"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4 Profesi Baru
Keesokan harinya Alvin bersekolah
lagi, sekolah yang baginya adalah tempat
bersantai. la nikmati statusnya sebagai
pelajar. Karena Alvin bisa bersekolah
disana dengan bantuan beasiswa, maka
sudah seharusnya Alvin belajar dengan
rajin.
Ini sudah menjadi prinsipnya sebelum
memutuskan untuk menerima beasiswa
tersebut, sebagai seorang laki-laki Alvin
awalnya sedikit menolak bersekolah di
SMA SANG JUARA, mengingat pekerjaan
sang bapak yang hanya tukang ojek, sudah
pasti akan kesulitan jika harus membiayai
dirinya di sekolah yang terkenal mahal itu.
Belum lagi adik perempuannya yang
juga harus masuk SMP di tahun sama,
maka mau tidak mau Alvin menerima
beasiswa tersebut. Karena hanya beasiswa dari SMA SANG JUARA yang menurut
Alvin paling masuk dalam prinsipnya.
Beberapa sekolah juga memiliki
program beasiswa, namun di sekolah lain
bisa memberikan beasiswa hanya karena
siswa tersebut miskin. Tidak seperti SANG
JUARA, dimana mereka hanya berani
memberi beasiswa pada siswa yang benar-
benar pintar dan kurang mampu, apabila
nilainya merosot, maka beasiswa tersebut
akan dicabut.
Hal inilah yang membuat Alvin
mau, karena ia merasa tertantang. Meski
sebenarnya kalau bisa ia ingin sekolah
dengan biayanya sendiri.
Bel istirahat berbunyi, lagi-lagi
Alvin tak pergi ke kantin, bukan karena
ia tak lapar, hanya saja ada lapar yang
harus ditahan, mengingat ia hanya
membawa uang saku sebesar 5 ribu. Jika ia
gunakan jajan saat ini, maka di istirahat
kedua nanti ia akan kelaparan.
"Kamu gak ke kantin Vin" ajak
Mingyu seperti kemarin, begitu
mendengar bel istirahat berbunyi.
"Kamu aja sana" usir Alvin.
"Kenapa sih? Gak bawa saku? Ayok lah
aku traktir beli roti, mumpung aku ada
saku lebih ini" ajak Mingyu.
"Udah kamu aja sana, aku pingin
tiduran aja" tolak Alvin seraya
merosotkan tubuhnya bersandar pada
meja yang ia gunakan sebagai tumpuan.
Gengsinya terlalu tinggi untuk menerima
sebuah traktiran.
"Ya udahlah kalau gitu" ucap Mingyu
pasrah kemudian berlalu.
Mingyu berlalu, Alvin mulai
berfikir. la memantapkan hati, bahwa
akan menerima tawaran dari pak haji
Maliki kemarin. Menjadi tukang sampah sepertinya bukan hal yang buruk.
Jika begitu, berarti Alvin harus
berpamitan pada pemilik toko terlebih
dahulu nanti, meski Alvin yakin jika
pemilik toko pasti akan mengijinkan,
mengingat kemarin memang sudah ada
orang baru yang membersamainya saat
markir.
Dengan dalih hanya markir saat
Alvin sekolah, namun kemarin orang
tersebut juga menemani Alvin saat
markir hingga malam, sehingga untuk
pendapatan Alvin sendiri saat malam
hari harus dibagi2 dengannya.
Belum lagi harus membayar uang
pangkal untuk preman setempat, hanya
10rb. Tapi itu nominal uang yang cukup
besar bagi Alvin. Alhasil Alvin hanya
membawa pulang sedikit uang untuk ia
berikan pada sang ibu.
Itu pun berhasil membuat sang ibu
marah-marah, sebab hanya sedikit uang
yang Alvin berikan. Jika sebelumnya
Alvin merasa takut dan sedih jika dimarahi oleh sang ibu, kali ini Alvin
menganggapnya biasa saja.
Sejak mengetahui fakta jika dirinya
hanyalah anak pungut, Alvin merasa
tidak terlalu takut dengan kemarahan
sang ibu, Alvin pun memutuskan untuk
tak bertanya maupun membahasnya. Ada
hal yang masih ia susun dalam pikirannya.
"Hei Alvin, kamu gak ke kantin
lagi?" tanya Arum sambil membawa
sekresek kecil gorengan yang ia beli di
kantin.
"Hehe enggak rum" jawab Alvin
sedikit salah tingkah.
"Hmmmn kenapa, setahuku di kamu
gak ada puasa Sunnah di hari Jumat kan?"
tanya Arum.
"Kamu tahu darimana rum?" ucap
Alvin balik bertanya.
" Yah kemarin yang kamu ngasih tau aku itu, aku cari-cari infolah, aku baca-baca soal puasa kamu, seingatku emang
gak ada puasa Sunnah di hari Jumat kan?"
jawab Arum, membuat Alvin salut.
"Lah kenapa kamu nyari-nyari info
soal puasaku rum?" tanya Alvin sedikit
heran.
"Yah biar gak kayak kemarin lah. Aku
kan secara gak langsung bikin kamu sebel,
kamunya puasa, aku malah enak enakan
makan di depanmu. Yang kayak gitu kan
gak baik vin" ujar Arum membuat
Alvin semakin kagum. la tak
menyangka jika teman barunya itu
memiliki rasa empati yang tinggi.
"Oalah, sebenarnya gpp sih rum.
Kamu kan gak tau, kalau sekarang emang
sengaja gak ke kantin sih, belum lapar
soalnya, nanti aja istirahat kedua baru
jajan" jawab Alvin seraya tersenyum
"Hmmmn kalau gitu ini loh kita makan
bareng, aku sengaja beli agak banyak buat dimakan bareng sama Sella, tuh anaknya
baru dateng" tawar Arum membuka
bungkus kresek berisi gorengan yang ia
bawa. Seraya menunjuk ke arah dimana
Sella tampak baru datang.
"Heiii udah beli gorengan rum?" tanya
Sella yang baru datang, kemudian disusul
oleh Mingyu di belakangnya.
"Wah pas banget ini, aku beli es, eh
disini ada gorengan" sahut Mingyu yang
ikut mendekat.
"Kalau es cuma satu yah buat kamu tok
dong Ming" ucap Arum bercanda.
"Tenang aja rum, aku beli 2 nih. Tapi
buat Alvin sih hehe" jawab Mingyu
seraya menyerahkan segelas es pada
Alvin.
"Wuuu dasar Mingyu" sahut Arum dan
Sella hampir barengan.
Alvin yang meski enggan, mau tak mau akhirnya ikut makan gorengan bersama, sadar akan sebuah pemberian.
Alvin hanya mengambil sebuah
singkong goreng sebagai pengganjal
perutnya, meski yang lain memaksa untuk
memakan lagi, Alvin menolak, ia cukup
tahu untuk tidak serakah.
Pemandangan yang indah bagi
Alvin, bisa melihat temannya bercanda
dan saling berbagi. Membuat dirinya
semakin termotivasi untuk harus bisa
segera bangkit dan memiliki penghasilan,
agar tak hanya menjadi penerima, tapi
juga pemberi untuk teman-temannya.
Pulang sekolah Alvin segera menuju
rumah haji Maliki, dengan berjalan kaki
seperti biasanya, Alvin berjalan dengan
semangat. Sebentar lagi ia akan memiliki
pekerjaan, yang bisa dibilang memiliki
penghasilan, yang lebih pasti daripada
hanya seorang juru parkir.
"Assalamualaikum umik, Abah malikinya ada?" tanya Alvin pada seorang wanita paruh baya, istri dari haji
Maliki.
"Waalaikumsalam Vinn, ada le.
Kamu duduk dulu aja ya, biar tak
panggilkan Abah dulu" jawab umik Hana.
"Enggeh mik" ucap Alvin menjawab
umik Hana yang kemudian berlalu.
Tak lama kemudian haji Maliki pun
keluar.
"Piye le?" tanya haji Maliki tanpa basa-
basi.
"Saya bersedia menjadi tukang
sampah di RW kita bah" jawab Alvin.
"Alhamdulillah, saya jadi gak perlu
nyari orang lagi kalau gini" ucap haji
Maliki.
"Tapi saya ingin mengajukan syarat
bah"
ucap Alvin membuat kening haji
Maliki mengerut.
"Syarat? Coba sebutin syarat kamu" tanya haji Maliki penasaran.
"Hmmm begini bah, karena saya juga
masih sekolah, jadi saya cuma bisa ambili
sampahnya itu di jam pagi setelah subuh
sekitar jam 4 lebih sampai jam 6 kurang,
itu kan gak mungkin selesai kalau keliling
kampung bah, jadi nanti saya lanjutkan
lagi sore harinya sepulang saya sekolah.
Dan saya pastikan bakal ambili sampahnya
setiap hari bah, Apakah boleh bah?" ujar
Alvin mengutarakan syarat yang ia
maksud, padahal hal itu lebih seperti
pertanyaan mengenai jam kerja.
"Oh boleh aja le, tenang saja. Kalaupun
kamu capek, kamu bisa ngambili
sampahnya 2 hari sekali. Jadi biar gak
terlalu capek kamunya" jawab haji Maliki.
"Wah mboten ah bah, nanti
sampahnya menggunung kalau gitu" elak
Alvin.
"Yasudah terserah kamu aja lah gimana enaknya le, oh ya karena kamu
udah Ngajukan syarat, saya juga ada syarat
yang harus kamu patuhi" ujar haji Maliki
was.
"Apa itu bah?" tanya Alvin
penasaran.