NovelToon NovelToon
Bukan Istri Kedua

Bukan Istri Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Lari Saat Hamil / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Obsesi / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Widia

Hidup tak berkecukupan, memaksakan Alana mengubur impiannya untuk berkuliah. Dia akhirnya ikut bekerja dengan sang ibu, menjadi asisten rumah tangga di sebuah rumah cukup mewah dekat dari rumahnya. Namun masalah bertubi-tubi datang dan mengancam kehidupan dirinya dan sang ibu. Dengan terpaksa dirinya menerima tawaran yang mengubah kehidupannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hutang Ibu

"Jangan ambil motor ini, ini punya almarhum ayah saya. Tolong, jangan ambil ini."

Suara gadis yang memohon itu terdengar menyakitkan, tetangga yang sudah masuk ke rumah berbondong keluar melihat keributan sore itu. Mereka berbisik melihat tetangganya yang sedang memohon agar harta bendanya tak disita pihak bank.

"Kalau barangnya tak mau kena sita, bayar hutangnya. Motor ini merupakan jaminan sesuai persetujuan dari ibu Ira sebagai nasabah."

Alana hanya bisa terkejut, mendengar nama ibunya yang ternyata mnjadikan motor sang ayah jaminan hutangnya. Dengan wajah pasrah, gadis itu menatap harta benda peninggalan sang ayah satu-satunya yang telah meninggal tiga tahun lalu.

"Bu, kok bisa ibu tega. Motor itu benda yang punya banyak kenangan dengan ayah. Kenapa ibu jadikan itu jaminan, lalu uang hasil hutangnya buat apa?" Tanya Alana dengan nada tinggi, membentak ibunya yang hanya berdiri acuh walau anaknya menangis.

Para tetangga yang tadinya menyaksikan hal itu, akhirnya memilih masuk ke dalam rumah mereka. Apalagi sekitaran kontrakan yang pastinya lebih tahu perihal keributan antara ibu dan anak ini.

"Kamu gak pernah tahu betapa kesulitannya ibu membesarkanmu, membayar uang sekolah dan juga makanmu itu. Sudah seharusnya dari dulu motor butut itu dijual," jawab sang ibu membentak keras Alana.

Alana tak membantah, baginya kesulitan hidup yang mereka berdua rasakan sepeninggal ayahnya bukanlah kesalahan sang ibu.

Gadis itu duduk di atas tikar tipis, diam dengan tatapan kosong. Tak tahu harus bicara mulai darimana, karena hari ini pun dia kehilangan pekerjaannya.

"Masa kontrak ku di pabrik sudah habis dan gak di perpanjang. Besok aku mau siapkan CV buat lamaran kerja."

Ibunya hanya menatap sinis Alana setelah mendengar pengakuan anak gadisnya.

"Sudah ibu bilang sekolah sampai SMP saja, bantu ibu di rumah majikan. Gak ada itu yang namanya kontrak kerja segala macam. Setelah ini kamu mau cari kemana? Kemarin saja, upahmu tak bisa menutupi hutang ibu."

Alana berlalu mengacuhkan ucapan sang ibu. Gadis itu melangkah pergi ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya dari peluh selepas bekerja.

"Makan malamnya gak ada, ibu belum masak karena gas di rumah habis," ketus sang ibu saat melihat Alana keluar dari kamar mandi.

Alana hanya bisa menghela nafas panjang, terbiasa menghadapi sikap ibunya yang berubah setelah kematian sang ayah.

Tengah malam, suara perut Alana berbunyi keras. Rasa lapar mengganggu mimpinya yang indah, dan harus terbangun di kehidupan nyata yang membuatnya muak. Kehidupan miskin memang bukan pilihannya, namun ibunya yang selalu berhutang membuat Alana semakin tak bisa menghindari kemiskinan.

Sudah beberapa kali dia melunasi hutang sang ibu, namun kebiasaan buruk itu terus diulang wanita paruh baya tersebut. Dan Alana yang menjadi samsak tinju, bekerja tak henti bahkan di hari minggu mencari uang lembur tambahan. Dirinya yang babak belur, selalu dijadikan alasan atas hutang ibunya.

Gadis itu mencari sesuatu yang bisa di makan dalam rak penyimpanan makanan yang ada di dapur. Ada beberapa mie instan yang bahkan dia sama sekali tak pernah memakannya.

"Mana gas habis, uang juga sisa sedikit. Cari kerja kemana yang upahnya gak sebulan sekali," keluhnya sambil memakan mie instan mentah. Tak peduli apa yang dia makan, asalkan perutnya yang keroncongan terisi penuh dan tak mengganggu tidur ibunya.

•••

"Alana, kamu makan mie instan di rak dapur kan? Kemarin ada 5, sekarang sisa 4," teriak sang ibu yang membuat Alana terbangun dari tidurnya.

"Iya bu, aku gak kuat lapar. Jadi aku makan apa aja yang ada di sana."

"Dasar kamu ya, gak bilang dulu sama orang tua. Gak ada kesopanan sama sekali, katanya sekolah belajar adab. Ini malah kurang ajar," ketus sang ibu yang tak di gubris Alana. Sudah terbiasa gadis itu mendapat kata kasar dari ibunya, yang membuatnya semakin mati rasa.

"Ya gak apa-apa dong bu, kalaupun itu ibu yang beli uangnya kan dari aku. Aku juga punya hak untuk makan makanan di rumah ini. Lagipula ibu simpan mie itu buat siapa kalau bukan buat kita berdua?"

"Ah kamu ini melawan terus kalau ibu kasih tahu. Bukan buat siapa-siapa juga. Mandi sana, terus lamar kerja. Ibu juga mau pergi ke rumah majikan. Atau kamu ikut ibu dulu sampai kamu dapat pekerjaan layak," ajak sang ibu yang membuat Alana terdiam.

Gadis itu berpikir sejenak menerima tawaran sang ibu. Dia tahu betapa sulitnya mencari pekerjaan saat ini. Tapi menjadi pembantu juga bukanlah pekerjaan yang dia mau.

"Malah bengong, cepat mandi terus ikut sama ibu. Jangan sampai kamu nganggur, nantinya keenakan diam di rumah."

Tanpa berpikir panjang, Alana segera menuruti ibunya. Tak mau dia memperpanjang masalah setelah kejadian kemarin yang menyakiti hatinya.

Ibu dan anak itu pun berjalan menuju rumah tempat sang ibu bekerja. Para tetangga yang kemarin menyaksikan keributan di rumah kontrakan Alana, saling berbisik dan tertawa. Ada juga beberapa yang menyindir, seolah bahagia dengan kesulitan yang di alami keluarga miskin itu.

"Kenapa mereka kaya gitu bu, selama ini kita gak punya musuh kan?" Tanya Alana yang kebingungan melihat tingkah tetangganya. Sementara sang ibu terlihat gugup, namun kembali bersikap biasa seolah menutupi sesuatu.

"Namanya juga tetangga. Sudahlah gak usah digubris, sekarang yang penting kamu bisa kerja di rumah majikan ibu. Apalagi kemarin ada yang pulang kampung, pasti Bu Yuniar sedang butuh pembantu baru," jawab ibunya sambil menunjuk rumah sang majikan yang sudah dekat.

Alana menatap rumah itu dengan kagum. Rumah megah yang elegan, dengan warna hitam dan putih. Di tambah halaman depan yang di tanami dengan beberapa bunga menambah kesan cantik rumah tersebut.

"Selamat pagi Nyonya," sapa Bu Ira pada majikannya yang sedang duduk di teras depan rumahnya. Dengan secangkir teh hijau dan juga roti panggang selai kacang di meja kecil yang ada di sampingnya.

"Ya, selamat pagi. Hari ini tugas kamu cuci piring dan juga bersihkan seluruh ruangan, dan kamar anak saya juga sekarang harus di bersihkan. Katanya dia mau menginap di sini."

Suaranya yang berwibawa membuat orang segan menolak perintahnya. Alana melihat ibunya yang mengangguk dan menuruti perintah majikan.

"Nyonya, kebetulan kan kemarin Marni pulang kampung. Saya bawa anak saya buat bantu-bantu di sini. Anak saya ini bisa semua lho, cuci, pel, masak," jelas Bu Ira mencoba merayu majikannya.

"Katanya anak kamu kerja di pabrik. Kenapa sekarang mau kerja jadi pembantu di sini?"

"Kebetulan anak saya gak di perpanjang kontrak di sana. Jadi daripada dia nganggur, saya bawa kesini saja buat bantu-bantu. Bagaimana Nyonya, apa boleh anak saya bantu di sini?" Jelas Bu Ira sedikit memaksa.

"Baiklah, anak kamu tugaskan di kamar anak saya. Bersihkan dan juga rapikan kamar tersebut," tegas Bu Yuniar dengan tatapan yang cukup tajam.

Alana dan ibunya pun masuk ke dalam rumah tersebut, namun satu hal yang membuat gadis itu terkejut. Foto keluarga yang terpajang di dinding membuat gadis itu menunjukan ekspresi tak biasa.

1
Randa kencana
Ceritanya sangat menarik
Fitri Widia: Terima kasih 🥺🙏
total 1 replies
partini
waduh waduh imbalannya tempik
partini
ibunya lagi main kah
partini
good
Fitri Widia: terimakasih 😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!