Queen Li tumbuh dalam kekacauan—dikejar rentenir, hidup dari perkelahian, dan dikenal sebagai gadis barbar yang tidak takut siapa pun. Tapi di balik keberaniannya, tersimpan rahasia masa kecil yang bisa menghancurkan segalanya.
Jason Shu, CEO dingin yang menyelesaikan masalah dengan kekerasan, diam-diam telah mengawasinya sejak lama. Ia satu-satunya yang tahu sisi rapuh Queen… dan lelaki yang paling ingin memilikinya.
Ketika rahasia itu terungkap, hidup Queen terancam.
Dan hanya Jason yang berdiri di sisinya—siap menghancurkan dunia demi gadis barbar tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Kota Chengdu.
Di sebuah tempat perjudian ilegal yang tersembunyi di balik bangunan tua, para pria dan wanita duduk mengelilingi meja permainan. Asap rokok memenuhi udara, chip berjatuhan, dan suara bising memenuhi ruangan.
Salah satu pemain, wanita berambut pendek bernama Zoanna, sedang memegang rokok di tangannya sambil menatap kartu dengan tegang.
Begitu kartu dibuka, wajahnya langsung merengut.
"Sial sekali… kalah lagi!" keluh Zoanna sambil menepuk meja.
Temannya di sebelahnya berkata dengan nada prihatin,
"Zoanna, hutangmu sudah sangat banyak. Jika kau terus begini, cepat atau lambat suami barumu akan menceraikanmu."
"Jangan berkata sembarangan. Ucapanmu hanya membuat hari burukku semakin buruk," balas Zoanna, berusaha menepis perasaan tidak enak.
Tiba-tiba pintu depan terbuka lebar.
Beberapa pria berseragam polisi masuk dengan langkah tegas.
"Semuanya jangan bergerak! Tempat ini sudah dikepung!" seru Kapten Yu, sang inspektur yang memimpin operasi.
Namun, begitu perintah itu terdengar, para penjudi justru langsung bangkit dan berhamburan kabur ke segala arah. Ada yang tersandung, ada yang menabrak meja, bahkan ada yang sempat meraih chip di meja sebelum lari.
Kericuhan pun tidak terhindarkan.
Para polisi yang baru melangkah masuk terpaksa mengejar para penjudi yang melarikan diri melalui pintu belakang dan tangga menuju lantai dua.
Sementara itu, di sisi lain ruangan—
BRAK!
Pintu samping terbuka dan seorang gadis berambut dikuncir kuda berdiri di sana dengan membawa pisau daging besar.
"Zoanna!!!" teriak gadis itu dengan suara lantang.
Zoanna menoleh, dan seketika wajahnya berubah panik.
"Bukan dia lagi…" gumamnya sebelum langsung berlari.
Gadis itu segera mengejar sambil mengacungkan pisau. Para polisi yang sibuk menangkap penjudi sempat terdiam beberapa detik melihat pemandangan yang tidak mereka duga.
"Jangan lari!" teriak gadis itu.
"Jangan kejar aku lagi!" balas Zoanna, yang berlari sambil tetap memegang rokoknya.
"Jika kau masih sayang hidupmu, berhenti sekarang juga!" gadis itu semakin meningkatkan kecepatan.
"Tolong! Tolong!" teriak Zoanna sambil berlari menembus gang-gang sempit.
Pada saat yang sama, dua anggota polisi sedang menodongkan pistol kepada lima pencuri yang baru saja mereka tangkap.
"Semua berjongkok!" perintah salah satu polisi itu.
Namun, perintah itu terganggu oleh teriakan Zoanna yang melintas di depan mereka.
"Tolong!"
Zoanna berlari melewati lima pencuri itu.
Beberapa detik kemudian, gadis berpisau itu muncul sambil berteriak:
"Aku akan memotong tanganmu, mengambil jantung dan ginjalmu, lalu mencungkil kedua bola matamu!"
Kelima pencuri itu saling berpandangan. Wajah mereka sama-sama pucat.
Tanpa perlu berdiskusi, mereka ikut berlari mengikuti Zoanna. Karena takut ikut menjadi korban.
Zoanna terhimpit di tengah-tengah lima pencuri itu dan berteriak,
"Kenapa kalian ikut lari?!"
Salah satu pencuri menjawab dengan wajah panik,
"Kami takut organ kami diambil."
Dua polisi yang sedang menahan para pencuri hanya bisa menatap tidak percaya ketika melihat seluruh rombongan itu kabur bersama.
"Lari! Kejar mereka!" teriak salah satu polisi lainnya.
Akhirnya terbentuklah barisan aneh:
Zoanna dan lima pencuri di paling depan,
gadis berpisau mengejar di belakang mereka,
dua polisi mengejar gadis berpisau.
“Woi, berhenti!” teriak gadis itu sambil mengacungkan pisau dagingnya.
“Jangan lari lagi! Berhenti sekarang juga, kalau tidak terpaksa kami tembak!” kecam dua polisi yang ikut mengejar dari belakang.
“Cepat serahkan kedua tanganmu!” teriak gadis itu kembali, suaranya bergema di sepanjang gang sempit.
Lima pencuri yang berlari di samping Zoanna semakin ketakutan.
Salah satu dari mereka berseru dengan wajah pucat,
“Kami hanya mencuri! Kenapa kami harus sampai menjadi korban… pengambilan organ?”
“Kami mohon, polisi, tolong selamatkan kami!” teriak pencuri yang lain sambil terisak karena kelelahan dan ketakutan.
Gadis itu tidak menghiraukan mereka, hanya fokus pada Zoanna dan kembali berteriak keras,
“Kalau kau tidak berhenti juga, pisau daging ini akan berubah menjadi pisau terbang! BERDIRI DI TEMPAT!”
Kalimat itu membuat Zoanna spontan berhenti.
Seluruh tubuhnya gemetar.
Lima pencuri yang berada di kiri-kanannya juga ikut berhenti mendadak, seperti sekelompok hewan yang terjebak dalam sorotan lampu mobil.
Jarak mereka sudah cukup jauh dari tempat perjudian.
Napas Zoanna terengah-engah.
Lima pencuri itu sampai berpegangan pada lutut dan tembok untuk menahan tubuh mereka agar tidak jatuh pingsan.
Dua polisi yang mengejar dari belakang juga berhenti beberapa langkah kemudian.
Mereka sama-sama kelelahan, wajah memerah, napas berembus cepat.
“Queen, jangan seperti ini. Kau seorang gadis, membawa pisau seperti itu terlihat tidak pantas dan terlalu sadis,” kata Zoanna sambil mundur sedikit.
Queen mendengus. “Aku akan menghubungi Ronaldo untuk datang menjemputmu pulang.”
“Ronaldo sudah meninggal tahun lalu. Dia bukan suamiku yang sekarang,” jawab Zoanna tenang, seolah membicarakan hal biasa.
Queen terdiam sejenak. “Baiklah… kalau begitu aku akan menghubungi Kane Wu.”
Ia menekan nomor di ponselnya.
“Dia sudah kabur bersama istri orang tiga bulan lalu,” jelas Zoanna tanpa ekspresi.
Queen menutup ponselnya perlahan, lalu menatap Zoanna dengan wajah mendekati putus asa.
“Kalau begitu siapa suami terakhirmu? Ekin, Anton, atau Rocky?” tanyanya dengan nada semakin tidak sabar.
Zoanna menghela napas panjang. “Queen… apa kau lupa?
Ekin menghamili anak orang lalu dipenjara, Anton meninggal di malam pertama, dan Rocky meninggal karena jantungnya.”
Queen mematung.
Lima pencuri di dekat mereka menelan ludah bersamaan.
Queen bertanya lagi, polos namun pedas,
“Lalu siapa yang masih hidup? Apakah papa tiri ke-delapan juga sudah pindah alam?”
“Jangan bicara sembarangan! Suami baruku adalah Jacky. Dia masih muda, mana mungkin mati,” bela Zoanna.
Queen langsung menekan nomor lain di ponselnya.
Setelah beberapa detik, sambungan terhubung.
“Halo!” suara pria di ujung telepon.
Queen berkata dengan penuh emosi,
“Papa tiri ke-delapan, cepat datang! Istrimu sedang di tanganku. Jika kau tidak datang, akan kuambil ginjalnya untuk membayar hutang judinya!”
Zoanna memejamkan mata frustasi.
Lima pencuri semakin merapat ke tembok.
Tiba-tiba terdengar suara tegas:
“Semuanya jangan bergerak!”
Kapten Yu muncul bersama pasukannya.
“Kapten Yu!” sapa dua polisi yang tadi mengejar.
Queen justru berseru dengan wajah ceria,
“Calon papa tiriku!”
Kapten Yu melangkah cepat ke arah Queen dan menarik telinganya.
“Aahhh!” jerit Queen.
“Apa yang kau lakukan, hah? Kenapa mengejar orang sambil membawa pisau?!” tanya Kapten Yu dengan suara keras.
Queen cemberut sambil memegangi telinganya.
“Aku hanya mengejar mamaku… calon istrimu.”
Kapten Yu langsung menegakkan tubuhnya.
“Jangan bicara sembarangan! Aku tidak akan menjadi papa tirimu!”
Sementara itu, di sebuah mobil hitam yang terparkir cukup jauh dari lokasi kericuhan, terlihat seorang pria bertatapan tajam tengah memperhatikan kejadian tersebut melalui celah jendela.
Asistennya, yang duduk di kursi sopir, melirik ke luar lalu melapor dengan suara serius,
“Bos, Zoanna berutang terlalu banyak kepada rentenir dan para preman. Wanita itu tidak akan berhenti sebelum tangannya benar-benar diambil.”
Pria itu tetap diam beberapa detik, matanya mengikuti gerakan para polisi yang menarik Queen masuk ke dalam mobil patroli. Tatapannya sangat tenang, namun menusuk seperti pisau.
Kemudian ia berkata pelan, namun penuh tekanan,
“Kalau bukan karena perjanjian itu… aku sama sekali tidak akan ikut campur.”
Asistennya menunduk, paham betul arti kata-kata itu.
Pria itu kembali memandang ke arah Queen yang kini dibawa pergi oleh Kapten Yu. Mata pria itu mengecil—bukan karena marah, melainkan karena sesuatu yang lebih dalam.
hai teman teman .... ayo ramaikan karya ini dgn follow tiap hari dan juga like, komen dan jangan ketinggalan beri hadiah yaaaaaaa
sungguh, kalian gak bakalan menyesal, membaca karya ini.
bagus banget👍👍👍👍
top markotop pokoknya
hapus donh🤭🤭
kau jangan pernah meragukan dia, queen
👍👍👌 Jason lindungi terus Queen jangan biarkan orang2 jahat mengincar Queen
.
ayoooooo tambah up nya.
jangan bikin reader setiamu ini penasaran menunggu kelanjutan ceritanya
ayo thor, up yg banyak dan kalau bisa up nya pagi, siang, sore dan malam😅❤️❤️❤️❤️❤️❤️💪💪💪💪💪🙏🙏🙏🙏🙏
kereeeeennn.......💪
di tunggu update nya....💪