NovelToon NovelToon
The Absurd Girl And The Cold Flat Boy

The Absurd Girl And The Cold Flat Boy

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos
Popularitas:341
Nilai: 5
Nama Author: Irma pratama

Gimana jadinya gadis bebas masuk ke pesantren?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sisi Lain Arabella

...BAB 18...

...SISI LAIN ARABELLA...

Keesokan paginya, ketika para Ustad dan Ustadzah sedang rapat kecil di ruang pengasuh, terdengar suara gaduh dari arah asrama putra.

“Allahu Akbar! Air apa ini?!”

“Woi! Kasur gue bau minyak kayu putih!”

“Siapa yang naruh cabe di dalem sepatu gue, woy?!!!”

Ustad Hamzah langsung berdiri. “Hah... lagi-lagi ada yang usil!”

Ustadzah Rina datang dengan wajah panik. “Beberapa santri putra kena jebakan! Semua mengaku tidak tau, tapi ada saksi yang lihat seseorang bercadar hitam dengan sandal pink lari dari arah asrama!”

Ustad Jiyad memijat pelipisnya. “Hmm... Cadar hitam, sandal pink... itu mah jelas Arabella.”

Ustadzah Rina menepuk jidat. “Ya Allah, ini anak... bukannya kapok malah balas dendam.”

Ustad Izzan hanya diam, tapi sudut bibirnya menahan senyum yang nyaris saja lolos. Sedikit bangga, sedikit khawatir. Kiyai Hasyim yang baru datang ikut duduk dan berseru.

“Sudah, sudah. Nanti panggil saja Arabella, Devan, Balwa dan Balwi. Suruh mereka bersihkan halaman pondok sama-sama. Kalau bisa sambil saling siram air zamzam biar adem.”

Semua tertawa pelan, kecuali Ustadzah Rina yang masih uring-uringan sambil mencatat nama-nama untuk hukuman bersih-bersih.

“Arabella... santri satu itu ... memang absurd dan barbar. Tapi sayangnya... bikin pondok ini hidup,” gumam Ustad Jiyad.

Ustad Izzan hanya menatap keluar jendela. Dan entah kenapa... dia setuju. Pagi pun beranjak siang. Matahari baru naik melebihi tinggi tombak ketika keempat santri siapa lagi kalau bukan Arabella, Devan, Balwa dan Balwi sudah berdiri di halaman utama dengan alat kebersihan di tangan.

Arabella datang dengan wajah cemberut, mengenakan topi lebar dan kacamata hitam ala detektif, membuat semua orang melirik aneh.

“Lo pikir ini pembersihan atau penyamaran?” sindir Balwa.

“Daripada kalian nyengir doang nggak tau malu, mending nyapu,” balas Arabella ketus.

Devan menahan tawa, sementara Balwi sudah mulai menyiram daun-daun kering. Tak lama kemudian, Ustad Izzan muncul dari aula dan memperhatikan mereka dari kejauhan. Tak ingin terlihat, dia berdiri di balik tiang masjid sambil membaca buku. Arabella yang menyadari keberadaannya, langsung pura-pura serius menyapu. Namun Devan yang melihat perubahan ekspresi Arabella langsung nyeletuk.

“Heh.. heh.. heh... jangan bilang Bella jadi rajin gegara ada yang nonton?!”

“Woy! Mau gue lempar ni sapu ke muka lo?”

Suasana pun menjadi ramai. Meski awalnya hukuman, halaman pondok pagi itu penuh tawa dan penuh cengkrama. Bahkan Ustad Jiyad yang lewat sambil membawa termos teh hanya bisa geleng-geleng.

“Ini sih bukan hukuman, malah kayak acara variety show.”

Sementara itu, dari balik jendela aula, beberapa santri putri sedang mengintip dengan mata berbinar.

“Ih, seru banget sih mereka! Aku jadi pengen ikutan dihukum juga,” celetuk Nia.

“Bella keren banget ya. Dihukum pun masih dominan,” timpal Rani.

“Aku malah jadi baper kalau liat Bella sama Ustad Izzan. Cocok banget gak sih?”.

“Bener! Mereka tuh kayak anime couple versi santri. Yang satu absurd barbar, yang satu dingin serius. Wah, bener-bener kayak kisah novel sih ini.”

Di sisi lain, para santri putra juga tidak kalah heboh.

“Devan tuh bener-bener nggak bisa diem, ya. Tapi salut juga sih si Bella nggak kapok sama dia.” Kata Irfan sambil menyapu.

“Gue jadi curiga, jangan-jangan Devan tuh iseng gara-gara suka...”

“Wah! Bisa jadi tuh! Tapi tetep, paling keren tuh si Bella. Satu pondok bisa gempar karena dia doang.”

Hari itu, walau diawali dengan hukuman, justru jadi momen yang mempererat hubungan antar santri. Banyak yang diam-diam mulai mengidolakan Arabella karena keberaniannya, kekonyolannya dan sisi manisnya yang mulai terlihat. Bahkan beberapa santri menulis di buku harian mereka.

“Kalau aku bisa punya teman seperti Arabella, rasanya hidup di pondok ini bakal selalu berwarna.”

*****

Sore harinya, suasana pondok pesantren kembali semarak. Hari itu adalah sore yang dinantikan setiap bulan yaitu pengajian rutin bulanan yang selalu mengundang para Ustad dan santri dari pondok pesantren lain. Acara tersebut menjadi momen istimewa untuk menjalin silaturahmi dan memperkuat Ukhuwah Islamiyah antar pesantren.

Lapangan utama yang biasanya menjadi tempat olahraga dan latihan beladiri, kini disulap menjadi area megah dengan panggung kecil untuk para tamu kehormatan dan pengisi acara. Tenda-tenda putih berdiri rapih, dihiasi lampu gantung dan kaligrafi ayat-ayat Al-Quran.

Para santri putra dan putri dari Pesantren milik Kiyai Hasyim tampak sangat sibuk membersiapkan penampilan mereka. Sore itu, mereka berlatih kosidahan dengan penuh semangat. Deretan rebana ditabuh dengan irama yang kompak, sementara suara merdu para santri menyatu dalam lantunan sholawat yang menggema ke seluruh penjuru pondok.

Arabella yang baru saja bangun dari tidur panjang pasca latihan beladiri, ikut menyaksikan latihan kosidahan itu dari kejauhan. Dia duduk di tepi lapangan dengan segelas teh manis di tangannya, menikmati suasana damai dan penuh keberkahan. Beberapa santri yang menyadari kehadirannya langsung melambaikan tangan, dan Arabella membalasnya dengan senyum cerah.

“Hah... bagus banget suaranya,” gumam Arabella sambil mengangguk-angguk, matanya berbinar. Meski dia tidak ikut dalam tim kosidahan, tapi semangat mereka menular.

Menjelang magrib, para santri mulai bersiap mengenakan pakaian terbaik mereka. Para Ustad dan Ustadzah dari pesantren tamu pun mulai berdatangan. Malam itu akan menjadi malam yang penuh ilmu, cahaya dan berkah.

Dan Arabella, meski kadang jahil dan absurd, malam itu tampak lebih tenang. Mungkin karena hatinya tengah bersiap untuk menerima hikmah dari tausiah yang akan disampaikan nanti.

Namun, tak disangka sebuah kejadian tak terduga terjadi beberapa menit sebelum penampilan kosidahan dimulai. Vocalis utama tiba-tiba batuk parah, suaranya serak dan tidak bisa digunakan. Belum sempat dicari solusi, satu lagi dari tim kosidahan vocalis pendamping mengeluh demam dan terlihat pucat.

Panik mulai menyebar di antara para santri. Ustadzah Rahmah yang bertanggung jawab atas penampilan itu tampak berpikir keras. Tanpa banyak pertimbangan, dia menunjuk seseorang dari kerumunan.

“Arabella! Ya.. Kamu.. gantiin!”

Semua mata langsung melirik ke arah Arabella. Beberapa santri terkejut, bahkan ada yang mengernyitkan dahi.

“Bella? Serius?”

Arabella sendiri sempat bengong. “Saya? Ustadzah yakin?”

“Cepat ke atas pangung sebelum acara dimulai!” perintah Ustadzah Rahma yang diam-diam berharap Arabella akan tampil buruk dan mempermalukan dirinya sendiri.

Namun saat rebana mulai ditabuh dan Arabella mengambil nafas pertama, keajaiban terjadi. Suaranya melantun lembut namun kuat, penuh penghayatan dan keindahan. Lantunan sholawat dari bibir Arabella seolah membawa ketenangan bagi seluruh pendengar.

Semua orang tercengang. Para tamu dari pondok lain mulai saling melirik dan mengangguk penuh kekaguman. Seluruh penghuni pondok menatap Arabella tanpa berkedip. Bahkan para Ustad yang duduk di kursi depan tampak tersenyum puas.

Ustadzah Rahma yang awalnya ingin mempermalukan Arabella hanya bisa terdiam dengan wajah kaku. Dalam hatinya ada rasa kesal yang tidak bisa disembunyikan, karena lagi-lagi Arabella dengan caranya sendiri berhasil mendapatkan pujian dan perhatian yang tak diduga.

Reaksi dari para santri putra pun tak kalah heboh. Devan sampai mendongak dengan mulut terbuka.

“Ya Allah, itu Bella? Kok bisa?”

Balwa menggeleng pelan, “Kupikir dia Cuma bisa ngelawak dan nyetrum kita pake sabuk... ternyata bisa nyentuh hati juga.”

Balwi bahkan refleks berdiri dan hampir mau tepuk tangan sebelum ditarik duduk kembali oleh temannya. Dari barisan para Ustad, beberapa dari pesantren tamu mulai berbisik-bisik.

“Siapa santriwati yang tadi nyanyi itu? Indah sekali suaranya. Akhlaknya pasti juga bagus.”

“Mungkin... sudah waktunya kita cari tahu siapa walinya,” seloroh Ustad muda dari pesantren luar sambil tersenyum penuh arti.

Sementara itu, dari sudut tempat duduk khusus para pengasuh, Ustad Izzan dan Ustad Azzam hanya terdiam. Wajah keduanya terlihat datar tapi mata mereka menyorotkan perasaan yang dalam.

Ustad Azzam menunduk, mencoba menahan riak cemburu yang mulai mengganggu hati. Dia tau, semakin banyak yang mengenal Arabella, semakin besar kemungkinan dirinya kehilangan peluang.

Ustad Izzan pun tak jauh berbeda. Dia diam, tangannya menggengam tasbih namun tak bergerak. Di hatinya, ada sesuatu yang bergejolak. Cemburu, waspada dan... mungkin, rasa yang tak sempat diucapkan.

Dan Arabella. Selesai melantunkan bait terakhir, hanya tersenyum kecil sambil menunduk. Dia tak pernah menyangka, keisengan takdir kali ini justru membuka sisi dirinya yang selama ini tersembunyi. Dan tanpa sadar, memicu benih-benih baru di hati mereka yang mendengarnya.

*****

Kajian pun dimulai, para santri dan Ustad dari berbagai pondok pesantren duduk dengan khidmat mendengarkan tausiah dari Ustad pemimpin kajian yang datang sebagai tamu kehormatan. Suasana lapangan begitu tenang, hanya suara sang Ustad yang terdengar jelas mengisi ruang-ruang hati yang hadir malam itu.

Arabella duduk di antara sahabat-sahabatnya, matanya mulai berat menahan kantuk karena aktivitas seharian yang begitu padat. Namun, namanya juga Arabella, meskipun kantuk menyerang, dia tetap berusaha menyimak. Sampai pada satu momen, sang Ustad berkata...

“Ana ingin bertanya pada Ukhty yang tadi bersholawat, bolehkah?”

Arabella yang hampir terlelap sontak terkejut dan langsung duduk tegak. “Hah? Ana ya, Ustad?”

Ustad itu pun tersenyum, “Iya, Ukhty. Ana ingin tau, nama Ukhty siapa?”

“Nama saya Pegi Melati Sukma Sepanjang Harum Mewangi Sepanjang Hari... heheeh.”

Semua jamaah tertawa mendengar jawaban Arabella, dan mereka kembali hening.

“MasyaAllah namanya panjang sekali, tapi bagus kok,,”

“He.. nama saya Arabella Thraiya Dominic Ustad...” jawab Arabella kembali.

Ustad itu kembali tersenyum, dan kembali mengajukan pertanyaan. “Dari kajian yang disampaikan tadi, menurut Ukhty apa makna bakti seorang anak kepada orang tuanya?”

Arabella mengucek matanya dan menjawab dengan candaan dulu. “Menurut Ana, bakti anak itu... ya minimal jangan bikin ortu migrain dulu lah, Ustad.”

Sontak para santri tertawa, beberapa Ustad pun ikut tersenyum geli. Ustad Izzan hanya menggelengkan kepala pelan sambil tersenyum simpul, sementara Ustad Azzam terlihat nyaris memukul dahinya sendiri karena sudah menduga akan begini. Arabella lalu menghela napas dan menjawab lagi.

“Maaf Ustad. Maksud Ana, bakti anak itu adalah ketika dia tidak hanya menuruti perkataan orang tua, tapi juga mendoakan mereka dalam setiap sujudnya. Meskipun jauh, doa anak sholeh dan sholehah adalah hadiah terbaik yang bisa kita beri untuk orang tua kita.”

Suasana kembali hening. Para santri yang sebelumnya tertawa, kini menunduk, merenung dalam. Ustad itu tersenyum banga.

“MasyaAllah.. itu jawaban yang luar biasa. Terima kasih Ukhty.”

Arabella hanya tersenyum kecil sambil menunduk malu, pipinya sedikit memerah karena sorotan puluhan pasang mata yang kini menatap kearahnya kagum. Namun dari kejauhan, ada dua pasang mata yang tampak menyimpan rasa berbeda, Ustad Izzan dan Ustad Azzam. Diam-diam menahan rasa cemburu ketika melihat kekaguman para Ustad muda lainnya yang mulai menaruh minat kepada Arabella.

“Hah... ternyata semakin banyak saingan aja...” batin Ustad Azzam.

*****

Setelah kajian berakhir, suasana pondok kembali riuh. Santri-santri berkumpul di berbagai sudut lapangan, ramai membicarakan satu hal yang sama yaitu Arabella.

“Gila sih, suara Bella pas sholawatan tadi bener-bener bikin merinding!” kata salah satu santri putri.

“Dia bisa gitu ya? Padahal biasanya absurd dan barbar,” timpal yang lain sambil terkikik.

Sementara itu, di sisi lain lapangan, antrean mendadak terbentuk di depan ruang pengasuh. Beberapa Ustad muda dari pondok lain, lengkap dengan penampilan rapih dan raut wajah serius, berdiri berbaris menunggu giliran.

“Afwan, Kiyai... Ana ingin mengajukan niat ta’aruf dengan ukhty Arabella...”

“Dan Ana juga, Kiyai. Ana serius dengan niat baik ini.”

Kiyai Hasyim yang baru saja hendak menyesap tehnya, hanya bisa membelalakkan mata, memandang para Ustad muda itu satu per satu.

“Ini pondok pesantren atau biro jodoh, hah?” gumamnya dalam hati.

Arabella yang kebetulan lewat dengan sebotol teh dingin di tangan langsung berhenti melihat antrean aneh tersebut. Setelah tahu bahwa dirinya yang jadi sebab antrian, dia mendekat dan berkata lantang.

“Ustad-ustad sekalian, hello semuanya... kalau niatnya serius, harus siap juga ngadepin saya yang absurd ini, bisa ngaji sambil salto dan nangis sambil ketawa!”

Semua ustad muda langsung terdiam, sebagian tertawa cangung. Kiyai Hasyim hanya geleng-geleng kepala, sementara dari kejauhan, Ustad Izzan dan Ustad Azzam menyaksikan dengan ekspresi yang sulit dibaca. Yang satu nyaris tersenyum, yang satu lagi pura-pura sibuk menatap langit.

Dan Arabella? Seperti biasa, tingkahnya berhasil mencairkan suasana. Tapi siapa sangka, di balik candaannya, hati kecilnya mulai bertanya-tanya.. apakah di antara para Ustad itu, ada yang benar-benar tulus mengenalnya lebih dalam, bukan hanya karena suara sholawat atau popularitas sesaat?

*****

Malam itu di kamar santri putri, Arabella merebahkan diri sambil memeluk bantal. Dina, Elis dan Sari duduk melingkar di sekitarnya, wajah mereka penuh ekspresi tak percaya.

“Elah Bell... serius, masa iya Ustad-Ustad itu semua mau ta’aruf sama kamu?” tanya Dina dengan mata membelalak.

“Iya Bell! Kamu tuh sadar nggak sih? Kamu tuh udah kayak seleb pondok sekarang!” sahut Elis sambil memeluk guling.

Sari ikut menimpali, “Kalau gitu kenapa nggak kamu terima aja salah satunya? Kan niatnya baik, buat ta’aruf, bukan pacaran.”

Arabella hanya menghela napas panjang, lalu menjawab, “Hmm... Gue tuh bukannya nggak mau, tapi coba deh kalian bayangin... gue? Jadi istri Ustad? Gue yang kadang kalo ngomong kayak sinetron, suka lompat-lompat kalo nemu kecoa, trus suka tidur pas lagi ngaji?”

Ketiganya tertawa pelan, lalu Arabella menatap mereka, kali ini lebih serius.

“Tapi... kalian pernah kepikiran nggak? Apa masih ada cowok yang tulus... yang bener-bener mau nerima gue bukan gara-gara gue viral, anak orang kaya atau gegara dia kenal siapa gue yang sebenernya?”

Dina, Elis dan Sari saling pandang, lalu mendekat memeluk Arabella dari sisi kanan, kiri dan belakang.

“Kalau laki-laki itu belum ada, berarti dia lagi Allah siapin. Dan kalau kamu belum ketemu yang pas, berarti kamu masih disuruh Allah nyiapin diri buat jadi istri yang hebat,” ucap Dina pelan.

Arabella hanya tersenyum dan memejamkan mata. Malam itu, dia tidur dengan banyak tanya... tapi juga dengan sedikit harapan.

1
Tara
jodohmu kaga jauh ...smoga cepat bucin ya...🤭🫣🥰😱🤗👏👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!