Menjadi istri tapi sama sekali tak di anggap? Bahkan dijual untuk mempermudah karir suaminya? Awalnya Aiza berusaha patuh, namun ketidakadilan yang ia dapatkan dari suaminya—Bachtiar membuat Aiza memutuskan kabur dari pernikahannya. Tapi sepertinya hal itu tidak mudah, Bachtiar tak semudah itu melepaskannya. Bachtiar seperti sosok yang berbeda. Perawakan lembut, santun, manis, serta penuh kasih sayang yang dulu terpancar dari wajahnya, mendadak berubah penuh kebencian. Aiza tak mengerti, namun yang pasti sikap Bachtiar membuat Aiza menyerah.
Akankah Aiza bisa lepas dari pernikahannya. Atau malah sebaliknya? Ada rahasia apa sebenarnya sehingga membuat sikap Bachtiar mendadak berubah? Penasaran? Yuk ikuti kisah selengkapnya hanya di NovelToon!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F A N A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter - 12
Aiza merasa seperti sedang terbakar oleh rasa malu yang tak terkendali. ‘Apa yang sudah aku tanyakan? Kenapa aku bisa sebodoh ini?!’ ia memarahi dirinya sendiri, dengan suara bergetar dalam keheningan kamar.
Lalu Aiza mencoba untuk menenangkan diri. Tapi, pikirannya terus dipenuhi dengan pertanyaan yang mengganjal. ‘Ucapan lelaki itu barusan ... bukankah seperti menjelaskan jika tadi malam tidak ada yang terjadi di antara kami berdua?’ Kali ini, wanita muda itu bertanya pada hatinya, mencoba untuk berdiskusi dengan diri sendiri tentang maksud dari ucapan Felix yang masih terngiang-ngiang di kepalanya.
Tidak ingin terus berspekulasi. Dengan jantung yang masih berdebar-debar Aiza mencoba berdiri, menyibak selimut yang membungkus tubuhnya dengan sekali sigrak. Tapi sebelum ia benar-benar beranjak, Aiza terlebih dahulu memastikan jika pria itu sudah tidak ada lagi di sana.
“Huufft….” Aiza mengempaskan napas lega, seperti melepaskan beban yang berat dari pundaknya.
Hal pertama yang wanita muda itu kemudian lakukan adalah membuka lebar pahanya, mencoba menggerakkan, sebelum akhirnya menggunakan jemarinya memeriksa dengan sangat hati-hati. Aiza meraba permukaan miliknya dengan gerakan lembut, mencoba mencari tahu apakah ada kesakitan di sana?
Tidak ada yang mencurigakan. Namun, seakan belum puas ia pun lantas bangkit dari duduknya. Mencoba bergerak cepat siapa tahu ada nyeri kesakitan. Namun, yang ia rasa hanyalah keram dibagian betisnya.
Syukurnya Aiza tidak merasakan keperihan apapun. Tapi, rasa lega yang Aiza rasakan tidak membuat ia berhenti dari rasa curiga. Seakan belum puas mencari kebenaran tentang dirinya, wanita muda itu lantas gegas bangkit dari duduknya. Mencoba untuk bergerak cepat, siapa tahu ada rasa nyeri lain yang tersembunyi?
“Akhh… aduh!” Aiza meringis. Betisnya terasa keram. ‘Apa jangan-jangan ini tandanya?’ Manik Aiza membeliak saat asumsi itu terlintas dibenaknya.
Buru-buru ia mencari sebuah cermin agar bisa memeriksakan kondisi tubuhnya secara keseluruhan. Guna mendapatkan jawaban atas asumsi liarnya yang mulai merajai pikiran.
Tapi Aiza tidak melihat ada satupun cermin di sana, sampai akhirnya ia menemukan sebuah ruangan lain di kamar tersebut yang memakai sekat pintu sliding, Aiza memutuskan untuk menghampiri tempat tersebut.
Pemandangan megah menjamu indera penglihatan Aiza tatkala pintu itu ia buka, membuat Aiza sampai takjub dengan mulut terbuka. Ternyata dibalik pintu tersebut merupakan sebuah ruang walk-in closet, seperti yang ada di kamar Bachtiar. Namun, dengan ukuran yang jauh berkali lipat, dengan arsitektur penuh kilau emas yang menyilaukan mata. Membuat Aiza bahkan merasa dirinya seperti sedang berada di dalam istana yang megah.
Ruangan itu benar-benar unik. Seperti sebuah oasis yang mewah di tengah-tengah kekacauan. Warna emas mendominasi dengan paduan creme yang semakin menambah nilai aesthetic pada ruangan tersebut—membuat Aiza lagi-lagi merasa dirinya sedang berada di dunia yang berbeda.
Penataannya sangat apik, dilengkapi sebuah sofa panjang bewarna putih dengan meja bulat berukuran kecil yang sepertinya terbuat dari emas? Juga dua buah sofa kecil lain yang bewarna coklat terang, serta lampu kristal rumbai yang menyala—membuat suasana di walk-in closet itu terlihat semakin elegan dan mempesona.
Tak berkesudahan mulut Aiza mengucapkan kalimat “Indah sekali.” Saking takjubnya dengan pemandangan yang menyilaukannya itu—yang mana sampai membuat ia lupa pada tujuannya di awal.
“Astaghfirullah… apa yang sedang aku lakukan?!” Wanita muda itu tersadar. Langsung menarik pergelangan tangannya yang hampir menyentuh pintu lemari kaca yang ada di depannya.
Kemudian gegas berpaling mencari sebuah cermin dengan ekspresi gugup sekaligus khawatir.
Bagaimana ia bisa lupa pada tujuan awalnya yang ingin memastikan seluruh tubuhnya, jika tidak ada ada apapun yang terjadi tadi malam?
Ketika manik Aiza mendapati sebuah cermin besar di ruangan itu, ia gegas menghampiri cermin itu. Berdiri memperhatikan dirinya, tubuhnya, memperhatikan seksama setiap bagian permukaan kulitnya yang bersinar.
Tidak ada yang janggal. Tidak ada bekas perampasan ‘hak’ di sana. Hanya beberapa cakaran pada lengan serta bahu, karena perlawanannya, yang tidak ingin disentuh oleh para pria itu.
Aiza menghela napas panjang. Ia merasa lega karena tak ada apapun yang berarti terjadi pada dirinya. ‘Sesuatu’ yang berharga itu masih ada, membuat perasaan Aiza mulai tenang. Akan tetapi, jika para pria asing itu tidak melakukannya, siapa yang telah menolongnya? Mungkinkah lelaki itu?
Di tengah pikiran Aiza yang kembali berkecamuk. Tiba-tiba saja suara pintu kamar terbuka—membuat Aiza yang baru saja keluar dari walk-in closet terkesiap.
Dua orang maid perempuan datang dengan membawa dress bewarna putih tulang. Aiza mengernyitkan dahi. ‘Apa itu untukku?’ batinnya.
Lalu, kedua maid tersebut membungkuk saat melihat Aiza. “Selamat pagi, Nona. Tuan menyuruh kami untuk mendandani anda,” ucap salah satu maid sembari mendekati Aiza.
“Saya akan memandikan anda. Mari, ikuti saya,” ucap maid itu lagi yang membuat Aiza bingung.
Aiza sendiri tidak mengerti dengan apa yang sudah dilakukannya. Mengiyakan, lantas mengikuti ke mana maid itu membawanya ke arah ruangan lain yang ternyata merupakan kamar mandi dengan ukuran sangat luas!
Lagi-lagi netra Aiza dimanjakan oleh pesona ruangan lain yang terdapat di kamar itu. Kali ini nuansanya putih tulang, hampir sama seperti warna dress yang maid itu bawa. ‘Apa ini nyata?’
Aiza sangat takjub. Apalagi ketika ia melihat sebuah bak mandi besar yang melingkar di tengah-tengah kamar mandi itu—membuat Aiza merasa dirinya seolah sedang berada di sebuah drama percintaan anak konglomerat.
“Ayo, Nona, duduk di dalam sana.” Suara maid tersebut seolah menarik kesadaran Aiza. Ia yang tadinya masih menatap sekitar, kini kembali pada realitas dan mulai fokus pada apa yang akan dilakukannya.
“Masuk ke dalam? M- maksud, Mbak?” ucap Aiza dengan nada lembut juga sopan, yang membuat maid itu tersanjung dengan pemilihan kata ‘Mbak’ yang Aiza lontarkan.
Tidak disangka, selain cantik ternyata wanita yang di bawa pulang oleh Tuan Muda mereka juga sangat sopan. Tidak seperti wanita pada umumnya yang kerap memandang rendah pekerjaan seorang pelayan, sehingga sering kali berperilaku kasar.
“Nona duduklah ke dalam, biar saya yang menyabunkan. Setelah itu, Nona, bisa membilas sendiri ke dalam sini,” ucap maid tersebut dengan lembut sembari menunjuk ke arah lain yang terdapat di dalam kamar mandi tersebut yang berdindingkan kaca buram atau biasa disebut ‘frosted glass’ membuat Aiza merasa seperti sedang dihadapkan pada sebuah pilihan yang tidak terlalu banyak.
“Oh, tidak usah. Sa—” Aiza mencoba menolak, namun maid tersebut dengan cepat memotong. “Jangan menolak, Nona, ini adalah tugas saya. Atau, Nona, ingin saya dipecat karena tidak bisa menjalankan tugas dengan baik? Tuan Muda kami tidak akan menoleransi jika kami tidak menuntaskan tugas yang ia beri," ucap maid tersebut dengan nada yang sedikit serius, membuat Aiza merasa seperti sedang di bawah tekanan.
“Tapi dia tidak akan tahu.” Aiza mencoba untuk membujuk, namun maid tersebut dengan tegas menjawab, “Kami setia. Tidak akan dan tidak mau membohongi, Tuan, kami tentang apapun," imbuh maid tersebut yang membuat Aiza tidak punya pilihan. Aiza mau tak mau mengikuti apa yang ingin dikerjakan maid tersebut padanya, namun dengan perjanjian jika bagian yang menurutnya privasi biarkan menjadi urusannya sendiri.
Bersambung.