"Aku mencintaimu, Hayeon-ah. Mungkin caraku mencintai salah, kacau, dan penuh racun. Tapi itu nyata." Jin Seung Jo.
PERINGATAN PEMBACA:
Cr. pic: Pinterest / X
⚠️ DISCLAIMER:
· KARYA MURNI SAYA SENDIRI. Cerita, karakter, alur, dan dialog adalah hasil kreasi orisinal saya. DILARANG KERAS mengcopy, menjiplak, atau menyalin seluruh maupun sebagian isi cerita tanpa izin.
· GENRE: Dark Romance, Psychological, Tragedy, Supernatural.
· INI BUKAN BXB (Boy Love). Ini adalah BxOC (Boy x Original Female Character).
· Pembaca diharapkan telah dewasa secara mental dan legal.
©isaalyn
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon isagoingon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebenaran dan Dampak yang Tak Terkendali
Beberapa minggu berlalu—sejak insiden di kamar mandi itu. Hayeon dan Seung Jo kini terjebak dalam gencatan senjata yang tegang. Dia tidak lagi terkurung dalam satu ruangan, meski kebebasannya masih terkurung dalam dinding mansion yang dingin. Seung Jo, dengan sikapnya yang membeku, menjaga jarak, tapi—ah, kekerasan yang dulu begitu nyata kini mereda, seolah terbenam dalam lautan ketidakpastian.
Namun, ada sesuatu yang mengganggu Hayeon. Tubuhnya—kelelahan yang tak biasa, mual di pagi hari, dan... oh tidak, terlambat datang bulan.
Kecurigaan yang menakutkan mulai merayap, seperti bayangan gelap di sudut pikirannya. Malam penuh kebencian dan alkohol itu, kata-kata Seung Jo tentang "mengikat"—semua itu kembali menghantuinya.
Dengan sisa uang yang dia sembunyikan di saku, dia memberanikan diri—menyuap salah satu pelayan yang tampak paling bersimpati, meminta bantuan untuk membeli tes kehamilan.
Dan hasilnya? Dua garis merah muda. Dunia seakan berputar—dia hamil. Anak Jin Seung Jo. "Ikatan" yang dia ancamkan ternyata bukan sekadar kata-kata, melainkan sebuah kenyataan yang lebih mengerikan dari yang bisa dia bayangkan.
Ketakutan dan kepanikan melanda—bagaimana bisa dia membawa anak di dunia neraka ini? Bagaimana dia bisa menjadi ibu bagi anak seorang pembunuh?
Malam itu, suasana mansion terasa menyesakkan. Seung Jo pulang dengan wajah gelap, seperti badai yang siap meledak. Bisnisnya terganggu oleh Junho lagi, dan kemarahan yang terpendam selama ini akhirnya meledak.
Dia menghancurkan vas dan meja di ruang tamu—suara amukannya menggema, seolah menggetarkan seluruh rumah.
Hayeon, mendengar keributan itu, bersembunyi di kamarnya, berharap badai ini segera berlalu. Tapi Seung Jo—dia menemukan Hayeon. Pintu didobrak, matanya berapi-api, mungkin karena kemarahan atau... alkohol lagi.
"Kau!" geramnya, menatap Hayeon yang ketakutan, seolah dia adalah sumber semua masalah.
"Semua ini karena kau! Seandainya aku tidak lengah tujuh tahun lalu, seandainya aku tidak membiarkanmu hidup, aku tidak akan terjebak dalam kekacauan ini!"
"Itu bukan salahku," bisik Hayeon, mundur hingga punggungnya menyentuh dinding.
"Aku tidak memintamu untuk—"
"DIAM!" raung Seung Jo, suaranya menggema, penuh amarah buta. Dalam ledakan itu, dia mendorong Hayeon dengan keras.
Hayeon terjatuh, punggungnya membentur tepi tempat tidur, dan tubuh kecilnya terguling ke lantai. Tapi bukan itu yang membuatnya menjerit—sebuah rasa sakit tajam dan dalam menusuk perutnya, seperti kram tapi sepuluh kali lebih menyakitkan. Dia mendekap perutnya, wajahnya seketika pucat.
"Aduh... perutku..." rintihnya, napasnya tersengal, seolah dunia runtuh di sekelilingnya.
Seung Jo membeku—amarahnya sirna, digantikan oleh sebuah realisasi yang menakutkan. Dia melihat wajah Hayeon yang memucat, tangannya yang mendekap perut, dan ingatannya melayang pada kecurigaan yang belum terkonfirmasi—kemungkinan yang dia sendiri ciptakan.
Dia beringsut mendekat, tapi Hayeon menjerit ketakutan.
"Jangan sentuh aku!"
Namun, Seung Jo tidak mendengarkan. Dengan gerakan yang tidak biasa, dia berlutut di sampingnya.
"Apa... apa yang terjadi?" tanyanya, suaranya serak, jauh dari nada hardikannya beberapa detik lalu.
Hayeon menangis, rasa sakit dan ketakutan membuatnya tidak bisa berpikir jernih.
"Aku... aku hamil... dan sekarang... sakit..."
Kata-kata itu menghantam Seung Jo seperti pukulan di dada. Wajahnya yang keras berkerut, menunjukkan konflik batin yang dalam. Dia berdiri dengan cepat, wajahnya pucat.
"Dokter!" teriaknya ke arah pintu, suaranya pecah untuk pertama kalinya, seolah semua ketegangan itu akhirnya meledak.
"Bawa dokter SEKARANG!"
Dia menatap Hayeon yang meringis kesakitan di lantai, dan untuk pertama kalinya, ada kilasan kepanikan sejati di matanya. Bukan karena kehilangan sebuah "milik" atau kalah dari Junho, tapi karena kemungkinan bahwa sebuah kehidupan—sebuah kehidupan yang terikat padanya dengan cara paling primitif—mungkin akan hilang karena tindakannya sendiri.
Dia telah mendorongnya. Dia telah menyakiti calon ibu dari anaknya.
Dan dalam momen itu, garis antara korban dan algojo, antara kebencian dan tanggung jawab, tiba-tiba menjadi sangat kabur. Seung Jo terjebak dalam kebingungan yang menyakitkan, menunggu dokter, sementara Hayeon terbaring di lantai, ketakutan akan kehilangan sesuatu yang bahkan tidak pernah dia minta—sebuah kehidupan yang tak terduga.