Hidup dalam takdir yang sulit membuat Meta menyimpan tiga rahasia besar terhadap dunia. Rasa sakit yang ia terima sejak lahir ke dunia membuatnya sekokoh baja. Perlakuan tidak adil dunia padanya, diterima Meta dengan sukarela. Kehilangan sosok yang ia harap mampu melindunginya, membuat hati Meta kian mati rasa.
Berbagai upaya telah Meta lakukan untuk bertahan. Dia menahan diri untuk tak lagi jatuh cinta. Ia juga menahan hatinya untuk tidak menjerit dan terbunuh sia-sia. Namun kehadiran Aksel merubah segalanya. Merubah pandangan Meta terhadap semesta dan seisinya.
Jika sudah dibuat terlena, apakah Meta bisa bertahan dalam dunianya, atau justru membiarkan Aksel masuk lebih jauh untuk membuatnya bernyawa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hytrrahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Seumpama Kita (b)
Segelas air berhasil diteguk habis oleh Meta setelah berganti seragam sekolah. Tepat setelah kepulangan Aksel yang datang berkunjung sembari mengembalikan keranjang kue, sejumlah uang, beserta pesanan dari pelanggan di sekolah. Diperhatikan sejak tadi, ibunya terlihat sangat gembira mendapatkan uang lebih dan catatan pesanan yang tadi diberikan Aksel.
Rasanya menghasilkan uang dari jerih payah sendiri memang berbeda, patut dibanggakan karena tidak semua orang bisa melakukannya. Dan bagi Meta, Risa adalah perempuan terkuat di dunianya. Apalagi wanita itu belum tidur sama sekali, tampak dari betapa berantakannya dapur saat ini. Mengalahkan kekacauan dalam sebuah kapal, dan Meta khawatir ibunya akan jatuh sakit jika terus memaksakan diri.
"Bu, lanjut nanti aja, Ibu istirahat dulu. Kalau bapak pulang nanti Ibu tambah capek. Aku nggak suka liat Ibu sakit."
Selepas menaruh gelas itu, dengan posisi berdiri yang sama di dekat meja. Meta menegur ibunya yang kebetulan sedang duduk di salah satu kursi meja makan. Keringat di pelipis Risa mengungkapkan sebuah keletihan, tapi semua ditepis oleh tekad dan kemauannya.
"Ibu nggak akan sakit, Ta. Kamu kenapa, sih, nggak percaya sama Ibu?" Risa memberengut, kesal diingatkan untuk tidak jatuh sakit. Ia merasa dirinya benar-benar wanita miskin yang penyakitan. Seperti yang dikatakan Beni berulang kali kepadanya. Dan itu terasa seperti duri yang menancap pada jantung. Menyakitkan sekali!
Meta menghela napasnya sejenak, lalu menarik kursi dan ikut duduk di sana. "Aku bukannya nggak percaya sama Ibu. Aku cuma khawatir Ibu sakit, uang bisa kita cari bareng-bareng, Bu. Kalau Ibu sakit, aku nggak punya kuasa untuk bikin Ibu kembali sehat."
"Lebay, deh, kamu. Ibu nggak akan sakit, tenang aja. Daripada kamu khawatir kayak gitu, mending bantuin Ibu."
"Bantuin apa, Bu? Nanti kuenya bakalan jadi kalau aku ikut bantu?" Meta mengernyitkan keningnya.
Risa mengangguk, namun sesuatu melintas di kepalanya. Tatapannya pada Meta berubah menjadi usil. "Kamu sama Aksel ada perkembangan, nggak?"
Meta menaikkan sudut bibirnya. "Ibu udah kayak orang tua yang jual anaknya buat bayar utang tau, nggak. Ngapain, sih, nanya-nanya begitu?"
"Tanya doang, Ta, jangan galak-galak." Risa bangkit dari kursi, mengambil piring untuk menyiapkan makan putri angkatnya. "Lagian Aksel baik banget, loh, masa kamu nggak suka."
"Justru jaman sekarang orang yang terlalu baik itu, Bu, yang patut dicurigai. Dia baik karena ada maunya, loh."
"Biar dia bisa pacaran sama kamu, kan?" tebak Risa sambil menyendok nasi ke piring. "Kamu juga kenapa, sih, nolak semua cowok setelah yang waktu itu?"
Wajah Meta yang tadinya cerah mulai mendung. Cowok yang waktu itu dimaksud oleh Risa adalah sosok lelaki di masa lalu yang sangat Meta cintai. Tetapi semua kisahnya berakhir tragis karena ulah Beni, yang hampir membuat cowok itu mati mengenaskan. Dan sejak saat itu, Meta mulai menjauhi semua laki-laki kecuali Putra serta dua temannya—Yoga dan Andre.
Rasanya mengerikan jika kembali mengulang masa-masa menyakitkan itu. Saat Meta baru saja mengenal cinta dan sosok yang begitu perhatian padanya, ia harus melepaskan cowok itu agar nyawa cowok itu tidak terancam karena berhubungan dengannya.
"Aku nggak mau ada pertumpahan darah, Bu. Kalau sampai bapak tau aku deket sama cowok, kejadian itu akan keulang lagi." Meta bangkit, mengambil piring di tangan Risa yang sudah berisi seonggok nasi.
Melihat kesedihan di wajah Meta, seperti ada bekas luka yang tersayat kembali. Kemurungan yang tampak sukses membuat Risa merasa sangat bersalah atas apa yang diperbuat oleh suaminya. Namun ia tak bisa melakukan apapun selain mengemis belas kasihan dari Beni.
"Kejadian itu pasti membekas di ingatan kamu, Ta. Sementara Ibu nggak bisa melakukan apa-apa," ujar Risa sangat pelan saat Meta telah jauh darinya.
...***...
Terbiasa hidup serba susah, Meta tumbuh menjadi sosok perempuan yang mandiri dan tidak gampang takut. Kekuatan dari Risa membuat Meta memiliki tekad untuk terus kuat apapun yang akan ia hadapi nanti. Dan hal baik itu berhasil membuatnya bertahan dalam rasa sakit, yang disebabkan oleh Vina—ibu kandungnya sendiri. Serta Beni, ayah angkat yang tak ada bedanya seperti orang asing yang tidak punya hati.
Mencari uang untuk biaya hidup yang membengkak, sudah Meta lakukan sejak ia tinggal bersama Risa dan Beni. Karena uang yang tiap bulan Vina kirimkan, tak pernah sampai ke tangannya ataupun Risa. Semua uang itu tak pernah tampak oleh mata kepala Meta dan Risa. Yang ia lihat hanyalah sikap foya-foya Beni, kabar yang mengatakan bahwa ia membeli perempuan, bermain judi, memakai obat-obatan terlarang, serta membeli minuman beralkohol yang harganya jelas sangat mahal.
Ketika beranjak ke jenjang SMA, hidupnya yang kesusahan terbantu dengan adanya ekskul musik di sekolahnya—SMA Gemilang. Serta seorang guru kesenian bernama Tria yang melihat bakat terpendam Meta dan tiga temannya. Dari sanalah semuanya berawal, hingga kemudian TOP Band diminta manggung di kafe orang tua dari salah satu siswa di SMA Gemilang. Yang terkenal akan tindak kriminalnya.
Saat ini alunan musik yang berasal dari satu gitar dan satu piano mengalun di sudut kafe, dengan pelanggan yang datang silih berganti. Penggemar TOP Band pun turut hadir, merekam dengan kamera ponsel mereka untuk dipamerkan ke teman-teman. Apalagi hari ini akan ada penampilan spesial dari Putra setelah memperlihatkan chemistry duet mereka. Putra akan menghibur pelanggan kafe dengan alunan lagu milik Lady Gaga dan Bradley Cooper, Shallow, menggunakan biola. Hal tersebut sudah mereka beritahukan sebelumnya lewat akun sosial pribadi mereka. Untuk mengait banyak penggemar yang berdatangan ke Prismatrix Kafe milik orang tua Dewa.
Di belakang stand mic yang berdiri kokoh, ada Putra yang tersenyum senang. Melirik Meta di sebelahnya sambil menyentuh mic berwarna hitam itu, lalu mulai mengawali lagu. Sedangkan Andre dan Putra ada di belakang, agak berjauhan, fokus dengan alat musik yang keduanya mainkan.
Tell me somethin’, girl
Are you happy in this modern world?
Tatapan Putra yang dalam pada Meta membuat seseorang di meja bagian depan kepanasan. Tatapan ramahnya berubah nyalang, ingin menerkam Putra detik ini juga.
Or do you need more?
Is there somethin’ else you’re searchin’ for?
I’m fallin’
In all the good times
I find myself longing for change
And in the bad times, I fear myself
Melihat sahabatnya kepanasan akan penampilan Meta dan Putra yang malam ini begitu memukau, Bens berniat untuk menjaili Aksel. "Cocok banget, ya, mereka. Kalau udah berdua di atas panggung, nggak ada yang bisa ngalahin chemistry mereka."
Aksel melirik ganas, tatapannya mulai waspada pada sekitar. Melihat kamera ponsel ada dimana-mana, mengabadikan momen dimana Meta dan Putra bersanding di atas panggung. Seolah sedang mengungkapkan perasaan satu sama lain.
Dewa mengacungkan jempol, ikut melemparkan senyum menyudutkan. "Keren banget. Lo sama Putra beda jauh, Sel. Mendingan mundur aja, nggak kuat gue liat lo patah hati," katanya melebih-lebihkan.
"Berisik lo pada. Diem, deh, gue mau menganalisis tatapan Meta ke Putra. Gue yakin dia nggak suka sama Putra."
"Lo nggak bisa menilai perasaan seseorang lewat tatapan doang, Sel. Lo bisa ketipu!" Pandu menimpali.
"Kalaupun gue bakalan patah hati, gue nggak masalah Meta pacaran sama Putra. Asalkan dia bahagia, bebas dari bokapnya, gue ikut seneng, kok."
"Bucin lo," cibir Zelo sambil terkikik. "Diluar nggak apa-apa di dalam hati lo nangis sambil menjerit-jerit."
"Lo lebih bucin bego! Aksel nggak se-alay lo kali, Zel," timpal Zaki sambil menjitak kepala Zelo.
"Bangsat!" umpat Zelo sambil meringis mengusap kepalanya. "Udah jangan berisik, deh, kalian semua. Fokus aja sama penampilan Meta. Malam ini dia cantik banget lagi."
Semua tim inti Destroyer mengangguk kompak, memang sudah terhipnotis oleh suara merdu diva sekolah mereka. Aksel yang mendengar pujian keluar dari mulut Zelo langsung mengamati Meta dari ujung kepala sampai kaki. Malam ini penampilan Meta sangat berbeda, dalam balutan pakaian hitam yang tampak serasi dengan Putra. Hal itu membuat hatinya meragu perihal perasaan Meta terhadap Putra. Takut kalau Meta akan jatuh hati pada laki-laki berbakat itu.
I’m off the deep end, watch as I dive in
I’ll never meet the ground
Crash through the surface where they can’t hurt us
We’re far from the shallow now
In the sha-ha, sha-la-low
In the sha-sha-la-la-low
In the sha-ha, sha-ha-ha-low
We’re far from the shallow now
Gue nggak bisa mengartikan tatapan itu, Ta. Ada kesedihan yang mendalam, yang paling kentara terlihat di mata lo. Gue harus apa untuk menghilangkan kesusahan itu, Ta? Aksel membatin, lekat mengamati wajah indah gebetannya malam ini.
Dalam balutan jaket kulit hitam yang dipadukan dengan celana jins hitam, sepatu bermerk dan baju kaus warna putih. Dalam kesederhanaan itu, Aksel melihat aura berbeda yang terpancar. Rambut hitam sebahu yang biasa tergerai, berayun diterpa angin yang datang. Aksel tak hanya terpesona akan paras Meta, tetapi juga pada ketangguhan yang Meta miliki. Yang membuatnya berkali-kali lipat berbeda dari gadis-gadis yang selama ini pernah memiliki hubungan dengannya.
"Seumpama kita, Ta. Perasaan nggak pernah bisa dipaksa. Gue akan berhenti ngejar lo kalau udah waktunya."