Xera Abilene Johnson gadis cantik yang hidup nya di mulai dari bawah, karena kakak angkat nya menguasai semua harta orang tua nya.
Namun di perjalanan yang menyedihkan ini, Xera bertemu dengan seorang pria dingin yaitu Lucane Jacque Smith yang sejak awal dia
menyukai Xera.
Apakah mereka bisa bersatu?? Dan jika Xera mengetahui latar belakang Lucane akan kah Xera menerima nya atau malah menjadi bagian dari Lucane??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky Handayani Sr., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Udara di ruang kerja mendadak terasa berat. Bukan karena pendingin ruangan rusak, tapi karena bisik-bisik dan lirikan yang makin hari makin terasa menusuk. Xera tahu. Setiap dia lewat, obrolan berhenti.
Beberapa rekan yang dulu ramah, kini bahkan tidak menoleh saat dia menyapa.
Clara duduk di salah satu meja, wajahnya tanpa senyum. Sejak Mirre dipecat, dia hampir tidak pernah berbicara langsung dengan Xera kecuali saat benar-benar harus.
Dan bahkan saat itu pun, nadanya dingin seperti es.
"Bos memang punya favorit baru sekarang," ucap Clara keras-keras ke arah rekannya, memastikan Xera yang baru lewat bisa mendengarnya.
"Dan rupanya, menjilat lebih efektif daripada kerja keras delapan tahun."
Xera menghentikan langkahnya sejenak. Dia tidak menoleh, tidak membalas. Tapi hatinya tercekat. Dia sudah tahu Clara menyalahkannya atas pemecatan Mirre padahal dia tidak pernah mengadu, tidak pernah menunjuk siapa-siapa.
Xera membuka kotak makannya dengan enggan. Bahkan makanan favorit dari rumah pun terasa hambar. Seorang staf masuk ke pantry, menoleh sebentar, lalu keluar lagi. Ini sudah yang keempat kalinya hari ini.
Dia baru akan menyuap makanan ketika mendengar suara Clara dari luar pintu.
“iya, Xera itu yang ngadu ke Tuan. Dia memang sudah pengen menggeser posisi Mirre, padahal dia masi karyawan dan Pura-pura polos, padahal paling licik.”
Xera memejamkan mata. Bukan karena takut, tapi karena lelah. Lelah harus terus menjadi orang yang diam demi menjaga citra profesional, sementara kata-kata menyakitkan dilemparkan seakan-akan ia tidak punya hak membela diri.
* * * *
Sore hari nya Xera masi sibuk dengan kerjaan nya yang hampir selesai itu. Namun tiba tiba email anonim masuk ke inbox-nya. Subjeknya: “Karma itu Nyata”. Isinya hanya satu kalimat
"Orang yang mendaki dengan cara kotor, akan jatuh lebih cepat dari yang dia kira."
Xera menghela napas panjang. Tapi sebelum dia bisa bereaksi, suara pintu terbuka.
Juan masuk dan berbicara dengan Xera
"Xera, aku turut prihatin dengan berita yang beredar. Jika kau ingin melawan kau bisa melawan mereka" ucap Juan
"Ah tidak tuan, saya baik baik saja" ucap Xera tersenyum
"Xera ini sudah keterlaluan mereka tidak bisa begitu, ini bukan salah kamu" ucap Juan lagi
"Tidak tuan, saya tidak ingin membuat keributan" jawab Xera lagi
Sebenar nya Xera sudah sangat muak dengan ini semua. Ingin sekali dia melawan dan bahkan memaki semua orang yang menyalahkan dia tapi bagaimana lagi saat ini dia masi butuh kerjaan ini dan tentu nya dia juga masi sangat baru di sini.
Tanpa berkata apa apa Juan pun keluar, dan menuju ruangan Lucane.
"Apa kau tidak memiliki pekerjaan" tanya Lucane yang melihat Asisten nya masuk sembarangan
Juan membanting bokong nya di atas sofa
"Apa kau tidak dengar soal berita yang beredar, penyelamat mu di kucilkan di kantor ini" ucap Juan
Lalu lucane menatap Juan dengan serius
"Mereka menyalahkan Xera atas di pecat nya Mirre, dan sekarang semua orang membenci Xera. Tapi Xera cukup baik untuk melawan saja dia tidak mau padahal sudah aku beri dia hak untuk melawan" ucap Juan kesal
Lucane hanya diam, dia tahu beberapa kali mereka berbisik bisik tentang Xera namun gadis itu seolah tuli dan tidak merespon apa pun.
* * * *
Saat ini Xera masi di kantor, dia sebenarnya sudah bisa pulang tapi dia memiliki sedikit kerjaan,
Kebanyakan lampu kantor sudah padam, kecuali dari satu meja di pojok. Xera masih duduk, matanya fokus di layar laptop. Di sebelahnya, terbuka sebuah folder bernama "Log Aktivitas Sistem Departemen Proyek." Dia mengaksesnya secara sah karena sejak promosi, dia diberi hak akses penuh untuk audit sistem kerja tim.
Dia menemukan apa yang dicari bukti. Clara telah mengirim beberapa email internal kepada rekan-rekan satu tim berisi opini yang menyerang reputasinya. Dia bahkan menuduh Xera memanipulasi sistem agar Mirre terlihat bersalah.
Bukti itu cukup. Tapi Xera tahu, membalas langsung hanya akan menyeretnya ke level yang sama.
Dia menyiapkan sesuatu yang lebih kuat.
Pagi Hari – Rapat Departemen Khusus
Lucane mengadakan rapat luar biasa. Semua staf hadir. Ruangan sunyi ketika Xera berdiri, membawa laptopnya dan satu dokumen presentasi sederhana.
“Maaf mengganggu waktu pagi kalian. Saya hanya ingin menjernihkan sesuatu.”
Clara mengangkat alis, menyilangkan tangan di dada. Beberapa staf tampak gelisah.
Xera membuka dokumen. Di layar tampil kronologi yang rapi timestamp, alamat email, isi percakapan internal.
“Saya tahu, sejak dua hari terakhir, banyak gosip beredar. Sebagian besar menyerang integritas saya, dan menyiratkan bahwa saya memanfaatkan posisi untuk menjatuhkan rekan sendiri. Saya tidak akan membalas dengan rumor lain. Saya hanya akan menunjukkan fakta.”
Dia memutar layar ke arah proyektor. Data bicara.
Email Clara ditampilkan lengkap dengan waktu kirim, penerima, dan isi tuduhan palsu. Beberapa staf langsung menunduk. Clara membeku.
“Saya tidak ingin ini jadi ajang saling menjatuhkan. Tapi kalau seseorang merasa berhak menyebarkan kebohongan, saya juga berhak mempertahankan nama baik saya.”
Lucane duduk diam, tapi matanya menatap tajam ke arah Clara.
“Departemen ini tidak akan maju kalau kita saling menjatuhkan. Saya harap ini yang terakhir.”
Xera menutup laptopnya. Tidak satu pun orang yang berani berkomentar.
Lucane berdiri, menambahkan kalimat singkat. “Mulai hari ini, seluruh kanal komunikasi internal akan diaudit. Siapa pun yang menyalah gunakannya untuk menyebar fitnah, akan diberi sanksi. Termasuk pemutusan hubungan kerja.”
Clara menggertakkan gigi. Tapi tidak bisa membalas. Karena kali ini, semua orang melihat siapa yang benar.
Setelah rapat itu, suasana kantor berubah perlahan. Xera tidak hanya mempertahankan reputasinya dia membuktikan dirinya layak dihormati.
Xera yang berada di ruangan nya pun sedikit legah sudah membuat perlawanan ini,
"Ma pa, Doain Xera setelah ini semua nya baik baik saja" gumam nya
Lalu Juan masuk keruangan itu,
"Kau hebat Xera, aku tidak menyangka jika kau bisa melawan mereka dengan cara yang berkelas" puji Juan
"Saya hanya melakukan yang terbaik Tuan, jika saya tidak seperti itu saya akan di tindas terus terusan" jawab Xera
"Ini bagus Xera" lanjut Juan tersenyum
Xera yang mendapat panggilan dari lucane pun langsung menuju ruangan pria itu.
"Apa kau sudah siap membuat dokumen yang aku minta" tanya Lucane tanpa menatap nya
"Ah sudah tuan" jawab Xera percaya diri
"Bagus, kau tidak perlu lembur hari ini Xera dan jaga kesehatan mu masi akan banyak hal yang perlu di lewati" ucap lucane datar tapi seperti ada maksud lain di dalam nya
"Baiklah taun, saya permisi" ucap Xera lalu keluar dari ruangan itu
* * * *
Beberapa Hari Setelah Rapat – Ruang Kerja Clara
Clara duduk terpaku di depan layarnya. Matanya kosong, kursor berkedip-kedip di email yang belum selesai dia kirim.
Sudah tiga hari sejak rapat itu. Tiga hari sejak semua orang tahu bahwa dialah dalang dari rumor keji yang menyasar Xera. Tidak ada yang berkata kasar padanya.
Tapi sikap diam rekan-rekannya lebih menyakitkan dari makian.
Di meja sebelah, seseorang menyapa orang lain dengan hangat. Tapi saat melihat ke arahnya, percakapan langsung terputus.
Flashback — Dua Minggu Lalu
Di dan Mirre duduk di pantry, tertawa seperti dua sekutu yang saling menguatkan.
“Xera itu bahaya. Kalau kamu tidak hati-hati, dia bisa geser kamu kapan aja,” bisik Mirre waktu itu.
Clara mengangguk, percaya. Mirre adalah sahabatnya. Orang yang menemaninya ketika dia hampir menyerah. Jadi saat Mirre dipecat, Clara tidak melihat kesalahan sahabatnya hanya pengkhianatan dari orang lain.
Ruang Toilet Wanita – Siang Hari
Clara masuk, dan mendapati Xera sedang berdiri di depan cermin, merapikan rambut. Mereka sama-sama terdiam.
Clara menatap pantulan mereka berdua. Untuk pertama kalinya, dia melihat sesuatu yang selama ini dia abaikan Xera tidak pernah menunjukkan kemenangan di wajahnya. Bahkan setelah membela diri dan menang, dia tetap tenang. Tidak ada kesombongan.
Clara menarik napas panjang.
“Kamu seharusnya marah padaku,” katanya pelan.
Xera menoleh, menatapnya lewat cermin. “Untuk apa?”
Clara menggigit bibir. “Karena aku menyebarkan fitnah. Dan aku tahu itu salah. Aku cuma terlalu marah. Terlalu kehilangan.”
“Mirre temanmu.”
“Lebih dari itu. Dia satu-satunya orang yang ada buatku waktu aku baru masuk. Aku tidak siap lihat dia dijatuhkan. Walaupun itu kesalahan nya sendiri ” Clara menatap Xera, kali ini langsung. “Tapi aku salah. Dan aku tahu kamu tidak pernah main kotor.”
Hening sejenak.
Xera berkata dengan lembut, “Kadang kita terlalu sibuk membela yang kita sayang sampai lupa membela kebenaran.”
Clara menunduk.
“Kalau kamu masih butuh waktu, aku mengerti. Tapi jangan terus hidup di sisi yang salah. Itu akan menggerogoti kamu dari dalam.”