"Aku ini gila, tentu saja seleraku harus orang gila."
Ketika wanita gila mengalami Transmigrasi jiwa, bukan mengejar pangeran dia justru mengejar sesama orang gila.
Note : Berdasarkan imajinasi author, selamat membaca :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellisa Gottardo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ternyata janda
Setelah melihat adanya kehidupan ramai di arah timur, Ruby turun dan hendak berjalan ke sana melewati hutan dengan percaya diri. Namun suara seseorang membuatnya diam mematung.
"Ibu mau kemana?."
Deg.
Ruby menoleh, keduanya sama-sama Terkejut hingga tersentak. Ruby terkejut melihat ada anak remaja laki-laki di hadapannya, sedangkan remaja itu terkejut melihat wajah cantik Ruby.
"M-maaf, saya mengira anda Ibu saya." Ucapnya melangkah mundur.
"Tunggu, siapa nama mu? aku terbangun di dalam rumah itu." Ucap Ruby, mencari identitas diri.
"Itu rumah saya, Ibu saya sedang sakit dan terbaring diatas tempat tidur. Saya baru saja kembali setelah mencari tanaman obat, saya mengira anda ibu saya karena pakaian yang anda kenakan sangat mirip dengan pakaian milik Ibu saya." Ucapnya.
"Alamaakkk, udah beranak ternyata? punya suami ngga? jangan bilang gue janda?!." Batin Ruby berteriak frustasi.
"Aku mengerti sekarang, jadi kau putraku." Ucap Ruby.
"Ya?." Kaget remaja itu.
"Begini, ada satu hal yang sangat rahasia telah terjadi pada Ibumu. Jadi, sebenarnya Ibumu telah melakukan kontrak perjanjian dengan malaikat maut." Ucap Ruby, mengarang cerita.
"Apa?!." Kaget remaja itu.
"Benar, umur ibumu telah melewati masa kontrak karena itu jiwaku yang dari masa depan di tarik paksa, untuk menggantikan nyawa Ibumu." Ucap Ruby.
Remaja itu mundur, merasa Ruby aneh dan sedikit gila. Ruby yang tau tatapan itu merasa muak, dia memang gila tapi setidaknya dia harus percaya ucapannya.
"Uang." Ucap Ruby mengadahkan tangan, muncul sekantong besar koin emas.
Remaja itu terperangah tidak percaya, menatap takjub dan juga sulit mengerti. Meksipun di zaman ini ada sihir dan kultivitasi, tetap saja ini mengejutkan karena bisa memanggil uang.
"Apa itu semacam batu penyimpanan?." Ujar remaja itu.
"Bukan, ini kekuatan ku. Lagian mustahil kan ibumu punya uang? ini harta miliku, kau percaya sekarang?." Ujar Ruby, anak itu masih menggeleng.
"Astaga, intinya Ibumu itu meninggal dunia dan raganya di rasuki nyawaku dari masa depan. Bahkan sekarang fisiknya juga mengikuti ku, intinya aku Ibumu meksipun bukan Ibu kandung tapi raga ini tetap yang melahirkan mu." Ruby pusing sendiri menjelaskannya.
Remaja itu nampak murung, matanya terlihat rumit dan banyak pikiran. Ruby menghela nafas, sepertinya remaja ini kehilangan ibunya setelah hidup bersama di hutan seperti ini.
"Jadi Ibuku sudah tiada?." Gumamnya.
"Hey____
"Syukurlah." Remaja itu tersenyum.
"Lah? gila juga ternyata dia." Batin Ruby melongo.
"M-maksudmu?." Ruby syok.
"Maaf, Ibuku selalu memukul dan membentakku sejak kecil. Aku bersyukur karena dia tidak akan memukulku lagi." Lirih remaja itu.
"Kenapa Ibumu seperti itu? kemana Ayahmu?." Heran Ruby.
"Ibuku di hamili orang gila, Ibuku selalu mengatakan aku anak orang gila sambil memukuliku. Aku tidak tau siapa Ayah ku yang katanya orang gila itu, hidup bersama Ibu disini sangat menyiksa." Ujarnya lirih.
"Astaga, aku mengerti perasaan mu. Kau menderita, Ibumu juga menderita, kalian benar-benar telah hidup dengan berat selama ini. Tenang saja, setelah ini ayo cari Ayahmu itu." Ucap Ruby.
"Untuk apa?." Bingungnya.
"Ya, supaya kau tau siapa Ayahmu. Kita tidak tau cerita aslinya, siapa tau Ibumu mengatakan kau orang gila karena sedih dicampakan, ayo kita cari Ayahmu itu." Ucap Ruby tersenyum smirk.
"Bibitnya aja seganteng ini, gimana bapaknya ya... sepertinya lezat." Batin Ruby.
"Jadi siapa namamu?." Tanya Ruby.
"Xui." Jawabnya.
"Hanya itu?." Bingung Ruby, setahunya China itu kental dengan marga.
"Ibuku tidak punya marga, dan marga Ayahku entah apa." Jawab Xui.
"Astaga anak yang malang, apa kau sudah makan?." Tanya Ruby, merasa kasihan.
"Belum." Xui menggeleng.
"Ini, aku memetik mangga tadi. Makan ini dulu, setelah ini kita pergi ke pasar." Ucap Ruby.
"Pasar?." Kaget Xui.
"Ya? kenapa? kau tidak mau?, aku akan membelikan banyak pakaian bagus dan mencoba merenovasi rumah ini." Ucap Ruby.
"Apa... apa anda ingin menjadi Ibu saya?." Ujar remaja itu.
"Bukankah aku memang Ibumu?." Ruby jadi bingung.
Deg.
"Tapi... tapi anda terlihat sangat muda, bahkan mungkin seumuran dengan saya." Ucap Xui kikuk.
"Astaga, memangnya berapa umurmu?." Tanya Ruby.
"16 tahun." Jawab Xui.
"Tenang saja, di kehidupan pertama usiaku sudah 28 tahun. Umur kita terpaut cukup jauh, jadi tidak masalahkan jika aku jadi Ibumu?." Ucap Ruby, dia juga butuh teman di dunia antah-berantah ini.
"Baiklah, terimakasih banyak." Xui tersenyum tipis, sambil memakan mangga.
"Apa kau punya impian? apa impianmu?." Tanya Ruby.
"Saya... ingin pergi dari sini." Lirihnya.
Deg.
Ruby tersentak tapi dia mengerti, alasan Xui tidak mau disini karena dipenuhi luka dan kenangan buruk. Membeli rumah baru juga tidak masalah baginya, dia kaya dan dia bisa membangun usaha untuk menyambung hidup nantinya.
"Baiklah, ayo kita pergi dari sini dan membeli rumah baru." Ajak Ruby.
"Apa anda serius?." Kaget Xui, namun matanya berbinar.
"Ya, tapi ada syaratnya." Ujar Ruby.
"Syarat?." Kaget Xui.
"Betul, panggil aku Ibu dan anggap aku sebagai Ibumu. Ingat umur kita terpaut jauh dan kau lahir dari tubuh ini, aku adalah Ibumu secara biologis." Ucap Ruby menegaskan.
"Saya mengerti." Xui mengangguk.
"Memangnya bahasa anak dan Ibu sekaku itu ya?." Ruby mendengus.
"Maaf... Ibu, saya ... aku hanya merasa canggung." Ucap Xui.
"Hilangkan kecanggungan itu jauh-jauh, kau itu anakku. Kau keluar dari tubuh ini, ingat itu baik-baik." Tegas Ruby.
"Aku mengerti, Ibu." Xui mengangguk.
Setelah makan mangga, keduanya pergi dari sana tanpa membawa apapun karena memang tidak ada yang perlu dibawa. Keduanya berjalan berdampingan dengan hening, tinggi Xui sekitar 175cm sedangkan tinggi Ruby 173cm. Mereka nyaris sama, untuk ukuran wanita di zaman ini Ruby sangatlah tinggi.
"Ibu.. kita bisa beristirahat dulu jika Ibu lelah." Ucap Xui.
"Apa kau lelah? aku masih kuat berjalan." Ujar Ruby.
"Tidak juga, pasar sebentar lagi terlihat. Akan ada banyak orang." Ucap Xui.
"Apa kau malu?." Ruby tersenyum.
"Aku... tidak pernah berinteraksi dengan mereka, aku merasa canggung dan tidak nyaman." Jujur Xui.
"Itu wajar, ayo kita cepat membeli pakaian lalu, makan makanan enak dan membeli rumah baru." Ucap Ruby dengan semangat.
"Bagaimana jika uang Ibu habis?." Xui khawatir.
"Tenang saja, kita bisa mengemis bersama-sama." Jawab Ruby.
"Pfttt hahahaha, benar juga." Xui tertawa, dia terlihat tampan dan manis.
"Ya ampun imutnya, wajahnya kaya anak penurut dan berprestasi gitu. Pasti bapaknya menggoda banget ini, harus gue bawa pulang dan gue kekep sampe mati." Batin Ruby, menyeringai lebar.
Tidak lama berselang, mereka akhirnya sampai di pasar yang padat dan ramai. Bau keringat dan panas matahari membuat Ruby merasa puyeng, apalagi kondisi perutnya sedang keroncongan.
"Ayo kita makan dulu." Ajak Ruby.
Ruby dan Xui makan bakmi di kedai kecil, mereka makan dengan lahap. Mengisi perut yang sudah kelaparan, mereka menghabiskan masing-maisng tiga mangkok.
Wajah Ruby yang cantik jelita menjadi pusat perhatian, Xui yang menyadari itu menatap dengan tajam. Merasa tatapan tidak senonoh itu sangat tidak sopan.
Setelah makan, keduanya masuk ke sebuah butik Hanfu jadi. Mereka membeli dengan cepat, semua yang pas dengan tubuh mereka akan dibeli. Setelah membawa banyak pakaian baru yang lumayan mahal, mereka pergi ke balai pemerintahan setempat.
Mereka di oper ke kantor satu ke kantor yang lain, hingga akhirnya mendapatkan pilihan paviliun bekas bangsawan lengser. Ruby mengamati satu demi satu, ingin membeli rumah yang nyaman untuk ditinggali.
"Xui, menurutmu bagaimana dengan Paviliun ini?." Tanya Ruby.
Ruby menunjukan sketsa gambar Paviliun yang terletak cukup jauh dari hiruk pikuk pasar kota, berada di tempat yang asri dan nyaman. Ada air terjun dan terasa sangat sejuk sekali, entah kenapa Ruby ingin memilih rumah itu.
"Ini bagus, tapi apa tidak terlalu jauh dari sini?." Ujar Xui.
"Jauh, meskipun tempatnya asri seperti di gunung. Lokasinya ada di dekat Ibu kita meksipun tidak di pusat kotanya, kita bisa naik kereta kuda kesana besok." Ucap Ruby.
"Lalu malam ini bagiamana?." Tanya Xui.
"Kita bisa menyewa penginapan untuk satu malam, tenang saja." Ruby tersenyum.
Setelah deal harga tanpa survei, Ruby menerima alamat lengkap dan surat kepemilikan. Meskipun sangat beresiko di tipu, entah kenapa tampang mereka seperti ketakutan.
"Apa ada rahasia di rumah itu?." Tanya Ruby.
"Tidak ada, rumah itu memang murah karena tidak berada dari pusat kota." Ucap pegawai pemerintahan.
"Ya ampun, begitu rupanya." Ruby tersenyum smirk.
Ruby menggandeng Xui keluar dari balai, mencari penginapan yang paling dekat dan memesan satu kamar untuk beristirahat. Ruby merasa lelah dan mengantuk, tapi dia tidak boleh istirahat sekarang, dia harus mencari tau Ayah Identitas Ayah biologis dari Xui.
"Xui, saat kau bertemu dengan Ayah kandungmu nanti. Jangan pernah mengatakan rahasia tentangku ya, aku ini memang Ibu yang mengandung dan melahirkan mu." Ujar Ruby.
"Iya, Ibu." Jawab Xui.
"Apa kau tau dimana kita bisa mendapatkan informasi rahasia?." Tanya Ruby.
"Itu sulit, selain harganya mahal biasanya akses masuknya ketat dan berbahaya." Ucap Xui.
"Kau tau darimana?." Heran Ruby.
"Pengetahuan seperti ini sudah menjadi rahasia umum." Jawab Xui.
"Begitu rupanya ya, apa ada semacam guild rahasia yang menjual informasi?." Ruby mengingat-ingat, apa saja yang ada di zaman ini.
"Biasanya di novel fantasi ada apa aja ya? guild, pasar gelap... terus apa sih? kayanya cuma itu deh." Batin Ruby.
"Xui, aku belum memberitahumu. Namaku Ruby." Ucap Ruby.
"Itu nama yang asing dan unik, seperti nama permata. Nama asli Ibuku entah siapa aku juga tidak tau." Jujur Xui.
"Ya ampun, sebenarnya kalian niat jadi Ibu dan anak ngga sih." Batin Ruby lelah.