Raya yang baru saja melakukan ujian nasional, mendapatkan musibah saat akan datang ke tempat tinggal temannya. Kesuciannya direnggut oleh pria tak dikenal. Raya memutuskan untuk melaporkannya ke polisi. Bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun ancaman. Tidak hanya sampai di situ saja, dia dinyatakan hamil akibat insiden itu. Lagi-lagi bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun perlakuan buruk yang dia terima.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ROZE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1 Malam Naas
Seorang pria yang sedang dikuasai emosi, memasuki klub malam langganannya. Dia langsung memasuki ruangan VIP, dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa empuk berwarna merah. Tidak lama kemudian, minumannya datang, yang dibawa oleh seorang perempuan seksi dengan gaya genitnya.
“Butuh teman juga, Tuan?”
“Pergi!” Pelayan itu langsung pergi, sebelum dia mendapatkan masalah dengan tamu VIP-nya itu.
Pria yang bernama Keanu Ainsley itu tidak ingin ditemani oleh siapa-siapa malam ini, termasuk oleh sahabatnya sendiri.
Tidak sampai satu jam, entah sudah berapa banyak minuman yang dia habiskan. Dengan tubuh sedikit sempoyongan, Keanu pergi dari sana. Dikemudikannya mobil sport miliknya, menuju apartemen mewah yang menjadi tempat dia tidur malam ini karena tidak ingin pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Meskipun dia masih cukup kuat dan sadar saat ini, tapi tetap saja jika keluarganya tahu, bukanlah hal yang baik.
Memasuki loby apartemennya, Keanu melihat seorang gadis yang juga sedang menunggu lift. Mereka masuk ke dalam lift, berdiri di masing-masing sudut.
Gadis itu merogoh tasnya, mencari sesuatu sambil bergumam pelan. Keanu melirik gadis itu, menelusuri dari atas sampai bawah. Gadis itu terlihat biasa saja, maksudnya, dia tidak memakai sesuatu yang mewah, baju, tas, atau sepatu, semuanya barang-barang biasa. Tapi wajahnya cantik.
Gadis itu melihat angka sepuluh, dan bersiap mau keluar. Pintu lift terbuka, tapi saat kakinya belum menyentuh luar, mulutnya sudah dibekap dari belakang. Dia memberontak, mencakar tangan pria yang membekapnya. Sudah pasti pelakunya adalah Keanu, karena hanya mereka berdua saja yang ada di dalam lift itu.
Keanu yang membekap mulut gadis yang bernama Rayana itu, bisa mencium aroma dari tubuhnya. Masih wangi, bahkan sangat wangi meski hari sudah larut malam.
Raya melihat lift berhenti di lantai lima belas, dan dia didorong untuk keluar. Tubuh Raya terseret di lorong, dia masih mencoba memberontak namun sia-sia. Dengan sebelah tangan membekap mulut Raya, sebelah tangannya lagi membuka pintu apartemen, Keanu lalu masuk ke apartemennya. Setelah mereka masuk ke apartemen itu, Keanu baru melepaskan tangannya.
“Si ... siapa kamu? Apa maumu?” tanya Raya terengah.
Keanu tidak menjawab, dia hanya melepaskan jasnya dengan kasar. Merasa tidak aman, Raya langsung mencoba keluar. Keanu diam saja, karena tidak mudah untuk keluar dari apartemen miliknya ini.
“Aaaa ... lepas! Lepaskan aku! Tolonggg!”
“Jangan!” teriakkan perempuan muda di tengah kegelapan malam dan di bawah kungkungan seorang pria.
Bukannya mendapatkan pertolongan atau rasa kasihan, perempuan itu malah mendapatkan tamparan yang keras. Sudut bibirnya mengeluarkan darah dengan rasa yang perih. Pipinya berdenyut kencang, dia yakin akan membengkak, bahkan matanya sampai berkunang-kunang dan kepala berdenyut.
Raya berteriak saat Keanu memeluknya dan mencium lehernya dengan kasar. Sekujur tubuhnya gemetaran, takut dengan pikirannya sendiri. Dia tidak punya harta untuk dirampok, dan harta yang paling berharga dan bisa dirampok saat ini adalah keperawanannya ....
Raya membuka matanya, air matanya kembali keluar saat mengingat apa yang sudah terjadi. Nasib sial apa yang sedang menimpanya sekarang? Dia menyingkirkan tangan yang sedang memeluk tubuhnya dengan erat. Dia ingin bangkit, tapi tubuhnya terasa sakit semua. Tidak, sakitnya tubuh tidak seberapa, hatinyalah yang paling sakit.
Mendengar suara isakan tangis, membuat Keanu terbangun. Dia melihat ada Raya di sebelahnya, lalu mencoba mengingat. Keanu tidak mengatakan apa pun, dia hanya memakai bajunya dan ke kamar mandi. Melihat Keanu masuk kamar mandi, Raya langsung memungut pakaiannya. Dipakainya baju itu yang sudah tidak layak pakai. Baju yang seperti gembel atau pakaian orang gila karena sudah sobek-sobek.
Dengan langkah tertatih, Raya keluar dari kamar itu. Dia langsung menuju pintu depan, membukanya namun tidak terbuka juga.
“Kamu tidak akan bisa keluar dari sini tanpa ijin dariku.” Suara itu mengejutkan Raya, dia kembali gemetar.
Keanu memegang pundak Raya, yang langsung ditepis oleh gadis itu. Tidak menyerah, Keanu membalik tubuh Raya, melihat wajah Raya dengan lebih jelas, karena tadi malam dirinya mabuk. Ditatapnya mata Raya, sedangkan Raya memalingkan wajahnya. Keanu menekan beberapa tombol, dan pintu terbuka.
“Kamu boleh keluar.” Tanpa berkata apa-apa, Raya langsung keluar. Keanu melihat Raya yang jalan dengan susah. Dia mengambil ponselnya dari saku jasnya.
“Bersihkan CCTV!”
“Baik, Tuan.”
Setelah memutuskan sambungan, Keanu kembali ke kamarnya. Dilihatnya lagi kasur yang ada bercak darahnya.
Raya masuk ke apartemennya, lebih tepatnya apartemen milik temannya. Dia menangis, berteriak dan menjambak rambutnya sendiri.
Kenapa nasibnya begini?
Kenapa kesialan ini harus terjadi padanya?
Bagaimana dengan masa depannya?
Apa yang harus dia lakukan?
Apa dan kenapa, itu yang selalu dia tanyakan dan tidak mendapatkan jawabannya.
Raya menepuk dadanya yang terasa sangat sesak. Dia seperti kehabisan oksigen.
Tapi biar saja dia kehabisan oksigen, bukankan itu sangat bagus? Biar dia mati, biar dia tidak lagi merasakan kesakitan ini. Agar tidak menanggung aib dan memikirkan pria yang akan menjadi suaminya nanti. Apa ada pria baik-baik yang akan menerima kekurangannya ini? Apa nanti dia akan dipertanyakan keperawanannya? Apa sebaiknya dia jujur saat ada pria yang mau menikahinya?
Pikiran tentang masa depannya yang hancur terus melintas.
Raya berjalan ke dapur, mengambil pisau kecil dari dalam laci dan siap memutus nadinya.
Namun gerakan tangannya terhenti, dia mengurungkan niatnya.
Bukan hanya karena takut menambah dosa, tapi juga tidak ingin menyusahkan sahabatnya jika dia mati di apartemen ini. Apartemen yang hanya berjarak beberapa lantai dari bajingan yang berwajah tampan tapi berhati iblis itu.
Raya mengatur nafasnya meski terasa berat. Rasa sesak itu tentu tidak bisa hilang begitu saja. Dia bukan kehilangan uang, atau ponsel, bukan juga perhiasan. Ini lebih penting dari semua itu, yang jika hilang sudah tidak bisa dicari lagi, tidak bisa dibeli, juga tidak bisa dikembalikan. Yang bekasnya akan selalu ada seumur hidup.
Raya mencoba menghibur dirinya sendiri, memberikan sugesti bahwa semuanya akan baik-baik saja.
“Banyak yang menikah dalam keadaan tidak perawan, bahkan menikah bukan dengan pria yang mengambil keperawanan itu, tapi mereka bisa bahagia. Pasti akan ada pria yang bisa menerima kamu. Seiring berjalannya waktu, semua akan terlupakan.”
Tapi lagi-lagi tidak mudah, tetap saja ada pikiran jelek yang mengganggu.
“Tapi para perempuan itu melakukannya atas dasar suka sama suka, bukan diperkosa. Yakin dia bisa menerima kamu? Dia akan merasa jijik di malam pertama, dan memandang rendah dirimu karena tidak bisa menjaga diri dengan baik. Bagaimana kamu bisa lupa, kalau kejadian naas ini terjadi di hari ulang tahunmu!”
Raya terduduk lesu, dia masih sesenggukan, meremas tangannya yang gemetaran, dan pisau kecil itu ada di sisinya dan tidak lama kemudian tertidur.
Raya terbangun, dia melihat kalau dirinya masih ada di lantai dapur. Matanya terasa bengkak dan berat. Setelah menghela nafas berkali-kali, Raya pergi ke kamar mandi. Membersihkan dirinya, meski dia tahu tidak akan pernah bersih seperti sebelumnya.
Ada noda hitam dalam dirinya. Noda yang tidak akan pernah bersih dan tidak akan pernah bisa dihilangkan seumur hidupnya.
Dia tahu, seberapa banyak pun dia menghela nafas berat, semua tidak akan kembali seperti semula. Apa yang telah terjadi, tidak bisa diubah lagi.
Yang bisa dia lakukan saat ini, hanya pasrah. Ya, pasrah, karena jika dikatakan ikhlas, tentu saja dia tidak ikhlas, bahkan mungkin tidak akan pernah ikhlas seumur hidupnya. Satu pikiran terlintas dalam benak Raya, haruskah dia melakukan visum sebagai bukti kasus pelecehan yang dia alami saat ini? Haruskah dia melaporkannya ke polisi?