NovelToon NovelToon
Aku Cinta Kamu, Dia, Dan Mereka

Aku Cinta Kamu, Dia, Dan Mereka

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Dikelilingi wanita cantik / Pelakor / Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi
Popularitas:258
Nilai: 5
Nama Author: Wahyu Ibadurahman

Di sebuah sekolah yang lebih mirip medan pertarungan daripada tempat belajar, Nana Aoi—putri dari seorang ketua Yakuza—harus menghadapi kenyataan pahit. Cintanya kepada Yuki Kaze, seorang pria yang telah mengisi hatinya, berubah menjadi rasa sakit saat ingatan Yuki menghilang.

Demi mempertahankan Yuki di sisinya, Ayaka Ito, seorang gadis yang juga mencintainya, mengambil kesempatan atas amnesia Yuki. Ayaka bukan hanya sekadar rival cinta bagi Nana, tapi juga seseorang yang mendapat tugas dari ayah Nana sendiri untuk melindunginya. Dengan posisi yang sulit, Ayaka menikmati setiap momen bersama Yuki, sementara Nana harus menanggung luka di hatinya.

Di sisi lain, Yuna dan Yui tetap setia menemani Nana, memberikan dukungan di tengah keterpurukannya. Namun, keadaan semakin memburuk ketika Nana harus menghadapi duel brutal melawan Kexin Yue, pemimpin kelas dua. Kekalahan Nana dari Kexin membuatnya terluka parah, dan ia pun harus dirawat di rumah sakit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Ibadurahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11.

Jam istirahat masih tersisa. Siswa dari kelas 1A, 1B, dan 1C masih banyak yang berada di depan kelas mereka. Gedung sekolah terbagi tiga lantai, kelas 3 berada di lantai satu, untuk kelas 2 berada di lantai 2 sedangkan untuk kelas 3 di lantai paling atas. Kelas 1 sendiri terbagi menjadi 2, kelas 1A, 1B, dan 1C, letaknya berdekatan di tengah ada pasilitas lain, seperti ruang UKS, Kantin, dan ruang guru. Lalu disana ada kelas 1D, 1E, 1F, dan 1G.

Di koridor kelas 1A, 1B, dan 1 C Suasana yang tadinya biasa saja, tiba-tiba berubah mencekam. Sekelompok siswa dari kelas 1G dan 1F berjalan memasuki koridor gedung 1A-C. Mereka berjalan dengan penuh aura intimidasi, menghajar siapa saja yang menghalangi jalan mereka.

"Brak!"

Salah satu siswa terjatuh ke lantai, wajahnya memar akibat pukulan brutal. Mereka tidak peduli, melangkah maju seolah tempat ini adalah wilayah mereka sendiri.

Kazuya, yang melihat situasi ini langsung berdiri, diikuti oleh beberapa siswa lain. Mereka tidak mau bernasib sama. Mereka memberikan jalan, membiarkan kelompok itu melangkah mendekati ujung koridor, di mana Nana dan Yuna berdiri.

“Sial... Mau apa mereka ke sini?” gumam Yuna dengan ekspresi waspada.

Sekelompok siswa 1G dan 1F akhirnya berhenti tepat di depan Nana dan Yuna. Suasana menjadi Hening.Semua siswa menahan napas, tidak ada yang berani bersuara. Bahkan Kazuya dan siswa kelas 1A lainnya hanya berdiri di belakang, menunggu apa yang akan mereka katakan.

Seorang dari mereka, salah satu anak 1G, maju selangkah. “Besok pagi. Lapangan belakang sekolah.”

Kata-kata itu terdengar seperti vonis kematian. Nana dan Yuna langsung mengerti maksudnya. Itu adalah sebuah tantangan Pertarungan.Namun sebelum Nana atau Yuna sempat merespons, Kazuya tiba-tiba maju. “Kami, kelas 1A, ikut bersama kalian.” ucapnya lantang.

Semua mata langsung tertuju pada Kazuya. Salah satu anak 1G menepuk pundak Kazuya dan menyeringai. “Pilihan yang tepat.”

Tanpa berkata apa-apa lagi, kelompok itu berbalik dan pergi, meninggalkan suasana tegang di koridor. Yuna yang menatap punggung Kazuya dengan penuh kemarahan akhirnya meledak. “Oi, brengsek! Kazuya! Kita kelas kita dekatan! Kenapa lu malah gabung sama mereka?!” bentaknya.

Kazuya hanya mendengus, tidak menghiraukannya. Dalam hati, dia sudah lama menunggu kesempatan ini. Sejak kedatangan Yuki, dia benci kelas 1C.Dan sekarang, kesempatan untuk menghancurkan mereka ada di depan mata.

Suasana semakin berat setelah kepergian kelompok 1G. Airi, salah satu siswi 1C, mengambil napas dalam, berusaha mengumpulkan keberanian sebelum berbicara pada Nana yang sejak tadi hanya diam.

“Nana... yakin mau nerima tantangan mereka?” tanyanya dengan nada ragu, tatapannya tertunduk.

“Mereka gabungan dari lima kelas. Kita cuma dua.” tambah Yumi, salah satu siswa lain dari 1C.

Tanpa peringatan, Nana menarik kerah mereka berdua. “Kalau kalian gak ikut, gua gak maksa.” Suaranya dingin, menusuk. Dengan kasar, ia melemparkan mereka ke dinding.

"Brakk!"

Airi dan Yumi terhuyung jatuh, menahan sakit di punggung mereka. Naoki dan Keisuke yang melihat pacar mereka dilempar Nana langsung berdiri. “Oi, Nana! Lu keterlaluan!" bentak Keisuke, matanya berkilat marah.

“Kami juga gak ikut!” tambah Naoki, menantang tatapan Nana. Nana langsung mendekati mereka, tangannya mengepal, siap menghajar siapa saja yang berani membangkangnya. Namun sebelum ia sempat melayangkan pukulan, Yuki menahan lengannya.

Nana dan yuki saling menatap. Yuki menggeleng pelan, memberi isyarat untuk tidak melakukannya. Nana mengeraskan rahangnya, lalu menurunkan tangannya.

“Mereka benar, Nana. Kita gak mungkin menang.” ucap Yuna, suara dan ekspresinya serius.

Nana langsung menatap Yuna tajam. “Lu juga mau mundur?”

Yuna menghela napas, lalu menatapnya balik. “Apa kita mau mati sia-sia?”

PLAKK!

Tamparan keras mendarat di pipi Yuna.Seluruh siswa kelas 1B yang melihat itu langsung berdiri, wajah mereka penuh kemarahan. Namun sebelum mereka maju, Yuna mengangkat tangan, menghentikan mereka. Keheningan mencekam menyelimuti koridor. Dengan mata tajam penuh keputusan, Yuna mengucapkan sesuatu yang mengubah semuanya. “1B gak ikut.”

Tanpa menunggu jawaban, Yuna berbalik dan pergi, diikuti seluruh siswa kelas 1B yang masih menahan amarah.

Nana menatap punggungnya dengan rahang mengeras.“Brengsek” gumamnya pelan, tapi cukup untuk Yuki mendengar.Yuki mendekat. “Lalu gimana? Mereka semua mundur.”

Nana menatap ke belakang, melihat sisa siswa 1C yang masih diluar. Satu per satu, mereka mulai menundukkan kepala. Mereka sudah membuat keputusan mereka sendiri. Salah satu dari mereka akhirnya mengangkat tangan, suara bergetar. “Aku... gak mau mati sia-sia.” Lalu berbalik pergi. Diikuti yang lain. Satu per satu. Hingga akhirnya... hanya tersisa dua orang di sana. Nana dan Yuki.

Dalam keheningan. Angin siang berhembus, menerbangkan lembaran kertas yang berserakan di koridor. Nana menutup matanya sejenak, menahan emosi yang bergejolak di dadanya. Lalu berbalik menghadap Yuki. “Apa lu juga mau mundur?” tanyanya datar, tanpa emosi.

Yuki menatapnya sebentar, lalu tersenyum tipis. “Mana mungkin gue ngebiarin lu pergi sendirian.”

**

Setelah jam sekolah berakhir, seperti biasa Keisuke dan Naoki nongkrong di luar sekolah bersama Yuki. Mereka duduk santai di trotoar, ditemani suara kendaraan yang lalu lalang. “Lu yakin besok mau datang?” tanya Naoki, nada suaranya penuh kecemasan.

Keisuke menambahkan, “Lu bisa mati, bodoh, kalau datang.”

Yuki tertawa kecil, seolah ancaman yang mereka katakan tidak ada artinya. “Lu tadi sakit hati, kan, waktu pacar lu dilemparkan Nana?” Yuki menoleh ke Keisuke, menatapnya dengan pandangan menantang.

Keisuke terdiam sesaat, lalu mendengus kesal. "Tentu saja, Nana keterlaluan pada Yumi dan Airi", ucapnya.

Yuki melanjutkan, suaranya lebih serius kali ini, “Apa lu bisa Ngebayangin jadi gua? Harus diem aja dan ngebiarin Nana bertarung sendirian melawan 5 kelas sekaligus?”

Suasana menjadi Hening. Naoki dan Keisuke tidak bisa menjawab.

Yuki menarik napas, menatap ke langit yang mulai kemerahan.

“Ya, lu bujuk dia biar gak datang besok.” Naoki mencoba mencari jalan keluar.

Yuki tertawa pelan, lalu menatap mereka satu per satu. “Kalian udah lama kenal Nana. Apa dia tipe yang bisa dibujuk?”

Keduanya terdiam lagi.Karena mereka tahu jawabannya.

“Kalian mau ikut atau enggak, gue gak maksa.” Yuki berdiri, menyampirkan tasnya di pundak. “Yang jelas, gue bakal nemenin Nana.” Lalu, tanpa menunggu jawaban, ia pergi lebih dulu, meninggalkan mereka. "Menang atau kalah itu urusan nanti" Akhirnya.

**

Di tempat lain, Nana sedang berkemas di kontrakannya yang lama. Koper besar terbuka di atas tempat tidur, diisi pakaian dan barang-barangnya yang tersebar berantakan. Hari ini ia pindah.Ke kontrakan sebelah kontrakan Yuki.

Dari luar, Yuna melihatnya.Ia bersandar di dinding, melipat tangan di depan dada, menatap dingin ke arah kamar Nana. “Marah, lalu pergi begitu saja. Dasar pengecut.” Gumaman itu hanya untuk dirinya sendiri, tapi ada rasa sakit yang ia rasakan di balik kata-kata itu.

Saat Nana keluar, menyeret dua kopernya melewati Yuna tanpa sekalipun menoleh, Yuna tidak bisa menahan dirinya untuk bertanya dalam hati: "Sampai di sini kah persahabatan kita?"

Nana tetap berjalan tanpa ragu, semakin menjauh darinya.

Dan Yuna hanya bisa berdiri di sana, menatap punggung sahabatnya yang perlahan menghilang di kejauhan.

**

Setelah sampai di kontrakan baru, Yuki sudah menunggu Nana di balkon, duduk di atas pagar besi yang menghadap ke langit malam. Ketika Nana turun dari taksi, Yuki langsung turun untuk membantunya membawa koper. Ia membawanya ke kamar kosong di sebelahnya, kamar yang baru ditinggalkan pemilik sebelumnya. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Nana tidak terlihat ceria seperti pagi tadi.

Setelah barang-barang Nana selesai di masukkan ke dalam kamarnya, mereka duduk di lantai balkon, membiarkan angin malam menghembuskan udara dingin ke wajah mereka.

“Lu gugup menghadapi 1G besok?” tanya Yuki, melirik ke arah Nana.

Nana menoleh, suaranya pelan tapi terdengar jelas. “Gue gak gugup atau takut.”

Ia menghela napas, matanya menerawang kosong. “Gue cuma gak habis pikir sama Yuna. Kita udah kenal sejak SMP, tapi dia bisa setega itu ninggalin gua.”

Yuki menatapnya sebentar, lalu bertanya, “Apa lu sama sekali gak ngerasa bersalah?”

Nana berbalik menatapnya tajam. “Lu ngebela dia dibanding gua?”

Yuki mengangkat bahu, tenang seperti biasa. “Gua cuma nanya aja”.

Tapi Nana tidak menerima jawabannya begitu saja. “Pertanyaan lu itu sama aja lu nyalahin gua karena udah nampar Yuna.” Nada suaranya menaik, penuh emosi.

Yuki tetap tenang, dan terus menatapnya, “Apa menurut lu itu gak salah?”

Justru ucapan yuki itu cukup untuk memicu amarah Nana. Tanpa pikir panjang, Nana langsung berdiri dan menarik kerah Yuki. Ia mengepalkan tangan, siap menghajar laki-laki di depannya. Namun sebelum tinjunya melayang, Yuki menangkap pergelangan tangannya. Sekali tarik,Nana kehilangan keseimbangan. Dan sebelum ia terjatuh, Yuki menariknya kedalam pelukan. Tanpa ada sepatah kata pun. Hanya kehangatan. Tidak ada kemarahan, tidak ada perlawanan. Nana membeku sejenak, jantungnya berdebar kencang. Tangannya yang mengepal perlahan melemah. Dan sebelum ia sadar, ia meneteskan air mata. Tanpa suara. Hanya butiran air mata yang jatuh membasahi bahu Yuki. Dan ia menyadari walaupun Yuna meninggalkannya, Nana tidak merasa sendirian.

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!