Rate. 21+ 🔥
Darren Alviansyah, anak konglomerat yang terkenal dengan sifatnya yang sombong dan juga hidupnya ingin selalu bebas, serta tidak mau di atur oleh siapapun. Darren juga tidak mau terikat dengan yang namanya wanita, apalagi pernikahan.
Setiap harinya Darren selalu menghabiskan waktunya hanya untuk bersenang-senang dan akan selalu pulang dalam keadaan mabuk, membuat kedua orang tuanya kesal. Darren juga tidak bisa memimpin perusahaan Papinya dan hal itu semakin membuat orang tuanya murka. Pada akhirnya orang tuanya mengirimkannya ke kampung halaman supir pribadinya.
Dira Auliyana, gadis yang sederhana juga mandiri. Dia di tugaskan untuk merubah sifat sombongnya Darren, hingga dirinya harus terjebak pernikahan dengan Darren.
Mampukah Dira menaklukkan sifat Darren yang selalu membuatnya kesal dan pernikahan seperti apa yang mereka jalani?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon roliyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai nyaman memeluk Dira
"Ehem...." Darren berdehem.
"Kang...." sapa Sobari seraya menganggukkan kepalanya kepada Darren sembari tersenyum.
"Hem...." sahut Darren dengan tatapan sinis melihat Sobari yang terus tersenyum manis kepada Dira.
"Neng Dira, kalau gitu akang pergi dulu."
"Iya, kang Sobari. Hati-hati di jalan."
Sobari pun mengangguk dan tersenyum. Sobari segera berangkat ke puskesmas menggunakan motornya.
"Ayo pulang," ucap Darren sedikit ketus.
Darren langsung melingkarkan tangannya di leher Dira dan menarik Dira untuk segera melangkah. Entah kenapa hatinya sedikit tak rela bila orang lain memandangi wajah Dira yang menurutnya tidaklah cantik.
"Lepas!"
Kesal Dira karena tangan Darren melingkar di lehernya. Darren langsung melepaskan Dira, dan melangkah lebih dulu menuju rumah.
***
Saat ini Darren tengah menelpon maminya, dan meminta bantuan maminya agar salah satu kartu ATM nya di aktifkan kembali. Darren sangat membutuhkan kartu ATM nya sebab dirinya harus membiayai kehidupannya di desa, apalagi sekarang dirinya sudah menikah dan dirinya tidak mau bergantung dengan Dira.
"Mi, ayolah bantu aku mengaktifkan kembali kartu ATM aku," mohon Darren kepada maminya.
"Dengar ya, kalau kamu membutuhkan uang ya kamu cari kerja lah," sahut Maminya di sebrang telpon.
Darren mendengus mendengar perkataan maminya.
"Mi... please...." mohon Darren.
Terdengar helaan nafas mami Yuli.
"Baiklah, mami akan bilang sama papi kamu, tapi mami nggak janji ya bisa meluluhkan hati papi kamu."
"Ya...."
"Ya sudah mami tutup dulu telponnya."
Setelah menelpon dengan Maminya Darren bangkit dari duduknya dan melangkah menuju dapur. Darren membuka toples kecil mencari kopi serta gula dan Darren segera membuat kopi.
Selesai membuat kopi, Darren membawa kopi tersebut ke depan rumah sembari menikmati suasana malam hari.
"Si burik lama banget sih ke warungnya."
Tidak lama Dira pun tiba dari warung dan membawa satu kantong plastik hitam di tangannya.
"Ke warung apa ke pasar sih, lama banget," cibir Darren dan mengangkat gelasnya yang berisi kopi buatannya, kemudian Darren segera meminum kopi buatannya.
Byyuurr
Darren menyemburkan kopi tersebut dan menjulurkan lidahnya.
"Kenapa?" tanya Dira bingung.
"Asin...."
"Apanya yang asin?"
"Kopi," tunjuk gelas yang berisi kopi.
"Bisa-bisanya buat kopi pakai garam. Memang kamu nggak bisa ngebedakan mana gula dan garam."
"Mana gue tau kalau itu di toples kecil yang tutupnya berwarna orange adalah garam."
Dira hanya menggelengkan kepalanya dan kemudian Dira mengambil gelas yang berisi kopi dan membawanya ke dapur.
Dira membuat kopi baru untuk Darren, setelah itu kopi yang baru di seduh langsung kasih ke Darren.
"Gue mau tanya, di sini ada nggak sih lowongan pekerjaan?"
"Kamu mau kerja?" ucap Dira merasa tak yakin dengan ucapan Darren.
"Iya lah, gue juga mau belajar cari duit sendiri."
Dira tersenyum tipis menatap Darren yang kini tengah meminum kopinya.
"Kalau kamu serius, aku bakal bantu kamu cari kerjaan."
Darren hanya mengangguk kecil dan kembali menyeruput kopinya. Dira masuk dan menggelar karpet di depan televisi.
Setelah kopinya habis Darren kembali masuk ke dalam rumah dan menyimpan gelas bekas kopi di meja. Darren langsung merebahkan tubuhnya di samping Dira dan tanpa rasa canggung Darren langsung memeluk Dira seperti guling.
"Iih... apa-apaan sih!" Dira langsung menyingkirkan tangan Darren yang melingkar di pinggangnya.
"Berisik!" cetus Darren.
"Lagian, gue harus menjagal kamu, karena kamu kalau lagi tidur itu suka rusuh."
'Rusuh? Maksud kamu, aku itu kalau tidur suka rusuh?"
"Iya, dan gue harus menjagal kamu dan aku rela tubuh ini menjadi penjagal kamu."
Dira menautkan kedua alisnya tak percaya dengan perkataan Darren yang menurutnya mengada-ngada. Dira memicingkan matanya menatap Darren.
"Bukan kebalikannya? Bukankah kamu bilang kalau kamu nggak akan bisa tidur tanpa memeluk guling?"
"Iya,' jawabnya cepat.
"Itu artinya kamu yang keenakan memeluk aku, bukan aku yang tidurnya rusuh."
"Sudah diam, kalau kataku rusuh ya memang kamu rusuh kalau tidur."
Darren tetap kekeuh dengan perkataannya, dan tetap memeluk guling hidupnya yang sekarang berasa nyaman jika tidur sambil memeluk Dira.