Menjadi Ibu Susu Bayi Bayi Gaib

Mbah Surti sambil menghapus air matanya membalikkan tubuh dan segera melangkah menuju ke kamar anak bungsu Pak Kadus Warman.

Pak Polisi, Retno dan Widowati pun melangkah mengikuti Mbah Surti. Beberapa orang yang masih ada di rumah itu juga turut mengikuti langkah mereka.

Di saat Pak Polisi sudah sampai di depan pintu kamar Rian, dia membalikkan tubuhnya menatap orang orang yang mengikuti dirinya.

“Tidak boleh semua ikut masuk! Hanya saya, Mbah Surti, Pak Erte dan Pak Kadus Hardi.” Ucap Pak Polisi dengan suara berat.

“Lha Pak saya yang memberi tahu kalau ada CCTV kok tidak boleh ikut masuk.” Ucap Retno dengan suara kenesnya protes pada Pak Polisi.

“Pak, saya tadi malam melihat ada orang yang mencurigakan di depan rumah saya. Orang itu sudah kenal dengan Tugiyo. Maksud saya datang ke sini untuk menemui Tugiyo menanyakan tentang orang itu. Tapi malah Tugiyo sudah mati.” Ucap Widowati dengan nada serius.

“Okey ayo masuk.” Ucap Pak Polisi segera melangkah menuju ke komputer yang ada di atas meja.

Kamar Rian yang berukuran 3 kali 3 meter itu, dimasuki oleh enam orang dewasa dan dua bayi yang tidur pulas di dalam gendongan Widowati.

Pak Polisi pun segera mencolokkan kabel listrik komputer itu, dan menekan tombol power. Setelah semua program aktif. Di layar monitor itu sudah terlihat aplikasi yang digunakan untuk membuka rekaman CCTV yang ada di rumah itu.

Semua pandangan mata orang orang yang berada di dalam kamar itu serius menatap layar komputer. Beberapa orang yang penasaran tetap berdiri di depan pintu kamar yang terbuka dan menatap ke arah komputer. Meskipun pandangan matanya terhalang oleh punggung punggung.

“Wid lihat itu!” bisik lirih Retno saat layar monitor komputer sudah menampilkan rekaman CCTV yang ada di dalam rumah Bu Kadus.

Tampilan di layar monitor terbagi menjadi empat. Menampilkan rekaman CCTV depan rumah, di ruang depan, ruang keluarga dan ruang belakang.

Pak Polisi langsung memutar pada kejadian di malam hari. Setelah jam sembilan malam. Karena informasi warga jam sembilan malam ada yang melihat Tugiyo menutup gorden ruang depan.

Dan benar rekaman CCTV di ruang depan memperlihatkan saat jam sembilan malam lebih sedikit Tugiyo menutup gorden jendela. Mengecek kunci pintu, mematikan lampu depan, lalu dia melangkah ke ruang keluarga. Tampak di rekaman CCTV di ruang keluarga Tugiyo duduk bersandar di sofa sambil melihat acara televisi. Tugiyo selanjutnya terlihat berbaring di sofa panjang sambil masih terus menonton siaran televisi..

Rekaman CCTV terus berputar. Semua serius menatap ke layar monitor terutama ke arah rekaman CCTV di depan rumah dan ruang belakang .

Sesaat kedua mata Widowati melebar saat melihat di layar monitor menampilkan selebat orang memakai pakaian hitam hitam yang berjalan sangat cepat bagai terbang saja.

“Itu dia orangnya di rekaman CCTV depan rumah!” ucap Widowati agak keras.

“Itu orang yang sama yang lewat di depan rumah kontrakanku.” Ucap Widowati lagi sambil menunjuk ke arah layar monitor. Tepat pada sosok perempuan berambut panjang, memakai pakaian hitam hitam yang kini sudah berdiri di depan pintu rumah Bu Kadus.

Pandangan semua mata tertuju pada sosok perempuan yang berdiri di depan pintu. Terlihat tangannya mengetuk ngetuk daun pintu.

“Nyi Ratu..” gumam Mbah Surti yang sudah mendapat informasi dari Tugiyo bagaimana ciri ciri sosok Nyi Ratu.

“Jam sepuluh, kemarin setelah warung mie tutup memang sepi di sini.” Gumam Pak Erte sambil menatap waktu yang ada di rekaman CCTV.

Semua mata terus menatap layar monitor komputer. Tidak lama kemudian terlihat pintu terbuka. Tampak sosok Tugiyo sangat kaget dan ketakutan. Tugiyo terlihat akan menutup lagi pintu, namun perempuan tua memakai baju hitam hitam itu terlihat sangat kuat mendorong pintu dan segera masuk ke dalam rumah Bu Kadus.

Pintu depan itu terlihat kembali tertutup rapat.

Semua pandangan mata kini menatap pada rekaman CCTV yang ada di ruang depan. Terlihat perempuan tua memakai baju hitam hitam itu berdiri tepat di depan Tugiyo yang terlihat sangat ketakutan.

“Sepertinya Nyi Ratu bertanya sesuatu pada Tugiyo, dan Tugiyo tidak tahu.” Gumam Mbah Surti yang melihat sosok Tugiyo menggeleng geleng kepala nya dengan sangat ketakutan.

“Iya sepertinya Nyi Ratu membentak bentak Tugiyo.” Gumam Retno, karena rekaman CCTV itu tanpa suara.

Terlihat Nyi Ratu mendorong tubuh Tugiyo dan terus didorong hingga Tugiyo terbaring di atas sofa panjang. Terlihat Tugiyo meronta dan ketakutan. Mulut Tugiyo tampak dibungkam oleh Nyi Ratu.

Bahkan rambut panjang Nyi Ratu tampak digunakan untuk menutup muka Tugiyo. Kini Tugiyo tampak sudah lemas mungkin karena aroma rambut Nyi Ratu.

Kedua tangan Nyi Ratu melepas celana panjang Tugiyo.

Tangan Nyi Ratu tampak mempermainkan burung Tugiyo. Lama kelamaan burung Tugiyo yang masih orisinil itu pun bangkit berdiri. Dan selanjutnya Nyi Ratu duduk di atas tubuh Tugiyo. Kain hitam penutup bagian tubuh bawahnya dia naikkan sampai pangkal pa ha.

Terlihat Nyi Ratu tertawa sambil tubuhnya bergerak gerak.

“Dia tidak pakai ce la na ya kok bisa langsung masuk.” Gumam Pak Er te.

Hampir satu jam Nyi Ratu bermain main dengan burung Tugiyo. Dan setelah puas. Kedua tangan Nyi Ratu mencekik leher Tugiyo.

“Sadis banget dia.” Gumam Retno dan Widowati.

“Jam jam sebelas lebih dia keluar dari rumah ini. Apa dia terus ke rumah ku ya..” gumam Widowati yang melihat waktu di rekaman CCTV itu.

“Mungkin Wid mencari cari di mana Langit dan Lintang berada.” Gumam Retno.

Pak Polisi terlihat sudah mematikan rekaman CCTV lalu mematikan layar monitor komputer.

“Jadi memang perempuan itu pelakunya. Di mana rumah dia.” Ucap Pak Polisi yang sudah mengirim rekaman CCTV ke hand phone nya sebelum mematikan komputer.

“Anaknya Mbah Arjo yang tahu Pak. Dulu sama Tugiyo mengantar Bu Kadus dan Bu Waspo ke sana. Di lereng merapi Pak. “ ucap Mbah Surti yang wajahnya terlihat masih pucat.

“Tetapi menakutkan Pak. Anak anak Bu Kadus dan Bu Waspo pernah datang ke sana untuk menjemput Ibu Ibu mereka.. tapi hiii..” ucap Mbah Surti yang kini begidik ngeri.

“Ada apa Mbah?” tanya orang orang yang ada di kamar itu. Termasuk orang orang yang masih berdiri di depan pintu kamar.

“Pokoknya ngeri Pak, menakutnya. Kata Mas Rian tiba tiba jalan ada genangan banjir darah. Mobil tidak bisa berjalan. Mereka akhirnya gagal tidak bisa menjemput Ibu Ibu mereka. Tugiyo dan Anak Mbah Arjo juga heran padahal saat mengantar Bu Kadus dan Bu Waspo katanya lancar lancar saja.” Ucap Mbah Surti.

“Pokoknya banyak rintangan nya Pak.” Ucap Mbah Surti lagi.

“Wid, kamu tidur di rumahku saja dulu ya. Aku takut perempuan itu datang lagi nanti malam. Mungkin dia masih berkeliaran di dusun ini mencari Langit dan Lintang. Juga mencari burung burung orisinil..hiii...” ucap Retno begidik ngeri sambil memeluk pundak Widowati dari samping.