Cewek naif itu sudah mati!
Pernah mencintai orang yang salah? Nainara tahu betul rasanya.
Kematian membuka matanya, cinta bisa berwajah iblis.
Namun takdir memberinya kesempatan kedua, kembali ke sepuluh tahun lalu.
Kali ini, ia tak akan menjadi gadis polos lagi. Ia akan menjadi Naina yang kuat, cerdas, dan mampu menulis ulang akhir hidupnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24.
Naina merasa ada yang tidak beres. Kenapa di kehidupan sebelumnya dia bahkan tidak ingat, dan mungkin memang tidak ada kejadian seperti ini. Kehadiran Julian saja tidak pernah ada di kehidupan Naina sebelumnya, ditambah lagi orang baru ini. Siapa dia? siapa mereka? Semua itu begitu abu-abu di pikirannya.
Senyum penuh arti yang anak baru itu layangkan kepadanya tadi berusaha Naina lupakan, tapi tidak bisa. Seolah ada sesuatu yang membuatnya merasa waspada dengan hal itu.
"Ada yang mengganggu pikiran kamu?" tanya Julian pelan. Cowok itu bisa membaca raut wajah Naina yang sepertinya penuh dengan pertanyaan.
"Penasaran banget sama anak barunya, kok di kehidupan sebelumnya tidak ada?" suara Naina nyaris seperti gumaman pada dirinya sendiri. Sangat kecil, tapi masih bisa didengar oleh Julian yang hanya tersenyum tipis.
"Maksudnya?" tanya Julian.
"Eh, maksudnya ya penasaran aja," ujar Naina gelagapan karena hampir saja dia salah bicara mengenai kehidupannya sebelumnya. Tidak tahu saja Naina, bahwa Julian bahkan tahu semuanya tentang dia.
"Oh," tanggap Julian santai pada akhirnya. Mereka kembali melanjutkan makan.
.
.
Di meja belakang mereka, sosok anak baru itu tak pernah lepas tatapannya dari Naina dan Julian. Dia tidak mencicipi makanan yang sudah dipesan Javas, hanya duduk diam dengan senyuman yang entah apa artinya.
Javas maupun Devano kadang saling lirik, bingung sendiri.
"Khemm, Jae, nggak makan?" tanya Devano memberanikan diri. Tidak ada jawaban sama sekali, bahkan menoleh ke arah mereka saja tidak. Kembali Devano dan Javas melihat satu sama lain, lalu menggeleng tak paham. Entah makhluk seperti apa yang mereka temui tadi, sejujurnya agak aneh dan ya, gitu lah.
Mereka berdua bertemu dengan murid baru yang memperkenalkan dirinya sebagai Jaevan itu tadi di koridor. Sebetulnya mereka juga tidak dekat-dekat amat, hanya saja Devano dan Javas sedikit kasihan saat anak baru itu terlihat kesasar dan tidak tahu suasana sekolah, makanya mereka berdua mengajaknya sekalian ke kantin.
Dan jika mereka tidak salah, anak baru itu datang saat jam istirahat. Murid mana yang awal masuk datang telat seperti ini? Kayaknya baru dia saja.
"Sepertinya lo lihat ke meja di depan terus sejak tadi, penasaran?" Javas sedikit berbisik kepada Jaevan, karena ia juga menyadari arah pandangan Jae yang lurus ke meja Naina sejak tadi.
"Dia Nainara, murid yang sangat populer dengan kecantikan juga kaya raya. Putri dari pengusaha yang memiliki saham besar di sekolah ini." Tanpa diminta, Javas mencoba menjelaskan sesuatu mengenai Naina, kali saja Jaevan penasaran dengannya sejak tadi dan butuh informasi.
"Hm." Hanya deheman singkat sebagai tanggapan.
"Yang di sebelahnya, Julian namanya. Murid baru juga seperti lo, tapi dia sudah masuk sejak dua bulan lalu," jelas Javas lagi.
Tidak ada tanggapan sama sekali. Pada akhirnya Javas hanya lanjut makan tanpa mau bicara lebih banyak lagi, mengingat rasanya seperti bicara sama benda mati.
.
.
"Kenapa dia lihat ke sini terus?" berbeda dengan Naina dan Julian yang memang memunggungi Javas dan kawannya, Aaron dan Yura yang duduk berhadapan tentu saja bisa melihat bagaimana tatapan anak baru itu sejak tadi, lebih tepatnya ke arah Naina dan Julian.
"Siapa?" tanya Naina pelan.
"Tuh," tunjuk Yura dengan alisnya. Naina menoleh, dan benar saja tatapannya kembali bertemu dengan anak baru itu.
Satu kedipan Jaevan layangkan pada Naina, membuat Naina mendengus lalu kembali fokus ke arah depan.
Sementara Julian, pria itu mengepal tangannya kuat di bawah meja. Ia berusaha untuk tetap tenang, meredamkan cemburu yang makin menjadi.
...----------------...
Bel berbunyi, kegaduhan di kantin perlahan mereda, berganti dengan langkah-langkah terburu-buru anak-anak yang kembali ke kelas.
Tak ketinggalan Julian, Zora, dan Naina. Mereka bertiga masuk sambil mendengar ocehan Zora yang tak ada habisnya.
Suasana kelas XII A masih riuh. Guru belum datang, membuat beberapa murid asyik dengan obrolannya. Hingga tak lama, ruangan mendadak hening saat terdengar langkah sepatu memasuki kelas. Seorang guru dengan wajah datar masuk, meletakkan buku di meja, lalu bersiap membuka pelajaran.
Namun, sebelum itu, ia menyapu pandangan ke arah murid-murid. “Kelas kalian ada murid baru. Sudah pada tahu?” tanyanya.
Bisik-bisik langsung terdengar. Siapa lagi kalau bukan anak baru yang tadi sempat membuat heboh di kantin.
Tak menunggu lama, guru itu memanggilnya masuk. Dan benar saja, Jaevan melangkah ke dalam, menyita perhatian dengan pesona yang dibawanya.
Ia memperkenalkan diri singkat, kemudian tatapannya seakan tak bisa dihindari jatuh ke meja pojok. Ada sesuatu di sana yang menarik perhatiannya sejak tadi. Sudut bibirnya terangkat samar, nyaris tak terlihat.
“Oke, Jaevan. Kamu boleh duduk di kursi belakang,” titah guru.
Dengan tenang, Jaevan melangkah menuju kursinya. Melewati deretan meja, hingga meja Julian, kemudian di belakangnya Naina.
Jaevan berdiri sebentar di sana, lalu dengan sengaja menjatuhkan sesuatu di dekat kursi Naina, sebelum akhirnya pria itu duduk di tempatnya sendiri.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...