Nareshpati Sadewa Adibrata akhirnya bertemu lagi dengan.gadis yang sudah menolaknya delapan tahun yang lalu, Nathalia Riana.
Nareshpati Sadewa Adibrata
"Sekarang kamu bukan prioritasku lagi, Nathal."
Nathalia.Riana
"Baguslah. Jangan pernah lupa dengan kata katamu."
Semoga suka♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gagal?
Setelah para sepupunya pergi, Abiyan yang sebenarnya masih lelah, juga meninggalkan kamar hotelnya.
Sepanjang jalan menelusuri lorong, Abiyan ingat kalo sepanjang Adelia dan yang lainnya mengajukan permohonan yang memaksa, Nathalia hanya diam saja. Wajahnya tetap datar.
Sebenarnya kamu cemburu, ya, Nathal? Padahal kamu hanya tinggal bilang dengan Naresh aja, dengusnya dalam hati.
"Mau kemana?" Papinya muncul tiba tiba di depannya.
"Ada urusan dikit, pi."
"Urusan apa?"
"Ada kerjaan yang tertinggal di kantor," bohongnya sambil menggaruk kepalanya.
Daniel menghela nafas.
"Kamu ngga ikut kita makan malam?" Daniel menatap penuh selidik pada anaknya yang suka sok sibuk itu.
"Ikut, pi. Aku hanya sebentar aja," janjinya.
"Oke, hati hati. Kamu itu belum nikah," ucap Daniel sambil berlalu pergi.
Abiyan tertawa pelan sambil melangkah juga dengan arah yang berlawanan.
Nikah lagi, batinnya tergelak.
*
*
*
Bu Lilis memanggil....
Naresh menghela nafas. Dia menempelkan ponselnya di antara bahu dan telinganya, sementara tangannya masih terus mengetik.
"Ya, bu."
"Kamu masih kerja?"
"iya, bu."
"Jangan terlalu diforsir kerjanya. Kamu harus tetap menjaga kesehatan. Kamu juga akan menikah."
"Ya, bu, tentu."
Hening, hingga terdengar jelas suara ketikan keyboard.
"Naresh, ibu merasa umur ibu ngga panjang lagi."
Naresh menghentikan ketikannya.
Suasana ini membuat dia teringat ketika neneknya mendapat serangan jantung kedua, sebelum serangan jantung ketiga yang membuat neneknya meninggal dunia.
Flashback on
"Bu, kalo ada apa apa.dengan saya.... Titip Naresh, ya, sampai saatnya tiba."
Waktu itu Naresh bingung dengan kata kata neneknya, tentang sampai saatnya tiba. Sekarang dia sudah mengerti. Ternyata neneknya sedang berusaha menghubungi papanya. Papanya bisa dihubungi beberapa hari sebelum serangan jantung ketiga yang merenggut nyawa neneknya.
"Saya akan jaga Naresh, Tante. Jangan khawatir."
Neneknya menatap wajah cucunya kemudian memberi isyarat agar dia mendekat.
Naresh menggenggam tangan neneknya.
"Naresh, ngga apa apa ya, ikut Bu Lilis."
Naresh hanya mengangguk. Hatinya sangat bingung. Dia belum siap ditinggal neneknya, satu satu keluarganya yang masih ada.
"Kamu bisa jadi kakak Ratna anak ibu. Atau jadi suaminya." Bu Lilis tertawa pelan.
Naresh menyembunyikan kekagetannya. Matanya bersirobok dengan Ratna, anak Bu Lilis yang lebih muda tiga tahun darinya.
"Kalo mereka saling suka, saya setuju, bu."
Reflek Naresh menggeleng pelan. Tapi dia ngga sempat mengeluarkan protesnya karena neneknya sembuh. Percakapan Bu Lilis dan neneknya menguap begitu saja. Naresh bahkan sempat melupakannya hingga dia mengingat kembali karena kejadian hari ini.
Flashback end
"Naresh......"
"Naresh......"
"Eh, i iya, bu." Naresh tersadar dari lamunannya. Mungkin Bu Lilis tadi sudah memanggil namanya berulang kali.
"Kalo ibu meninggal...., ibu titip Ratna, ya."
"Saya yakin ibu akan baik baik saja."
Terdengar helaan nafas berat Bu Lilis.
"Ibu hanya hidup bersama Ratna. Berdua saja. Kalo Ibu ngga ada, Ratna akan sendirian. Dia juga belum menikah." Suara Bu Lilis terdengar sangat sedih.
"Nanti saya kasih tau oma dan opa. Mereka pasti mau menerima Ratna jadi keluarga. Ibu jangan khawatir."
"Syukurlah. Ibu tenang sekarang."
Hening.
"Oh iya, Naresh, besok ibu sudah boleh pulang dari rumah sakit."
"Oh, syukurlah, bu."
Hening.
"Baiklah. Ibu mengganggu, ya."
"Tidak, kok, bu."
"Terimakasih, ya, Naresh sudah terima Ratna kerja."
"Sama sama, bu."
Setelahnya sambungan telpon diputus Bu Lilis. Naresh menyandarkan punggungnya di sandaran kursinya . Dia menarik nafas panjang, kemudian memijat keningnya.
TOK TOK
Dia menatap pintu yang dibuka sekretarisnya.
"Tuan muda Abiyan dari grup Airlangga mau bertemu, pak."
Abiyan?
"Ok."
Sekretaris Naresh, Gemma-seorang perempuan yang lebih tua beberapa tahun darinya Naresh menutup pintu kembali
Ada apa Abiyan mau ketemu? Nathalia ngga apa apa, kan? Perasaannya jadi ngga nyaman.
Naresh langsung menekan kontak Nathalia. Menunggu hingga tersambung. Dia tersenyum saat layarnya sudah menampilkan nada dering.
Tapi senyumnya memudar ketika nada deringnya mendapat penolakan dari Nathalia.
Ada apa? Kenapa panggilannya direject? Seingatnya tadi mereka baik baik saja.
Bersamaan dengan kebingungannya, pintu ruangannya terbuka.
"Naresh, ada yang mau aku omongkan. Ini sangat serius."
Naresh langsung menegakkan punggungnya ketika Abiyan sudah berada di depannya.
*
*
*
"Jadi Nathalia marah karena itu?"
Abiyan mendengus.
"Wajarlah marah. Perlu kamu tau, bukan hanya Nathal saja yang marah, semua sepupu perempuanku juga marah sama kamu."
Naresh menghembuskan nafas pelan.
Dia hanya bermaksud membantu saja. Tidak ada niat lain.
"Sebelum kamu terima anaknya Bu Lilis kerja, kamu harusnya nanya Nathal dulu. Nathal, kan, jadi merasa ngga dianggap oleh kamu," cecar Abiyan lagi.
Benarkah Nathal merasa begitu? Naresh merasa dadanya menghangat.
"Kalo karena ini Nathal membatalkan pernikahan kalian, silakan kamu ratapi sendiri nasibmu."
Naresh kaget dan tertohok juga mendengarnya.
Masa karena masalah ini bisa membatalkan pernikahan? decaknya dalam hati ngga percaya. Perasaannya yang ngga nyaman menjadi semraut setelah mendengar yang dikatakan Abiyan.
Melihat Naresh yang hanya diam saja membuat Abiyan makin geram.
Dari dulu gini aja ngga berunah. Tetap slow respon.
"Misalnya, ya, di posisi kamu itu Nathal. Kamu ngga marah kalo Nathal mempekerjakan laki laki yang suka dengannya tanpa setau kamu?!'
DEG
Naresh mengepalkan tangannya. Dia pasti marah.
Abiyan terlalu berlebihan, Nathal ngga mungkin begitu.
"Beda kasus. Aku hanya mau membantu," ngeyel Naresh.
"Tapi harusnya kamu kasih tau Nathal." Abiyan tetap ngotot.
"Besok rencananya mau aku kasih tau."
"Sudah telat!" Ketus Abiyan.
Naresh menghela nafas pelan.
"Maksud kamu?"
"Nathalia sudah tau."
"Kok, bisa? Siapa yang kasih tau Nathal?" Rasanya baru beberapa jam yang lalu dia menerima permintaan Bu Lilis. Terlalu cepat untuk Nathal tau.
Abiyan mendengus lagi.
"Bu Lilis. Tadi mereka menjenguk beliau."
Oooh, batin Naresh jadi was was.
"Peduli memang boleh Naresh. Tapi jangan sampai mengganggu hubunganmu dengan Nathal. Soal pekerjaan, taroh aja di tempatku. Aku bakal ngasih kerjaan yang layak. Bagaimana?" tanya Abiyan memberi solusi setelah mengeluakan perkataan yang sangat panjang.
Naresh terdiam.
Kenapa dia ngga kepikiran sampai ke sana. Jadi Nathal cemburu?
Naresh menyembunyikan senyumnya agar tak terlihat Abiyan.
Tapi bagaimana mengatakannya pada Bu Lilis?
"Posisi apa anak Bu Lilis di tempatmu?" tanya Abiyan ketika melihat Naresh yang seperti sedang berpikir.
"Asisten documen control."
"Oke. Dia bisa dapat posisi.yang sama. Lebih baik kamu telpon sekarang. Katakan saja Airlangga grup yang memberikan pekerjaan buat anaknya Bu Lilis."
"Bukannya kamu bekerja di Merapi Steel?"
"Ya, ngga mungkin aku tawarkan pekerjaan di Merapi Steel, kan? Nanti aku tinggal menghubungi Nathal, pasti dia mau dan setuju."
Sepupunya itu pasti akan dengan mudah mendapat posisi yang dimaksud di salah satu perusahaan Airlangga.
Nathalia memang lebih suka bekerja di Airlangga grup.dari pada di Merapi Steel. Mungkin karena di Merapi Steel, dominan sepupu laki laki. Sedangkan Airlangga grup dominan sepupu perempuan, jadi Nathalia merasa lebih cocok bekerja di sana.
"Oke." Walaupun ragu kalo Bu Lilis akan menerima usulannya, dia menelpon gurunya itu juga. Naresh bahkan mengonkan loudspeakernya agar Abiyan juga bisa mendengar.
"Ada apa Naresh?" Terdengar suara Bu Lilis ketika sambungan telpon sudah tersambung.
"Bu, saya baru dapat pesan dari Airlangga grup. Anak ibu diterima bekerja di salah satu perusahaan mereka," jawab Naresh agak ngga enak hati.
Hening.
"Begitu, ya, Naresh. Tapi ibu sudah terlalu sungkan untuk menerima kebaikan dari Airlangga grup."
Naresh dan Abiyan saling tatap.
"Ngga perlu sungkan, bu. Itu cara Airlangga grup berterimakasih." Naresh membacakan kertas yang sudah dicoret Abiyan dan dibentangkan di depan Naresh.
Hening lagi.
"Emm... Naresh, ibu lebih tenang kalo Ratna bekerja di tempat Naresh. Naresh ngga keberatan, kan?"
Naresh ngga menjawab.
Abiyan langsung menepuk keras keningnya.
Ini, sih, sudah kentara banget kalo Bu Lilis memang ingin mendekatkan Naresh dengan Ratna anaknya.
abiyan jgn sampai jatuh cinta sm ratna