Aisyah yang mendampingi Ammar dari nol dan membantu ekonominya, malah wanita lain yang dia nikahi.
Aisyah yang enam tahun membantu Ammar sampai berpangkat dicampakkan saat calon mertuanya menginginkan menantu yang bergelar. Kecewa, karena Ammar tak membelanya justru menerima perjodohan itu, Aisyah memutuskan pergi ke kota lain.
Aisyah akhirnya diterima bekerja pada suatu perusahaan. Sebulan bekerja, dia baru tahu ternyata hamil anaknya Ammar.
CEO tempatnya bekerja menjadi simpatik dan penuh perhatian karena kasihan melihat dia hamil tanpa ada keluarga. Mereka menjadi dekat.
Saat usia sang anak berusia dua tahun, tanpa sengaja Aisyah kembali bertemu dengan Ammar. Pria itu terkejut melihat wajah anaknya Aisyah yang begitu mirip dengannya.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Ammar akan mencari tahu siapa ayah dari anak Aisyah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Makan Siang Di Rumah Alby
Alby dan Aisyah telah sampai di sebuah rumah setelah menempuh perjalanan selama satu jam. Pria itu mengajak gadis itu keluar dari mobil. Aisyah tak bisa menutupi rasa kagumnya. Dia memandangi rumah itu tanpa kedip.
Rumah itu berdiri megah di atas tanah yang luas, dengan arsitektur yang elegan dan desain yang modern. Meskipun ukurannya besar, rumah itu tidak menyolok atau mencolok, melainkan terlihat nyaman dan harmonis dengan lingkungan sekitar.
Dindingnya yang berwarna putih dan atapnya yang berwarna abu-abu memberikan kesan yang netral dan elegan. Jendela-jendela besar yang membentang dari lantai hingga langit-langit memungkinkan cahaya alami masuk ke dalam rumah, membuatnya terlihat cerah dan lapang.
Taman yang luas di depan rumah menambahkan sentuhan alami dan membuat rumah terlihat lebih menyatu dengan lingkungan sekitar. Pohon-pohon yang rindang dan bunga-bunga yang berwarna-warni menambahkan kesan yang indah dan nyaman.
"Ayo masuk, mama pasti sudah menunggu," ajak Alby, membuat lamunannya buyar. Aisyah tersenyum menanggapi. Dia berjalan di belakang Alby. Bibi membukakan pintu setelah pria itu menekan bel.
Di dalam rumah, ruangannya luas dan terang, dengan perabotan yang elegan dan modern. Lantainya yang mengkilap dan dinding yang berwarna putih memberikan kesan yang bersih dan nyaman. Perabotan yang dipilih dengan hati-hati membuat rumah terlihat seperti tempat yang sempurna untuk beristirahat dan menikmati waktu bersama keluarga.
Rumah itu tidak hanya besar, tapi juga terasa seperti rumah yang sebenarnya, tempat di mana orang bisa merasa nyaman dan bahagia. Meskipun ukurannya besar, rumah itu tidak terlihat mencolok atau menyolok, melainkan terlihat seperti bagian yang alami dari lingkungan sekitar.
"Alby, kamu sudah datang?" tanya seorang wanita yang muncul dari dapur.
Aisyah tersenyum pada wanita itu. Dia yakin itu ibunya Alby. Gadis itu lalu mengulurkan tangannya, dan disambut mama Alby. Mereka lalu bersalaman. Tak lupa Aisyah mencium tangan wanita itu.
"Ini pasti Aisyah," ucap Mama Alby.
"Iya, Bu," jawab Aisyah singkat.
"Mari kita duduk dulu," ajak Mama Alby.
Mama Alby mengajak Aisyah untuk duduk di sofa ruang keluarga. Mereka bertiga duduk di kursi yang sama.
"Kamu sangat cantik. Pantas Alby bersemangat banget kalau cerita tentang kamu," ucap Mama Alby.
Alby memandangi mamanya dengan tatapan heran. Sejak kapan sang ibu pintar berbohong. Padahal dia baru bercerita tentang Aisyah tadi malam, dan itu juga mengatakan jika gadis itu sedang hamil.
Aisyah yang mendengar ucapan mamanya Alby hanya tersenyum. Dia lalu memandang ke arah pria itu. Mungkin meminta penjelasan. Namun, atasannya itu hanya membalas dengan senyuman.
Aisyah tersenyum dan memandang Mama Alby dengan tatapan yang hangat. "Terima kasih, Bu," kata Aisyah dengan suara yang lembut.
Mama Alby memandangi Aisyah dengan penuh perhatian. "Kamu selain cantik, juga sopan dan ramah. Alby pasti senang jika kamu selalu berada di sampingnya," ucap Mama Alby lagi.
Alby masih memandang mamanya dengan tatapan heran, tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Dia tidak tahu bagaimana mamanya tahu tentang Aisyah, apalagi sampai mengomentari tentang kecantikannya.
Setelah cukup lama berbincang, akhirnya Mama Alby mengajak mereka untuk makan siang. Mereka bertiga berjalan menuju dapur, dengan Mama Alby memimpin jalan. Di dapur, aroma makanan yang lezat sudah memenuhi udara, membuat perut Aisyah dan Alby bergemuruh.
Mama Alby tersenyum dan mempersilakan mereka untuk duduk di meja makan. "Silakan duduk, Nak. Makan siang hari ini mama masak makanan favorit kamu, yaitu gado-gado dan sate ayam," ucap Mama Alby dengan suara yang hangat.
Aisyah dan Alby duduk di meja makan, sambil menunggu Mama Alby menyajikan makanan. Aisyah memandang Alby dengan tatapan yang hangat, merasa bahagia karena dia seperti memiliki keluarga lagi. Rasa rindunya pada sang ibu sedikit terobati.
Alby membalas memandang Aisyah dengan senyuman, lalu memandang mamanya yang sedang menyajikan makanan. "Terima kasih, Ma. Bau makanannya enak sekali," ujar Alby dengan suara yang hangat.
Mama Alby tersenyum dan meletakkan makanan di depan mereka. "Silakan, anak-anak. Makanlah dengan lahap," ucap Mama Alby dengan suara yang hangat.
Mama Alby yang bernama Nur, duduk setelah semua makanan terhidang di meja. Mereka makan dengan lahap karena memang masakan mama Alby sangat lezat.
"Makan yang banyak, Aisyah. Ada nyawa lain yang bergantung denganmu," ujar Mama Nur.
Aisyah yang terkejut, menghentikan suapannya. Dia kembali teringat dengan kehamilannya saat ini. Dalam hati gadis itu bertanya-tanya, kenapa mama Nur bisa tahu tentang kehamilannya. Sesaat berpikir barulah dia sadar, pasti semua ulah bosnya. Dia pasti yang mengatakan tentang kehamilannya.
Mama Nur yang tersadar dengan ucapannya jadi terdiam. Merasa tak enak hati dengan gadis itu.
"Maaf, Nak. Mama tak bermaksud menyinggung kamu. Mama ...." Mama Nur tak melanjutkan ucapannya. Dia teringat kembali dengan putrinya Syifa.
"Tak apa, Bu."
"Jangan panggil Ibu, panggil mama saja. Melihat kamu, Mama jadi kembali ingat dengan adiknya Alby," ucap Mama Nur. Air matanya jatuh membasahi pipi. Dia tak bisa lagi menahan, tak bisa berpura-pura tak mengetahui tentang Aisyah yang hamil di luar nikah.
"Sekarang adiknya Pak Alby dimana?" tanya Aisyah.
"Dia telah meninggal," jawab Alby. Pria itu menghentikan makannya. Matanya tampak memerah menahan air mata.
"Maaf, Bu. Maaf, Pak Alby. Aku tak bermaksud membuat Ibu dan Bapak Alby bersedih," ujar Aisyah merasa sangat bersalah.
"Tak apa, Nak. Sudah mama katakan tadi, kamu panggil mama saja." Kembali Mama Nur meminta Aisyah memanggilnya Mama.
"Baik, Ma," ucap Aisyah dengan sedikit canggung.
Mama Nur meraih tangan Aisyah yang berada di atas meja. Lalu menggenggamnya.
"Nak Aisyah, Mama mohon padamu, tolong jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup apa pun masalah yang sedang kamu hadapi. Percayalah jika semua itu pasti ada jalan keluarnya."
Aisyah hanya menjawab dengan menganggukkan kepalanya. Dia membalas dengan senyuman.
"Jika kamu merasa tak bisa menanggung semua itu, cobalah berbagi. Jangan sungkan meminta bantuan dengan Mama atau Alby."
Aisyah hanya bisa menjawab dengan anggukan kepala. Terharu dengan sambutan Mama Nur. Walau mereka baru bertemu, tapi dia bisa merasakan kalau Mama Nur memang orang baik.
seperti cintanya alby yg nyantol di hati wanita yg sudah hamil anak orang lain.../Smile//Smile/
next...
alby rela melakukan ini...
ngelamar nih ceritanya si alby?
Jadi ikuti sajah Aisyah
Udah aisyah'kalau alby tulus ingin menikahimu jalani aja'meskipun blm ada cinta'setidaknya ada yg menjagamu dan bertanggung jawab.