NovelToon NovelToon
Three Years

Three Years

Status: sedang berlangsung
Genre:JAEMIN NCT
Popularitas:382
Nilai: 5
Nama Author: yvni_9

"Nada-nada yang awalnya kurangkai dengan riang, kini menjebakku dalam labirin yang gelap. Namun, di ujung sana, lenteramu terlihat seperti melodi yang memanggilku untuk pulang."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yvni_9, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ayah

...Happy reading...

Hujan mulai mereda, tetesan air mengalir dari atap warung kini berkurang, meninggalkan jejak air yang berkilauan di permukaan jalan. Mereka menghela nafas lega, memutuskan rencana mereka dan langsung pulang, tidak ingin terjebak dalam keadaan basah kuyup yang tidak nyaman.

Mereka melajukan sepedanya dengan perlahan, berusaha menembus dinginnya jalanan sore itu. Rambut Cely yang basah menempel di wajahnya, membuatnya terlihat lelah dan kedinginan. Pakaian yang basah terkena hujan serta hembusan angin yang menusuk membuatnya merasa dingin sampai ke tulang.

Zein yang sibuk membersihkan teras rumah dari air hujan, langsung berhenti saat melihat Cely memasuki pekarangan rumah. "Dari mana aja sih, Cel? Pulang-pulang basah kuyup gini!" tanyanya dengan nada khawatir. "Sebentar, Gue ambilin handuk dulu!" Zein langsung masuk ke dalam rumah, meninggalkan sapu dan air yang masih menggenang di teras.

Zein mengusap lembut rambut cely menggunakan handuk. "Lo, sih! udah tau mendung gelap, tetep aja pergi main, jadinya basah kan? habis ini pasti Lo demam! Lo harusnya lebih hati-hati lagi, Cel!"

Ribuan ocehan mulai keluar dari mulut zein, tapi di balik itu semua, ia hanya ingin melindungi adiknya dari bahaya dan membuatnya terjaga.

"Maaf ya, Bang ... Saya juga ga nepati janji Saya buat ngejaga Cely dengan baik," ucap Leo di sebelah sana, dengan raut wajah yang juga terlihat pucat karena dingin kehujanan. "Tadi Cely ga sengaja jatuh dari sepeda, sampai lututnya luka!"

Zein mendengar itu langsung melihat ke arah lutut Cely yang terbalut plaster. Tanpa berkata apa-apa ia mengelus lembut lutut Cely, menghela nafasnya perlahan. "Lain kali hati-hati, Dek!"

"Sekarang masuk, keringin diri Lo! nanti gue buatin teh anget. Lo juga!" Zein mengarahkan telunjuknya ke arah Leo berdiri. "Pulang, besok lagi mainnya!"

Leo hanya mengangguk mengiyakan.

...***...

Cely duduk di meja makan dengan handuk melilit di kepalanya, menikmati teh dan mie instan buatan Zein yang masih hangat. Mereka mengobrol santai, membuat suasana rumah terasa nyaman.

"Enak ya, yang baru pulang main sampai ga ingat waktu!" kata ibu tirinya sambil menatap sinis Cely, ia membuka pintu kulkas dan mengambil air dingin di dalamnya.

"Gara-gara kamu keluyuran ga jelas, ayah kamu marah sama saya!" ucap Ibu tirinya, sambil berjalan melewati Cely dan Zein dengan wajah yang tak menyenangkan.

Zein tak berbicara, tapi raut wajahnya mengatakan semua. Ia mengedarkan pandangannya ke arah Cely seolah menyuruhnya agar tidak perduli terhadap kejadian barusan.

Mereka memutuskan untuk beristirahat di kamar masing-masing, didampingi dengan derasnya hujan di luar yang mengiringi tidur mereka.

...***...

Hari Minggu pagi, Cely terbangun dengan suara pintu depan yang terbuka. Ia tahu bahwa itu pasti ayahnya yang pulang. Ayahnya memang jarang pulang ke rumah, sehingga Cely hanya bertiga dengan Zein, dan ibu tirinya. Terkadang, ia hanya berdua dengan ibu tirinya saat Zein pergi kerja.

Sejak ibu kandungnya meninggal saat usianya 6 tahun, hanya abangnya dan Leo yang menjadi peran penting di hidupnya. Setelah ayahnya menikah lagi, Cely merasa hidupnya semakin sulit. Ibu tirinya yang tidak suka terhadapnya, dan ayahnya yang jarang pulang ke rumah, dikarenakan pekerjaannya yang berada di luar kota.

Cely berjalan menghampiri Zein yang sedang berbincang dengan ayahnya di sofa ruang tamu.

"Bang ... Gue pergi sebentar ga apa-apa ya? Bareng Leo kok!" tanyanya.

Ayahnya menoleh ke arah Cely dan bertanya, "Adek mau ke mana?"

Sementara Zein yang mendengar pertanyaan Cely pun menjawab, "Ayah baru pulang loh, dek! Masa kamu mau pergi gitu aja sih!" katanya.

"Bentaran aja, bang ... Gue cuma mau minta temenin ke perpus, pinjem buku sebentar! Kaga lama-lama dah, janji!" ucap Cely sambil mengangkat jari kelingkingnya.

Zein tidak menjawab, malah mengambil gelas berisikan kopi yang terletak di depannya. "Di depan lo kan ada ayah! Bilangnya sama ayah dong, bukan sama gue!" ketusnya.

Cely kembali menoleh ke arah ayahnya, "Yah, boleh?" tanyanya.

Ayahnya mengangguk setuju, memberikan izin kepada Cely untuk pergi.

"Yeay ... love you, Yah!" ucap Cely langsung berlari ke kamarnya.

Selesai dengan dirinya, Cely berlari kembali ke ruang tamu untuk berpamitan dengan ayah dan abangnya.

"Cely, pergi dulu ya, Yah!" ucapnya sambil bersalaman.

Ayahnya membalas salamannya, "Tapi, dek ... Pulangnya nanti jangan lama-lama ya! Ayah di sini cuma sebentar, setelah itu, ayah bakalan balik lagi ke sana!" ucapnya.

Bibirnya yang tadinya tersenyum lebar, kini terlihat merenggang dan lesu. Perubahan ekspresi wajahnya begitu cepat, seolah-olah kebahagiaan yang tadinya memancar dari dalam dirinya, kini telah digantikan oleh perasaan kecewa.

"Loh ... Yah! Kok gitu! Biasanya, ayah bakalan nginep satu minggu di sini." tanya Cely. "Ayah cuma pulang satu kali setahun loh, Yah!" sambungnya.

"Maaf ya, Princess Ayah! Tapi ayah ada kerjaan yang harus diurus." Tangan ayahnya beralih mengelus surai rambut Cely dengan gerakan yang perlahan.

"Kalo gitu ... Cely ga usah jadi pergi deh!" jawabnya.

"Jangan gitu dong, sayang! Kasian Leo tuh, yang sudah nungguin kamu di depan!" 

"Yaudah deh ... kalo gitu Cely berangkat dulu ya, yah. Cely pastiin, Cely bakalan pulang cepet!" ucapnya dengan semangat.

"Kalo perginya tunggu Cely lulus SMA ga bisa ya, yah?" tanya Zein, "Cely juga pasti ga bakalan mau tinggal berdua sama ibu," ucap Zein.

Ayahnya menghela nafas panjang, "Terlalu sulit buat Ayah berlama-lama di sini, Zein! Ayah pindah kerjaan ke luar kota juga karena bayang-bayang Alm. ibu kamu masih ada di sini, di rumah ini. Rumah pertama yang kami bangun setelah banyaknya suka-duka."

Ayahnya menunduk, menahan air matanya agar tidak keluar membasahi pipinya. Suaranya terdengar bergetar ketika dia melanjutkan, "Setiap kali ayah ngeliat sisi dari rumah ini, ayah selalu inget sama ibumu..., susah buat ayah untuk ngelupain semuanya."

"Selama ini, ayah cuma melanjutkan hidup ... Ayah ga pernah nemuin cinta lagi setelah ibu kamu meninggal ... Cinta ayah sudah terkubur bersama ibumu, Zein..." kata ayahnya.

Zein terdiam, mendengarkan kata-kata ayahnya yang terdengar berat. Dia tidak mengira bahwa selama ini, kehilangan ibunya membuat separuh hidup ayahnya menghilang. Ayahnya yang selama ini selalu terlihat kuat dan tegar, kini terlihat rapuh di depannya.

Fianna, Ibu tiri dari Cely dan Zein yang baru pulang dari pasar, mendengar obrolan mereka pun langsung masuk dan berkata dengan nada tinggi.

"OH ... TERNYATA BENER YA, MAS! SELAMA INI KAMU MASIH CINTA SAMA MANTAN ISTRI KAMU!" Ia melangkahkan kakinya lebih dekat, "Sekarang terserah kamu deh, mas! Mau kamu ga pulang ke sini lagi juga aku ga bakalan peduli! Oh ya, jangan lupa bawa anak-anak kamu pergi dari sini! Aku gak mau liat mereka ada di sini lagi!" Fianna langsung berbalik dan pergi meninggalkan mereka berdua di ruang tamu.

Mereka berdua terdiam, hanya saling menatap satu sama lain.

"Yah..." ucapnya pelan.

Ayahnya menghela napas, "Udah, ga apa-apa! Kamu siap-siap aja ya, nanti sore kita berangkat! Ayah ke kamar dulu."

Zein mengikuti arahan ayahnya, melangkahkan kakinya menuju kamar miliknya. Mulai mengemasi barang-barang yang sudah ia siapkan sebelumnya.

"Dek, maafin abang karena sebelumnya abang ga ada bilang soal ini ya ..., Abang janji bakalan sering ke sini, walaupun ayah mungkin ga akan ke sini lagi ..." monolognya, sambil memasukkan baju-bajunya ke dalam koper.

Suara ketukan pintu terdengar di kuping Zein, membuatnya terganggu dari pikirannya yang sedang berkecamuk.

Tok

Tok

Tok

Suara itu terdengar keras dan jelas.

"Zein! Bisa buka pintunya?!" sahut ayahnya di balik pintu.

Zein pun berjalan ke arah pintu, menggenggam pegangan pintu dan membukanya dengan perlahan. Menatap ayahnya yang berdiri di ambang pintu kamarnya. "Ada apa, Yah?" tanya Zein.

"Kamu sudah selesai beres-beresnya? Kita bisa pergi sekarang, Zein?" tanya ayahnya.

Zein menggelengkan kepalanya, "Loh... yah, tapi Cely belum pulang!" jawabnya.

"Kamu jemput aja ya ... Cely ada di mana, kamu tau kan, tempatnya?"

Zein mengangguk, "Tau, yah! Tapi kenapa buru-buru pergi?" tanya Zein dengan nada yang sedikit penasaran.

Ayahnya tersenyum tipis, "Takut macet!" jawabnya.

Zein menyadari bahwa ayahnya sedang berbohong, tetapi ia akan tetap percaya.

"Yaudah, Yah. Zein berangkat dulu!" ucapnya melewati ayahnya.

"Iya, ayah tunggu di sini, ya!" sahut ayahnya.

Baru saja Zein akan memasangkan helmnya di kepala, dia mendengar suara tawa yang terdengar familiar dari arah gerbang. Dia yakin bahwa suara tawa itu adalah milik adiknya, Cely.

Melihat ke arah gerbang, di mana Cely melambaikan tangan perpisahan pada sahabatnya, Leo. yang berdiri di depan gerbang dengan senyum lebar. Leo juga melambaikan tangan sebagai jawaban.

Setelahnya, Cely berjalan ke arah Zein dengan langkah yang ceria dan wajah yang berseri-seri. Rambutnya yang panjang tergerai ke belakang, dan matanya yang berkilauan terlihat sangat bahagia. Membuat sudut bibir Zein terangkat seketika.

"Abang mau ke mana?" tanya Cely dengan nada yang penasaran.

"Mau jemput lo! Cuman karena Lo udah pulang, jadi ya ga usah!" jawab Zein dengan nada yang santai.

Cely mengangkat alisnya, "Kan gue tadi udah bilang bakalan pulang secepet-cepetnya! Emang ada apa sih, sampe gue harus dijemput segala?" tanyanya dengan nada yang sedikit heran.

"Lo dicariin ayah!" jawabnya singkat.

Cely berhenti sejenak dan menoleh ke arah Zein "Kenapa?" tanyanya.

Tapi Zein tak menjawab, ia hanya kembali melangkahkan kakinya masuk ke kamar.

Cely menemui ayahnya yang berada di ruang keluarga, duduk di sebelah ayahnya dengan wajah yang penasaran. "Ayah cariin Cely? Kenapa, Yah?"

"Ayah... mau balik sekarang, Cel!" jawab ayahnya.

Cely mengangkat alisnya, "Kok buru-buru, Yah? Sepenting itu ya kerjaan Ayah di sana?" tanyanya dengan sedikit heran.

Ayahnya menggelengkan kepala, "Bukan itu, Cel! Ada hal yang ga bisa Ayah kasi tau sama kamu!"

Cely menghela napas, "Yaudah deh!" ucapnya pasrah.

"Abang, Abang juga bakalan ikut ayah. Kamu ga papa kan, tinggal berdua di rumah sama Ibu?" tanya ayahnya.

Cely terkejut, matanya membesar dengan rasa tidak percaya. Cely langsung menoleh ke arah ayahnya.

"Ayah bercanda? Cely ga mau, Yah! CELY GA MAU TINGGAL SAMA ORANG YANG UDAH REBUT CINTA IBU!" teriak Cely beranjak dari sofa dan berlari menuju kamar abangnya, meninggalkan ayahnya dengan tatapan yang kosong.

Pintu dibuka dengan paksa, hingga suara keras terdengar jelas di gendang telinga Zein.

Air mata yang sudah tergenang di pelupuk mata, tak mampu ia bendung lagi. Cely berlari menghampiri Zein dengan langkah yang tergoyah. Menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan Zein.

Zein merasa hatinya terenyuh melihat adik kesayangannya menangis di pelukannya, mengelus perlahan surai hitam milik Cely.

"Abang ... " lirihnya, dengan suara yang teredam di perut Zein.

"Cel ... jangan gini! Gue ngerasa gagal jadi abang." Zein tak henti-hentinya mengelus rambut Cely.

"Kalo gue ikut lo, boleh bang? Gue ga mau tinggal cuma berdua sama dia..." tanyanya.

"Ga bisa, Dek! Pendidikan lo itu penting! Bertahan sebentar lagi, ya!" Zein berusaha menguatkannya.

"Tapi, bang ... gu-"

"Sttt ... Gue janji, gue bakalan sering ke sini kok! Gue jamin itu, gue ga bakalan kaya ayah yang jarang balik ke rumah!" ucapnya dengan penuh penekanan.

"Setelah lo tamat nanti, baru deh gue jemput lo. Lo bisa tinggal bareng gue sama Ayah di sana, selamanya ..." kata Zein.

...________...

1
MindlessKilling
Gak sabar nunggu lanjutannya, thor. Ceritanya keren banget!
yvni_9: terima kasih
total 1 replies
Zhunia Angel
❤️ Hanya bisa bilang satu kata: cinta! ❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!