Erina (29th) dipaksa Ayahnya bercerai dari suaminya. Erina dipaksa menikah lagi untuk menebus kesalahan Ayahnya yang terbukti telah menggelapkan uang perusahaan.
Agar terbebas dari hukuman penjara, Erina dipaksa menikah dengan Berry, seorang CEO dari perusahaan ternama tempat Ayahnya bekerja.
"Tolong Nak. Ayah tidak ada pilihan lain. Bercerai lah dengan Arsyad. Ini jalan satu-satunya agar ayahmu ini tidak masuk penjara," Wangsa sangat berharap, Erina menerima keputusannya,
"Tinggalkan suamimu dan menikahlah denganku! Aku akan memberimu keturunan dan kebahagiaan yang tidak kau peroleh dari suamimu." pinta Berry tanpa peduli dengan perasaan Erina saat itu.
Bagaimana Erina menghadapi polemik ini? Bagaimana pula reaksi suami Erina ketika dipaksa bercerai oleh mertuanya sebagai syarat agar Erina bisa menikah lagi?
Yuk baca kisah selengkapnya, seru dan menegangkan! Happy reading!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4 Kesepakatan dengan Berry
Sehari sebelumnya, mereka sudah melakukan pertemuan yang serius. Membicarakan rencana perjodohannya dengan Erina.
"Tenang saja Tuan, anakku adalah seorang guru BK yang mampu mengatasi permasalahan yang terjadi pada anak-anak di sekolahnya. Jadi saya yakin Erina itu bisa mengatasi masalah apapun dalam hidup ini. Dia pasti mampu menjadi ibu yang baik buat anak Tuan." ujarnya yakin.
"Dia guru BK?" Berry mengernyitkan keningnya.
Berry menatap tajam salah seorang pegawai yang berniat menjodohkan dirinya dengan putrinya sebagai syarat membebaskan dirinya dari sebuah kesalahan fatal yang sudah diperbuat di tempat ia bekerja.
"Iya Tuan." jawab lelaki tua yang bernama Wangsa Gumilar.
"Di mana?" tanyanya penasaran.
"Di sekolah elit. Tapi saya lupa nama sekolahnya,"
Berry terpekur, ia berpikir mungkinkah Erina mengajar di sekolah milik almarhum istrinya? Ini suatu kebetulan sekali jika memang demikian. Berarti Erina bisa menjaga anaknya baik di rumah maupun di sekolah setiap harinya. Ia langsung mengambil ponselnya dari saku celana, menghubungi seseorang di seberang sana.
"Pak Umar, di sekolah kita ada guru yang bernama Erina?"
"Ada Tuan. Dia baru mengajar 2 bulan. Dia guru BK. Kenapa Tuan?" kata kepala sekolah yang bernama Umar, di seberang sana.
"Tidak apa-apa. Saya hanya ingin memastikan saja. Terima kasih ya!"
"Iya sama - sama Tuan."
Berry menutup ponselnya. Wajahnya berbinar. Ada secercah harapan untuk menyelamatkan putranya dari gelapnya dunia.
Setelah mendengar penuturan kedua pegawainya, dia yakin calon istri yang ditawarkan Wangsa sangatlah tepat. Seorang guru BK yang akan mampu membawa putranya kembali ke jalan yang benar. Bibirnya tertarik ke atas.
"Jadi Erina mengajar di tempat anakku bersekolah. Saya minta pak Wangsa tidak memberitahukan hal ini dulu pada Erina. Saya ingin tahu bagaimana dia bisa bekerja dengan baik di sekolah tersebut," jelas Berry.
"Baik Tuan. Tuan atur saja bagaimana baiknya."
"Baiklah aku akan ta'aruf dengannya. Pastikan dia mau!" ujarnya tidak mau berlama-lama mengingat kondisi anaknya yang semakin hari semakin memprihatinkan.
Wangsa terlihat begitu lega. Namun masih ada yang mengganjal di dalam hatinya. Dia tidak mau ada hal yang disembunyikan.
"Tapi Tuan, masalahnya..." Wangsa menggantungkan kalimatnya, ia merasa bimbang.
"Apa lagi?"
"Anu Tuan, dia...." Wangsa merasa cemas, khawatir Berry marah dengan fakta yang akan ia sampaikan.
"Kenapa dia?"
"Dia....Erina sudah bersuami..." Wangsa memejamkan matanya, takut dengan reaksi Berry saat ini.
Hah!
Berry jelas kaget dengan fakta yang diucapkan Wangsa. Dia kemudian tertawa, dia menganggap Wangsa sudah berhasil meledeknya.
"Kau ini mengada-ada. Masa wanita yang sudah bersuami kau jodohkan denganku. Yang benar saja. Apalagi kalau dia sampai punya anak...tidak...tidak. Aku tidak mau menjadi orang ketiga. Kasihan anaknya," tolak Berry tidak ingin merusak rumah tangga orang.
Wangsa merasa lega. Reaksi Berry biasa saja tidak ada kemarahan, hanya ada penolakan. Namun Wangsa tidak patah semangat, ia terus membujuk Berry agar mau menikah dengan Erina setelah bercerai nanti.
"Haduh Tuan, Tuan tenang saja. Suami Erina itu hanya pengangguran. Dia hanya benalu dalam rumah tangga anakku. Sampai sekarang pun mereka belum punya anak. tidak bisa memberikannya keturunan alias mandul. Bahkan anaknya yang sekarang dia ambil dari tempat sampah," jelas Wangsa membuka kekurangan menantunya di hadapan atasannya itu.
"Maksud kamu?" tanya Berry ingin memastikan kebenaran ucapan yang ia dengar.
"Mereka punya anak tapi anak hasil mungut dari tempat sampah, Tuan. Miris bukan?"
Berry memicingkan matanya. Dia tidak mengerti jalan pikiran salah satu pegawainya itu.
"Maksud kamu apa? Mau hasil mungut atau cara apa pun untuk mendapatkan anak, itu urusan mereka, apa ada yang salah?" jelas Berry menggelengkan kepalanya masih tidak percaya dengan ucapan Wangsa yang sudah berniat ingin memisahkan Erina dengan suaminya.
"Tentu saja salah Tuan. Bagi keluarga kami, keturunan adalah nomor satu. Bagaimana dia meneruskan perjuangan orang tua dan mewarisi harta orang tuanya kalau sampai tidak ada keturunan?"
Berry tertawa, "Kamu kok lucu. Bagaimana orang tuanya akan memberi warisan pada anaknya kalau ayahnya saja pengangguran..."
"Nah itu dia Tuan!" potong lelaki tua itu sambil menjentikkan dua jarinya.
"Jadi begini Tuan. Biar aku urus rencana ta'aruf Tuan dengan anakku. Aku akan menyuruhnya bercerai saja. Karena suaminya hanya jadi beban keluarga kami. Suaminya seorang pengangguran, hidup mereka sangat kekurangan. Sudah tidak memberikan keturunan, miskin pula. Jadi atas dasar itulah aku bisa membujuk anakku bercerai dan menikah dengan Anda!" jelasnya dengan senyuman yang penuh arti.
Lelaki tua itu berharap, atasannya mau menerima tawarannya. Kalau tidak, gagal semua rencana yang sudah ia susun dengan baik bersama istri barunya. Lebih baik menyingkirkan kaleng kosong dari pada membuang kaleng yang berisi penuh dengan pundi kekayaan. lagi pula kalau hal ini sampai tidak terlaksana, ancaman penjara akan ia dapatkan karena dirinya telah menggelapkan uang kantor sebanyak 500 juta hanya untuk memenuhi keinginan istri barunya.
Berry menatap tajam lelaki tua yang begitu sumringah menjodohkan dirinya dengan putrinya.
"Baik. Aku ingin tahu rupa putri yang akan kau berikan padaku. Kalau memang putrimu mampu mengendalikan putraku aku anggap utangmu lunas. Tapi...kamu tidak bisa lagi bekerja di kantor ini. Kamu aku pecat sekarang juga sebagai konsekuensi sudah merugikan perusahaan. Karena aku tidak mau memelihara tikus berdasi di kantorku sendiri. Siapa pun yang ketahuan, dia harus hengkang dari kantor ini, paham!"
"Paham Tuan. Yang penting Tuan tidak memenjarakan saya. Terima kasih Tuan....terima kasih!" lelaki tua itu membungkukkan badannya berkali-kali.
Wajahnya sumringah. Tidak mengapa baginya dipecat dari pekerjaannya, toh pada akhirnya dia menjadi calon mertua dari CEO perusahaan ternama di kotanya. Bisa ikutan jadi sultan.
Dengan penuh semangat ia segera menyusun rencana agar keinginannya bisa terwujud dan ia bebas dari tuntutan atasannya karena sudah melakukan korupsi.
_______________
Wangsa pulang kerja lebih cepat, karena saat itu juga ia dipecat dari perusahaan. Dia harus banting stir untuk mendapatkan pekerjaan lain agar hidup bersama istrinya bisa terus berlanjut. Dia sangat mencintai istri keduanya yang ia nikahi tiga tahun yang lalu setelah istri pertamanya meninggal.
"Assalamualaikum...."
Wangsa langsung masuk rumah saat tahu pintunya tidak dikunci.
"Pak tumben, kok masih siang sudah pulang?" tanya istrinya, Surmi (50 th) sambil merapikan rambut yang sebenarnya sudah rapi. Seraya sudah siap pergi dengan penampilannya yang cantik mempesona.
"Ibu mau ke mana?" tanya Wangsa, tidak menjawab pertanyaan istrinya karena melihat istrinya yang sudah rapi hendak pergi ke luar.
"Ibu mau arisan dulu dengan ibu-ibu sosialita. Oiya Pak, nanti tolong belikan tas dan sepatu baru keluaran terbaru ya! Teman-temanku sudah pada punya. Aku malu kalau selalu ketinggalan up date. Oiya kalau Bapak lapar, bikin mie instan saja ya! Aku tadi tidak sempat masak. Maklumlah akhir-akhir ini aku sibuk banget, banyak yang diurus setelah terpilih jadi ketua arisan," ujarnya tanpa beban.
Wangsa terlihat tegang mendengar keinginan istrinya yang semakin hari semakin menjadi dengan gaya hidup yang glamor. Tentu saja hal ini membuat Wangsa mulai tertekan. Wangsa memijat pelipisnya yang mulai berdenyut.
nahh lohh Bu Emmi ... bersiap lahh
Tenang Bu gurumu ngk kan biarkan mu pergii
gimana dia bisa di atur kalau papanya aja ngk ngertii
Byk yg gk suka ma razan apalg guru” pdhl mereka bs aja dipecat dan dikluarkan sm papa razan