Amezza adalah seorang pelukis muda yang terkenal. Karakternya yang pendiam, membuatnya ia menjadi sosok gadis yang sangat sulit ditaklukan oleh pria manapun. Sampai datanglah seorang pria tampan, yang Dnegan caranya membuat Amezza jatuh cinta padanya. Amezza tak tahu, kalau pria itu penuh misteri, yang menyimpan dendam dan luka dari masa lalu yang tak selesai. Akankah Amezza terluka ataukah justru dia yang akan melukai pria itu? Inilah misteri cinta Amezza. Yang penuh intrik, air mata tapi juga sarat akan makna arti cinta dan pengampunan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lelaki Yang Menggoda
12 tahun lalu.......
Seorang anak muda berusia 17 tahun sedang berdiri di bagian paling belakang gedung pertemuan sebuah sekolah swasta ternama. Sekolah Menengah Tingkat Pertama .
Ada seorang anak perempuan. Sangat cantik dengan kulit putih mulus karena perpaduan darah Asia di tubuhnya, melangkah ke podium untuk menerima penghargaan sebagai siswa berprestasi setalah ia memenangkan lomba olimpiade matematika dan juga lomba melukis tingkat nasional.
"Kamu sudah melihat wajahnya kan? Aku berharap kalau kamu tak akan melupakannya. Dia memang cantik. Seiring dengan berjalannya waktu, ia akan bertambah cantik. Namun kecantikannya adalah racun bagimu. Tugasmu adalah memilikinya, buat ia bergantung padamu dan lebih mendengarkan mu dari pada orang tuanya. Tapi jangan sampai kamu mencintainya. Karena kamu diciptakan bukan untuknya. Mengerti?"
"Aku mengerti." jawab anak muda itu.
"Pelajari apa yang menjadi kebiasaan dan hobinya. Amati setiap gerakannya sehingga kamu akan tahu bagaimana cara mendapatkan hatinya."
"Baik."
*************
Wajah Amezza terlihat sangat serius dalam mengerjakan lukisannya. Tak terasa sudah 3 jam ia duduk di depan kanvasnya dan menatap pemandangan di hadapannya. Namun yang lebih membuat ia bersemangat adalah mahluk tampan di depannya.
Evradt nampak tenang. Duduk sambil bersandar di bangku taman. Selama itu pula, lelaki tampan itu menatap Amezza.
"Tuan...eh Ev, jika kamu lelah, istirahatlah."
Evradt menggeleng. "Aku bisa duduk dengan tenang dan santai di sini karena melihat keseriusan mu saat melukis."
"Lukisannya hampir selesai. Hanya saja masih ada satu yang harus aku selesaikan."
"Apa itu?" tanya Evradt.
"Wajahmu." jawab Amezza, pelan, namun bisa di dengar dengan jelas oleh lelaki itu. Evradt berdiri dan mendekati Amezza. Ia melihat kalau tubuhnya sudah dilukis. Namun kepalanya belum.
"Mungkin kita makan siang dulu. Karena sekarang sudah jam setengah 3 sore."
"Tapi....."
Evradt memegang tangan Amezza membuat gadis itu terkejut karena sengatan aneh di kulitnya.
"Perut yang kosong kadang membuat konsentrasi kita hilang." ujar Evradt. Ia melepaskan tangannya yang memegang tangan Amezza lalu dengan sopan mempersilahkan gadis itu untuk masuk kembali ke dalam rumah.
Antonia sudah menunggu mereka di meja makan. Amezza mencuci tangannya yang ada di wastafel dekat meja makann sebelum ia duduk di kursi yang sudah disiapkan untuknya. Evradt duduk di kepala meja sedangkan Amezza di samping kanan.
Seorang pelayan perempuan datang menyajikan makanan pembuka. Amezza berusaha menikmatinya walaupun sebenarnya ia agak gugup makan bersama dengan seorang pria asing.
Selesai dengan makanan pembuka, mereka pun melanjutkan dengan makanan utama.
"Bagaimana? Apakah makanannya enak?" tanya Evradt saat dilihatnya Amezza diam saja sejak duduk di meja makan.
"Iya."
Evradt tersenyum. "Kamu irit sekali bicara ya? Pada hal suaramu sangat indah untuk didengar."
Wajah Amezza jadi merah. Pujian itu terdengar sederhana namun membuat hatinya bergetar. "Maaf, Ev. Aku bukan tipe orang yang mudah menemukan pokok cerita yang pas."
"Aku mengerti." Evradt mengangguk. "Kita memang baru kenal namun aku ingin mengenalmu lebih jauh, terutama mengenai dunia lukisan. Karena baru setahun ini aku suka dengan lukisan. Pengetahuan ku tentang lukisan masih sangat kurang."
"Kalau tentang lukisan, aku rasa kita bisa saling bertukar cerita." kata Amezza sedikit percaya diri membuat Evradt tersenyum senang. Ia kini bisa semakin mengenal gadis yang ia yakin belum pernah pacaran.
Selesai makan siang, Amezza langsung melanjutkan lukisannya. Ia mencoba menyelesaikannya karena besok ia akan menghabiskan waktu dengan orang tuanya.
Pukul 17 lewat 40 menit, Amezza menyelesaikan lukisannya.
"Maaf ya jika wajahmu tak sesuai dengan yang asli." kata Amezza dengan sedikit rasa tak percaya diri.
Evradt memperhatikan lukisan itu dengan seksama. "Aku merasa kalau di lukisan ini, aku terlihat lebih tampan."
"Masa sih?"
"Benar. Dan aku suka." ujar Evradt sambil terus menatap lukisan itu.
Amezza membuka celemeknya. Entah mengapa di bagian kepalanya, celemek itu justru tersangkut di kepalanya. Amezza jadi bingung bagaimana akan mengeluarkannya.
"Aku bantu. Permisi ya." ujar Evradt lalu berdiri di depan Amezza. Kedua tangannya melewati tubuh Amezza dan gadis itu dapat mencium harum parfum khas pria yang begitu lembut. Wangi yang menggoda untuk terus menciumnya.
"Tersangkut di jepit rambutmu." kata Evradt lalu menjauh. Ia meletakan celemek itu di atas meja dan Amezza dapat merasakan kalau wajahnya menjadi panas. Mungkin pipinya kini berwarna merah.
"Terima kasih."
Evradt hanya mengangguk.
"Bolehkah aku menuliskan tanggal di bawah lukisan ini?" tanya Amezza.
"Aku baru saja akan memintanya. Tulislah tanggal dan nama serta tanda tanganmu. Agar semua orang tahu kalau ini dilukis oleh pelukis yang terkenal dari Spanyol." kata Evradt membuat Amezza menjadi sedikit bangga. Ia pun menuliskan tanggal, namanya dan juga tanda tangan di sudut kanan bawa lukisan itu.
"Sudah selesai. Aku mau pulang." ujar Amezza.
"Aku akan mengantarmu. Lagi pula kita belum membicarakan tentang pembayaran lukisan ini."
Amezza menggeleng. "Tidak usah dibayar."
"Kenapa?"
Karena kamu pernah menolong aku 3 tahun yang lalu. Namun Amezza tak berani mengatakannya. "Karena kamu sudah membayar semua lukisanku yang ada di pameran dengan harga yang mahal. Anggaplah ini bonus sebagai tanda terima kasihku."
"Aku merasa tak enak. Masa sih lukisan seperti ini gratis. Aku kan yang meminta kamu untuk datang ke sini."
"Tidak apa-apa." Amezza hanya bisa tersenyum manis.
"Kalau begitu ijinkan aku berterima kasih dengan cara mentraktir mu untuk makan malam. Kamu punya waktu besok?"
"Besok orang tuaku akan datang."
"Tidak apa-apa ajak mereka sekalian."
Amezza jadi bingung. "Nanti aku tanyakan pada mereka ya?"
"Ok." Evradt memanggil Antonia. "Siapkan mobil. Aku sendiri yang akan mengantar nona Amezza."
"Baik, tuan."
Amezza mendekati Evradt. "Aku jadi merepotkan. Biar saja aku baik taxi."
"Mengapa harus baik taxi? Aku ingin sekali mengantar mu karena kamu sudah sangat baik padaku." Ujar Evradt dengan nada suara tak ingin ditolak.
"Baiklah."
Evradt pun mengantarkan Amezza dengan mobil mercy nya. Sepanjang perjalanan, Evradt banyak bertanya tentang dunia lukisan dan tentu saja itu obrolan yang menyenangkan untuk Amezza.
Mereka tiba di hotel saat hari sudah malam. Evradt dengan cepat turun dari mobil dan membukakan pintu bagi Amezza.
"Selamat beristirahat. Dan sekali lagi terima kasih untuk semuanya. Oh ya, bolehkah aku meminta nomor teleponmu?"
Amezza awalnya agak ragu untuk mengatakannya. Namun hatinya mengatakan kalau lelaki ini orang baik. Ia pun mengambil ponsel Evradt yang disodorkan kepadanya dan ia mengetuk nomor ponselnya di sana. Evradt menerima ponselnya lagi dan menyimpan nomor Amezza.
"Semoga besok kita bisa makan malam ya?" ujar cowok itu sebelum masuk kembali ke dalam mobilnya. Amezza melambaikan tangannya sebelum masuk ke dalam hotel. Hatinya berbunga-bunga. Amezza bahkan merasakan ada kupu-kupu yang beterbangan di perutnya. Namun gadis itu berusaha menolak kata hatinya yang mengatakan kalau ia sudah jatuh hati pada cowok tampan itu.
************
Amezza senang saat menjemput kedua orang tuanya di bandara pagi ini. Ia memeluk mereka dengan penuh kerinduan laku bertanya tentang keadaan kaki papanya.
"Sudah membaik, nak. Kamu jangan khawatir." kata Enrique ketika mereka dalam perjalanan ke hotel.
Mereka mampir sebentar di sebuah restoran untuk sarapan sambil Amezza menceritakan tentang lukisannya yang laku terjual di hari pertama. Tak lupa juga Amezza menceritakan tentang dirinya yang melukis di rumah pembeli lukisannya itu.
"Namanya Evradt Floquet." ujar Amezza membuat Enrique mengerutkan dahinya.
"Keluarga Floquet adalah keluarga terkenal di Perancis ini. Kalau tidak salah mereka adalah keluarga bangsawan. Mereka bahkan memiliki perkebunan anggur dan pernah beberapa kali mengikuti kontes minuman anggur sedunia." kata Enrique.
Elora yang sangat protektif pada putrinya ini segera mencari profil Evradt di dunia maya. "Apakah ini orangnya?" tanya Elora sambil menunjukan foto di ponselnya.
"Iya, ma. Dan aku merasa kalau orang ini yang menolong aku 3 tahun yang lalu. Oh ya, tuan Evradt mengundang aku untuk makan malam. Kalau papa dan mama mau, boleh juga ikut dengan kami." kata Amezza. Nampak matanya berbinar saat menceritakan tentang lelaki itu. Tentu saja Elora dan suaminya salah melihat ada sesuatu di hati putri mereka ini.
"Kamu saja yang pergi, nak. Lagian besok malam, papa dan mama ingin jalan-jalan keliling kota Paris. Soalnya terakhir kali kami datang ke tempat ini saat usiamu baru 10 tahun." Kata Elora sambil menatap suaminya. Enrique mengangguk.
Selama ini mereka beranggapan kalau Amezza tak akan pernah tertarik pada pria manapun. Sikap Amezza yang tertutup pada orang luar membuatnya sulit mendapatkan kekasih diantara sekian banyak pria yang mengejar nya.
Malam harinya, Amezza sudah siap dengan kencannya. Ia mengenakan gaun berwarna merah maroon. Sangat cocok dengan warna kulitnya.
"Menurut mu, aku bagaimana?" tanya Amezza pada Fifi.
"Sangat cantik."
Elora dan Enrique yang juga ada di kamar Amezza tersenyum.elihaz bagaimana gugupnya putri mereka di kencan pertama.
Evradt datang menjemputnya tepat waktu. Pukul 7.30 malam. Elora dan Enrique, serta Fifi mengantarkan Amezza ke lobby.
"Senang berjumpa dengan anda tuan Gomez. Juga dengan anda nyonya Gomez." Evradt dengan gaya sopan dan sangat elegan memberi salam kepada orang tua Amezza. Setelah itu keduanya pergi dengan mobil Evradt.
"Kamu cantik sekali malam ini. Aku jadi tak percaya diri berjalan bersamamu." kata Evradt saat mobilnya sudah berhenti di depan sebuah restoran mewah.
"Jangan seperti itu." Amezza jadi tersipu.
Evradt membukakan pintu baginya, lalu menyerahkan kunci mobilnya pada petugas parkir lalu melangkah di samping Amezza saat memasuki restoran.
"Aku tahu kalau kamu tak terlalu suka berada di tengah banyak orang. Karena itu aku memesan ruangan privat untuk kita." kata Evradt saat keduanya diarahkan untuk naik tangga menuju ke ruangan khusus yang ada di restoran ini.
Sebuah ruangan yang memang tak begitu luas. Ada meja yang tak begitu besar dan 2 buah kursi. Mereka memesan makanan lalu ngobrol santai sambil menikmati segelas anggur.
Sementara mereka makan, ada Seorang gadis pemain biola yang mengiringi acara makan malam mereka.
"Aku suka biola." ujar Amezza.
"Aku senang karena kamu menyukainya."
"Kalau begitu, ayo kita dansa." ajak Evradt. Mereka sudah selesai makan malam.
"Tapi aku tak pernah berdansa dengan orang lain selain papaku." Amezza menolak.
"Kalau begitu aku akan menjadi lelaki istimewa karena bisa menjadi lelaki yang pertama kali berdansa denganmu selain papamu."
Amezza agak ragu namun ia menerima uluran tangan Evradt juga.
Keduanya pun berdansa diiringi alunan lagu romantis dari sang pemain biola.
"Papamu seorang guru dansa yang baik. Buktinya kamu seorang pedansa yang baik." puji Evradt membuat Amezza hanya bisa tersipu.
Jantung gadis itu berdetak sangat cepat karena pandangan mata Evradt begitu lembut menatapnya.
"Amezza, aku pikir kalau aku sudah jatuh cinta padamu." bisik Evradt sangat lembut sebelum ia mengecup punggung tangan gadis itu.
Amezza merasakan perutnya kembali dipenuhi kupu-kupu. Jantungnya berdetak sangat cepat. Ingin rasanya ia memeluk lelaki yang baru saja menyatakan cinta padanya itu.
Apa yang harus aku katakan, Tuhan? tanya Amezza dalam hati
*************.
Menurut kalian, Amezza harus bilang apa ?