Kekurangan kasih sayang dari papanya, membuat Jessica Maverick selalu mencari perhatian dengan melakukan tindakan di luar batas, hingga dia juluki sebagai manizer atau pemain pria.
Sampai-sampai pengawal yang ditugaskan untuk menjaga Jessica kerap kali mengundurkan diri. Mereka tidak sanggup memantau pergerakkan Jessica yang liar dan binal itu.
Tindakan yang dilakukan Jessica bukan tanpa sebab, dia hanya ingin mendapatkan perhatian dari sang papa. Namun, bukannya mendapatkan perhatian, malah berujung mendapatkan pengawalan lebih ketat dari sebelumnya.
Felix namanya, siapa sangka kehadiran pria berkacamata itu membuat hidup Jessica jadi tidak bebas. Jessica pun berencana membuat Felix tidak betah.
Apakah Felix sanggup menjalankan tugasnya sebagai bodyguard Jessica? Lalu apa yang akan terjadi bila tumbuh benih-benih cinta tanpa mereka sadari?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan
Bagai petir di siang bolong, kedua mata Aiden langsung terbelalak. Begitu pula dengan Felix, tampak terkejut juga. Kendati demikian, ada rasa bahagia menerjang hatinya sekarang tatkala cintanya ternyata terbalaskan.
"Jessica pergi dari sini! Dia tidak pantas kau cintai! Papa harus memberinya pelajaran sekarang!" pekik Aiden kembali.
Jessica menggeleng cepat. Cairan bening turun semakin deras dari sudut matanya.
"Aku tidak mau pergi! Atas dasar apa Papa mengatakan Felix tidak pantas dicintai, gara-gara dia aku merasa dibutuhkan! Sebelum kita berbaikan, Felix memberikan apa yang tidak Papa berikan padaku!" jerit Jessica, membuat Aiden kembali tercengang.
Namun, hati Aiden tentu saja sekeras batu.
"Hanya karena pria ini, kau berani melawan Papamu ini hah?! Memangnya dia memberikan kau apa! Papa lah yang selama ini memenuhi segala kebutuhanmu, membelikan kau mobil, pakaian, buku dan lain-lainnya! Dia hanya pria yang baru kau kenal Jessica! Bukalah matamu!" seru Aiden tak habis pikir apa yang membuat Jessica bisa jatuh cinta pada Felix.
Sebelum menjawab, Jessica tersenyum sinis, merasa lucu karena papanya mengukur semuanya melalui materi. Di belakang, Felix hanya bisa menatap sendu punggung Jessica. Mendengar wanita yang dia cintai menangis, Felix ingin sekali memekuk Jessica. Namun, keadaan sangat tidak memungkinkan saat ini.
Ekspresi yang ditunjukkan Jessica sekarang, membuat Aiden mulai keheranan.
"Kasih sayang! Papa tidak pernah memberikan aku kasih sayang! Apa Papa lupa kalau Papa selama ini selalu menghindariku?! Dan Felix lah yang membuat aku merasakan kasih sayang untuk pertama kalinya, dia memberikanku perhatian melalui tindakannya! Dia selalu membelaku di saat Stella menganiayaku! Kita baru dekat akhir-akhir ini Papa! Apa Papa lupa?!" jerit Jessica dengan penuh emosional.
Aiden mendadak terdiam. Sontak rasa sesal kembali merayap dadanya, akibat kebodohannya Jessica haus akan kasih sayang dan tak bisa memikirkan masa depannya.
Emmet yang melihat pertikaian, hanya bisa terdiam, memandang ayah dan anak itu secara bergantian. Suasana di ruangan mendadak sendu, tangisan pilu Jessica membuat Emmet jadi ikut sedih. Dia cukup tahu bagaimana usaha Jessica untuk selalu menemui Aiden selama ini, tapi sebagai bawahan dia hanya bisa melihat.
"Tapi itu memang tugas dia Jessica, sudah seharusnya Felix membelamu, fine, Papa minta maaf akan kesalahan Papa selama ini, tapi Papa mohon hilangkan perasaanmu pada Felix, Papa ingin yang terbaik untukmu!" Aiden tak gentar, merasa tindakannya benar saat ini. Dia harus menyadarkan Jessica secepatnya.
"Cukup! Aku tidak peduli jika itu memang tugas dia! Kenyataannya dari kecil Papa tidak pernah memberikan aku kasih sayang padaku! Felix lah yang membuatku merasa bahagia hidup di dunia ini! Felix pantas dicintai dan aku mencintainya! Kenapa Papa selalu memaksaku mengikuti kehendak Papa hah! Dan kenapa pula aku harus dilahirkan dari orang tua sepertimu!? Aku membencimu!" teriak Jessica kembali tanpa sadar.
Aiden langsung membeku, napasnya mendadak tercekat. Putri satu-satunya mengatakan benci padanya barusan! Rasanya sangat sakit mendengar darah kandungnya sendiri membencinya. Tangannya yang mengepal sebelumnya perlahan mengendur sekarang.
"Nona tenanglah, jangan berkata seperti itu walau bagaimana pun Tuan Aiden adalah Papa Nona." Felix perlahan menyentuh pundak Jessica seketika. Karena ulahnya dia tak mau Jessica jadi anak pembangkang. Ungkapan benci memang tak pantas Jessica utarakan pada Aiden. Walau bagaimana pun Aiden adalah papa kandung Jessica.
Dengan napas tak beraturan, Jessica membalikkan badan lalu memeluk Felix tepat di depan Aiden. Aiden kembali tercengang.
"Felix, aku mencintaimu, jangan pernah pergi dariku, kalau kau pergi tanpa persetujuan dariku, kau akan mendengar berita kematianku besok hari," ucap Jessica, amarahnya mendadak menghilang.
Jessica menilik dalam-dalam mata Felix, dengan air mata masih membasahi wajahnya sejak tadi, mata dan hidungnya jadi terlihat merah juga sekarang.
Jessica telah jatuh, jatuh pada permainannya sendiri. Entah sejak kapan lelaki di hadapannya ini mengambil separuh jiwanya.
Saat mengetahui Felix tidak ada di sampingnya tadi pagi. Jessica amat ketakutan. Takut bila lelaki ini akan pergi darinya.
Felix terenyuh. Dia reflek memegang kedua pipi Jessica, menghapus pelan air mata Jessica menggunakan jari telunjuk.
Melihat pemandangan di depan napas Aiden semakin memburu. Karena tak mau melihat pemandangan ini, dengan cepat Aiden memalingkan muka ke samping.
"Aku juga mencintai Nona, tenanglah aku tidak akan pergi tanpa persetujuan dari Nona," ucap Felix melabuhkan kecupan di kening Jessica sejenak.
Jessica tersenyum tipis. "Janji?"
"Janji, sekarang Nona keluarlah sebentar, Papa Nona mau berbicara dulu denganku," ujar Felix, melirik Aiden sekilas.
Di mana Aiden menatapnya dengan sorot mata yang sulit diartikan sekarang.
Jessica mengangguk samar lalu menoleh ke depan. "Jangan pecat Felix, Pa, aku mohon, jika Papa memecat dia aku akan bunuh diri," kata Jessica sebelum keluar dari ruangan.
Aiden enggan menjawab, hanya memandang Jessica sekilas. Lalu berjalan pelan menuju kursi kebesaran.
Melihat respons Aiden, Jessica mendadak kesal. "Aku tidak mengertak Pa, aku akan benar-benar pergi dari hidup Papa, seperti Mama yang pergi dari Papa untuk selama-lamanya!"
Tanpa menoleh ke belakang, Aiden membelalakan mata sekali lagi, sambil menghentikan langkah kaki.
"Ck, aku pergi!" Setelah berkata demikian Jessica melenggang keluar.
Selepas kepergian Jessica, hanya keheningan yang tercipta di ruangan. Aiden dan Felix sama-sama terdiam dengan pikirannya masing-masing. Felix menundukkan kepala, sementara Aiden duduk di kursi kebesaran sambil menatap Felix.
Selama lima menit ruangan dalam keadaan sunyi, sampai pada akhirnya Aiden memutar badan ke belakang.
"Aku akan memberikan kau satu kali kesempatan lagi, tapi sekarang kau cukup memantau Jessica dari kejauhan, dan tinggmallah di apartment khusus yang akan kupersiapkan nanti," kata Aiden, setelah mendengar perkataan Jessica tadi, dia tak mau salah dalam mengambil langkah.
Jessica itu keras kepala dan akan melakukan segala macam cara untuk mendapatkan keinginannya. Aiden tak mau bila Jessica melakukan hal nekat.
Felix perlahan menatap ke depan. Apa dia tidak salah mendengar Aiden masih memperbolehkannya menjadi pengawal Jessica.
"Jika kau melanggar perintahku lagi, Nenekmu akan merasakan dampak dari perbuatanmu," sambung Aiden, menyeringai sangat tipis.
Felix mendadak mengepalkan tangan. Kini dia paham mengapa Felix dijuluki sang tangan dingin di dunia bisnis, ternyata lelaki di hadapannya ini sangatlah licik.
"Baik Tuan." Felix terpaksa menuruti.
***
Pasca hubungan Jessica dan Felix diketahui Aiden. Sudah dua minggu Jessica jarang melihat batang hidung Felix. Sekarang lelaki itu diperintahkan Aiden memantau dari kejauhan, seolah-olah hanya matanya saja yang terus melihat gerak-gerik Jessica.
Jessica jadi sangat rindu, ingin sekali memeluk Felix saat ini, walau hanya sebentar tapi sejak kejadian itu Felix juga terkesan menghindarinya. Felix jarang sekali mengiriminya pesan sekarang.
"Felix, aku tahu kau ada di sekitar sini, keluarlah sebentar, ayo duduk denganku di sini, aku ingin melihat wajahmu please!"
Di area kolam renang, sambil celingak-celinguk ke segala arah Jessica mencari keberadaan Felix dengan muka cemberut.
Berjarak beberapa meter, di balik pepohonan kecil, melalui teropong Felix memperhatikan Jessica sejak tadi.
"Jangan cemberut Nona, bibirmu membuatku gemas," ucap Felix sambil mengulum senyum.
Felix seketika berkedip-kedip kala melihat Stella dan Mia mendekati Jessica saat ini.
"Wow lihat jalang ini, kasihan sekali, tidak bisa berduaan lagi dengan pengawalnya! Haha, cari lagi saja pria untuk memuaskan hasratmu!" seru Stella, memandang sinis Jessica.
"Benar kata Mama, karena Felix tidak ada lagi di dekat Kakak, bawa saja pria ke mansion kak." Mia ikut menimpali.
Jessica berdecak, memandang balik Mia dan Stella dengan sangat sinis. Dia yang semula duduk di kursi, tiba-tiba bangkit berdiri.
"Apa kalian tidak ada kerjaan lain, selain mengangguku? Urus saja urusan kalian! Katakan saja kalian kan yang mau membawa pria ke mansion ini! Jalang kok teriak jalang," ucap Jessica dengan menatap tajam.
Stella dan Mia tersulut emosi.
"Eh, jangan sembrangan kau bicara ya! Dasar anak jalang!" Secepat kilat Stella menjambak rambut Jessica. Diikuti Mia setelahnya.
"Kau lah yang jalang!" Dengan sekuat tenaga Jessica memutar balik keadaan. Menggunakan dua tangannya dia menjambak rambut Stella dan Mia.
"Argh, lepaskan rambutku!" pekik Stella dan Mia bersamaan. Sebab rambut keduanya seperti akan lepas dari kepala.
"Haha, dasar lemah! Bisa-bisanya hanya menindas, rasakan ini!" seru Jessica lalu menyeret paksa Stella dan Mia menuju kolam renang. Jessica hendak mendorong kedua wanita itu ke sana.
Namun, sebelum itu terjadi, kedatangan Aiden membuat Jessica reflek menghentikan langkah kaki.
"Jessica, ada apa?" tanya Aiden tampak keheranan, dengan cepat mendekat.
Stella dan Mia langsung memasang wajah tersakiti. Keduanya menangis tersedu-sedu sekarang.
"Aiden, lihatlah Jessica, dia marah sama kami, gara-gara kami menasehatinya untuk jangan kawin lari dengan Felix," ucap Stella dengan berderai air mata.