satu memegangi kepala benjol, satu mengotori lumpur, dan Wong Rui yang gemetar ketakutan dalam cengkeraman Jiayu.

"Sudah cukup?" tanya Jiayu, melepaskan cengkeramannya pada Wong Rui.

Wong Rui pun langsung lunglai di tanah, terisak-isak ketakutan dan kelelahan. "Kami sebenarnya tidak ingin menjadi perampok, Tapi keadaan memaksa kami,"

Mei Yin mendekat, mengamati mereka dengan pandangan tajam.

"Bodoh. Gerakan kalian kacau, senjata kalian sampah, bahkan menyergap pun tidak becus." Dia menendang pentungan lapuk Wong Rui yang tergeletak. "Dengan ini kalian merampok?"

Wong Rui menatap ke tanah, air mata bercampur lumpur di pipinya. "Kami... kami tidak punya pilihan!" jeritnya, suaranya pecah.

"Kami bukan penjahat! Kami cuma petani!"

Jiayu berjongkok di depannya, mata birunya yang tenang menatap langsung. "Petani yang mencoba merampok dengan pentungan lapuk? Ceritakan apa yang sebenarnya terjadi!"

Teriakan Wong Rui pecah menjadi isakan. "Desa Fanling! Banjir... banjir besar tiga bulan lalu! Sawah hancur, rumah tersapu... banyak yang mati! Yang selamat... mengalami kelaparan!"

Tangisnya makin keras. "Pihak istana mengirim bantuan, tapi... tidak cukup! Sekarung beras untuk seratus orang! Lalu penyakit datang... demam, muntah... anak-anak, orang tua... mati seperti lalat! Tabib pun tidak memadai, obat-obatan pun terbatas"

Dia menunjuk kearah teman-temannya yang menyimak dengan wajah muram.

"Kami... Wong Rui, Liu, Chen, Bao, Du... kami kuat, bisa bekerja. Tapi tidak ada pekerjaan! Tanah masih terendam, semua berlumpur! melihat istri kami, anak-anak kami, badan mereka kurus kering, tinggal kulit yang membalut tulang! Jika lapar mereka memakan akar, daun... bahkan tanah! Kami berpikir harus melakukan sesuatu!" Tangannya mengepal lumpur.

"Ini... ini satu-satunya jalan. Mengganggu orang lewat... mengambil sedikit makanan, sedikit koin... untuk beli sesuap nasi bagi keluarga yang sekarat di gua persembunyian dekat sini." Matanya memohon.

" Kalian boleh membunuh kami! namun keluarga kami... mereka tidak bersalah!"

Hening menyelimuti hutan. Hanya desir angin dan isakan pahit kelima pria itu. Mei Yin yang tadinya masih geram, wajahnya sedikit berubah. Dinginnya masih ada, tapi ada sesuatu yang meleleh di baliknya. Jiayu menghela napas panjang, wajahnya serius.

"Gua persembunyian?" tanya Jiayu perlahan. "Bawa kami ke sana."

Wong Rui terkejut, matanya membelalak ketakutan. "Tidak! Kalian mau apa? menghabisi mereka? Mereka sudah sekarat!"

"Jika kami mau membunuh, kalian sudah mati sejak tadi," ucap Mei Yin dengan suara datar, namun nadanya tidak lagi mengancam. "Kami hanya ingin melihat."

Wong Rui dan teman-temannya saling pandang. Ketakutan dan keraguan berperang di wajah mereka yang kotor.

Akhirnya, Wong Rui mengangguk lesu, kekuatan seakan habis terkuras. "Baik... baik... Silahkan ikuti kami." Dia berusaha bangkit, tubuhnya masih gemetar. "Tapi... tolong. Jangan sakiti mereka."

Dengan langkah gontai, dipimpin oleh Wong Rui yang masih terhuyung-huyung dan ditemani oleh keempat temannya yang babak belur, mereka menyusuri jalan setapak kecil yang nyaris tak terlihat, masuk lebih dalam ke hutan lebat. Suasana muram dan bau tanah basah semakin menyengat.

Setelah sekitar dua puluh menit berjalan, mereka tiba di sebuah tebing rendah yang tersembunyi di balik tumbuhan merambat lebat. Wong Rui menyibakkan sebagian sulur-sulur itu, membuka mulut gua yang gelap dan lembab. Bau menyengat langsung menerpa – campuran keringat, kotoran, penyakit, dan keputusasaan.

" Mereka di dalam," bisik Wong Rui, suaranya parau.

Jiayu dan Mei Yin bertukar pandang. Jiayu mengangguk, lalu mempersilakan Mei Yin masuk lebih dulu, sikapnya waspada namun penuh perhatian. Mei Yin melangkah masuk, menyesuaikan matanya dengan kegelapan.

Pemandangan di dalam membuat nafas mereka sesak.

Gua itu tidak dalam, tapi dipenuhi manusia. Puluhan orang – laki-laki kurus kering,

perempuan dengan mata sayu,

anak-anak kecil yang terlihat seperti tengkorak berbalut kulit.

Mereka terbaring di atas tikar jerami busuk atau langsung di tanah lembab.

Banyak yang batuk-batuk kering, menggigil meski cuaca tidak dingin. Lengan dan kaki yang terlihat penuh dengan luka menganga yang bernanah.

Mata mereka kosong, tanpa harapan, hanya menyisakan penderitaan yang mendalam.

Seorang wanita muda merangkak mendekat, tangannya yang seperti cakar menjulur ke arah Wong Rui. "Suamiku... apa ada makanan?" Suaranya parau, nyaris tidak terdengar.

Wong Rui jatuh berlutut di sampingnya, memegangi tangannya yang dingin. "Aku... aku gagal lagi, Lin," bisiknya, air matanya menetes. "Mereka... mereka terlalu kuat."

Mei Yin diam, matanya menyapu ruangan, menganalisa setiap detail penderitaan. Jiayu berjalan perlahan ke tengah gua, wajahnya suram seperti langit sebelum badai. Dia berjongkok di samping seorang anak kecil yang mungkin berusia lima atau enam tahun, tapi tubuhnya tak lebih besar dari anak dua tahun. Kulit anak itu panas membara, napasnya tersengal-sengal, dan di lengannya terdapat luka aneh berwarna kehitaman yang tampak bergerak perlahan di bawah kulitnya, seperti sesuatu yang hidup.

Jiayu mengulurkan tangan, jarinya hampir menyentuh dahi anak itu yang membara.

Tiba-tiba, dari kegelapan sudut gua, terdengar suara serak, parau, penuh penderitaan namun mengandung intonasi aneh yang tidak wajar:

" Jangan sentuh dia! kau bisa saja tertular dengan penyakitnya"

Jiayu membeku. Mei Yin berputar cepat, tangannya sudah di gagang senjata tersembunyi di pinggangnya, matanya menyipit tajam menembus kegelapan, mencari sumber suara yang mengirimkan gelombang dingin ke tulang belakangnya.

Siapakah yang bersembunyi di balik bayang-bayang itu? Dan apa sebenarnya yang terjadi di Desa Fanling?

.

.

.

🌹 Hai... hai... Sayangnya Mami🤗

JANGAN LUPA KASIH LIKE & KOMEN DI SETIAP BAB DAN JUGA HADIAH YA...

TERIMA KASIH SAYANGKU🥰🥰

1
Aquarius97 🕊️
Hahahahah, aku jadi ngakak bayangin ekspresi si Mei yin gimana ...ahaha
Aquarius97 🕊️
Nah.... benar ituuu
Aquarius97 🕊️
Benar Jiang... kamu harus percaya kakakmu...tenanglah dia juga kupangau dari sini
Aquarius97 🕊️
Thor..wortel sekilo berapa ? /Grin/
@dadan_kusuma89
Persis, dugaanku tepat. Sia ternyata bukan orang sembarangan.
@dadan_kusuma89
Wow, Aku yakin Sia merupakan orang penting di kekaisaran ini. Ataukah jangan-jangan dia?
Drezzlle
oh, pantas jika dia seorang putri. Dia memiliki jiwa petualang yang sama seperti jiayu
Drezzlle
iya kan? apa dia mata-mata
Drezzlle
Wah jadi penasaran siapa Sia? kedudukannya seperti apa?
Anyelir
beban seorang kakak adalah selalu memastikan adiknya tetap selamat dan hidup.
Dewi Payang
Semoga tidak......
Dewi Payang
Aduh, tar ketahuan.... jadi deg²an
Afriyeni Official
kaget ya mei,, 🤭 jangan shock ya, tarik nafas... hembuskan 🤭
Afriyeni Official
syukurlah, emak emak udah pinter ngeles dari dulu demi kebaikan 🤭
Afriyeni Official
eh prajurit, beraninya nodong emak emak sama anak kecil /Smug/
Sul Lasih
kurang kak updatenya🤭💪
༺𝑨𝒕𝒉𝒆𝒏𝒂_𝟐𝟓༻: msh merangkai kata2 kk, wkwkwk. sabar ya sayangkuh, mami upnya saat rehat kerja jd rda2 pelit upnya 🤭
total 1 replies
sjulerjn29
ke kenapa gak buat ramuan hilang ingatan aja kek biar mereka lupa sekalian 🤭
Xlyzy
wkwkwk udah udah nnti tuan muda malah ngamok lagi
🖤⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞
klo gak di kasih tau kasian kan /Slight//Facepalm/
Aquarius97 🕊️
aku kalo jadi Huang jiang pun juga resah, tak bisa tidur
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!