Luka Dari Suami, Cinta Dari Mafia

Mansion Holdes Shen

Putranya, Shen Xiao Han, berdiri di depan Holdes yang tengah meneguk minumannya, sementara Janetta duduk di samping sang suami sambil membolak-balik majalah dengan santai.

"Ada yang bisa menjelaskan apa yang terjadi di sekolah hari ini?" tanya Holdes dengan nada tenang namun tajam.

"Papa, aku berkelahi dengan Willy Lin. Aku berhasil mengalahkannya," jawab Xiao Han dengan penuh kebanggaan.

"Dengan cara apa kau mengalahkannya?" tanya Holdes lagi.

"Aku menggigit kakinya dan menarik rambutnya sampai rontok," jawab Xiao Han tanpa rasa bersalah.

Holdes mengerutkan kening. "Menggigit dan menarik rambut? Apakah itu cara seorang anak mafia mengalahkan lawannya?"

Janetta menutup majalahnya dan menatap suaminya.

"Anakmu ditindas, Holdes. Dia masih kecil. Kalau dia tidak menggunakan cara itu, bagaimana bisa menang melawan anak yang lebih besar darinya?" ujarnya membela.

Holdes menatap istrinya datar. "Istriku, kalau begitu kenapa kau juga ikut berkelahi dengan ibu dari Willy Lin?"

Janetta mendengus pelan. "Wanita itu menghina aku dan Xiao Han. Aku hanya memberinya sedikit pelajaran. Tidak kusangka dia begitu manja sampai mengadu pada suaminya."

"Papa, Mama sangat hebat hari ini," sela Xiao Han sambil tersenyum lebar. "Benar-benar pahlawan wanita. Mama bahkan tidak butuh bantuan Papa sama sekali!"

Holdes menaikkan alis. "Jadi kau bangga saat ibumu berkelahi dengan orang lain?"

"Tentu saja aku bangga, Pa! Papa tidak melihat wajah paman itu. Dia langsung terdiam, terpesona pada Mama, lalu menunduk dan menyuruh istrinya meminta maaf!" jawab Xiao Han penuh semangat.

Holdes menahan dagu istrinya dan menatap matanya. "Pria mana yang berani terpesona pada istriku?" tanyanya tegas.

"Jangan percaya pada kata-kata anakmu," jawab Janetta tenang. "Jay Lin hanya takut dengan ancamanku. Kalau istri dan anaknya tidak minta maaf pada Xiao Han, aku akan membawa kasus ini ke pengadilan. Akhirnya dia menyerah."

"Apakah hanya itu? Tidak ada maksud lain?" tanya Holdes menantang.

"Istri dari Holdes... siapa berani mendekatinya?" balas Janetta sambil mencium bibir suaminya.

"Benar juga. Kalau ada yang berani terpesona pada istriku, aku akan membuatnya buta," kata Holdes dingin.

"Papa, Mama, jangan lupa anak kalian masih di sini," sela Xiao Han sambil menegakkan kedua tangannya di pinggangnya.

"Lalu, kenapa?" tanya Holdes sambil tersenyum tipis.

"Mana hadiah yang kalian janjikan dua tahun lalu?" tanya Xiao Han sambil mengulurkan tangan mungilnya.

"Sayang, hadiah yang kamu minta tidak bisa diberikan begitu saja... butuh proses," jawab Janetta.

"Proses? Sudah dua tahun, kenapa belum ada hasil?" Xiao Han menatap heran pada ayah dan ibunya.

"Xiao Han, papa dan mamamu masih ingin merawatmu sampai dewasa. Saat ini kau baru lima tahun. Masih perlu dijaga dan dilindungi," jawab Holdes lembut.

"Papa, jangan mencari alasan. Memberi aku adik tidak ada hubungannya dengan aku masih kecil. Aku sudah bisa melindungi diri. Seperti di sekolah, siapa pun yang menindas, aku, little tiger, akan menerkam, bukan diterkam," tegas Xiao Han penuh keyakinan.

"Apakah papa harus bangga padamu?" tanya Holdes sambil tersenyum.

"Tentu saja! Setelah papa pensiun, aku akan meneruskan posisi bos mafia yang paling ditakuti. Aku akan menembak semua orang yang berani melawan kita," jawab Xiao Han dengan gagah.

"Istriku, anakmu masih kecil. Kenapa dia bisa berpikir seperti itu, apakah kau yang mengajarinya?" bisik Holdes pada Janetta.

"Tidak. Dia memang mirip aku. Jangan mengalah dan hanya boleh melawan jika perlu," jawab Janetta.

"Andaikan Willy Lin masih berani mencari masalah denganku, aku tidak akan tinggal diam. Aku akan menjambak rambutnya sampai botak," lanjut Xiao Han penuh semangat.

"Setelah dipikir-pikir, Jay Lin memang terlihat seperti mafia, dari sikapnya yang angkuh. Namun dia penakut," ucap Janetta menganalisis.

"Penakut?" tanya Holdes.

"Tidak biasa seorang mafia takut pada polisi. Namun dia berbeda. Mungkin saja di belakangnya ada orang yang lebih berkuasa," jelas Janetta.

"Siapa pun dia, kita harus tetap waspada. Besok tambahkan pengawal untuk anak kita," kata Holdes.

"Aku akan ke sekolah besok. Kalau wanita itu masih berani menyentuh anakku, aku akan mematahkan hidungnya," ancam Janetta.

"Istriku, urusan seperti ini biarkan aku yang menanganinya. Tidak perlu mengotori tanganmu, gunakan tangan ini untuk merawat suami dan anakmu," ujar Holdes sambil tersenyum, merangkul Janetta.

Keesokan harinya

Xiao Han sedang merapikan bukunya dan sendirian di kelas ketika tiba-tiba ia didorong dari belakang oleh Willy. Teman Willy segera menendang tubuh mungil Xiao Han yang terkapar di lantai.

"Shen Xiao Han, sehebat apa pun ibumu, kau tetap cuma anak yang lemah," ejek teman Willy, sambil mencoba merobek seragam Xiao Han.

"Aku akan membalas semua yang kalian lakukan pada aku dan mamaku," kata Willy.

"Kalian pengecut," cela Xiao Han sambil menusuk mata salah seorang lawannya.

"Aaahh! Mataku!" teriak teman Willy kesakitan.

Xiao Han bangkit dan mendorong Willy hingga keduanya berguling-guling di dalam kelas. Willy berusaha menekannya, sekarang ia berada di atas tubuh mungil Xiao Han dan mencengkeram leher anak itu.

"Membawa pengawal? Apa gunanya? Mereka tidak bisa masuk kelas. Berapa pun yang kau bawa, tidak berguna," ketus Willy, mencoba mengintimidasi.

"Dasar pengecut, dasar anak manja. Berani sekali kau menyerangku!" teriak Xiao Han, lalu menjambak rambut Willy tanpa henti.

"Aaahhhh!" teriakan Willy pecah lagi karena sakit.

Tangan Willy menyelinap ke dalam tas dan mengeluarkan sebuah tongkat. "Kakekku bilang: menghadapi lawan tidak boleh kalah, cuma boleh menang," kata Willy sambil mengangkat tangan, ingin menghantam kepala anak itu.