Virginia Fernandes mencintai Armando Mendoza dengan begitu tulus. Akan tetapi kesalah pahaman yang diciptakan Veronica, adik tirinya membuatnya justru dibenci oleh Armando.
Lima tahun pernikahan, Virginia selalu berusaha menjadi istri yang baik. Namum, semua tak terlihat oleh Armando. Armando selalu bersikap dingin dan memperlakukannya dengan buruk.
Satu insiden terjadi di hari ulang tahun pernikahan mereka yang kelima. Bukannya membawa Virginia ke rumah sakit, Armando justru membawa Vero yang pura-pura sakit.
Terlambat ditangani, Virginia kehilangan bayi yang tengah dikandungnya. Namun, Armando tetap tak peduli.
Cukup sudah. Kesabaran Virginia sudah berada di ambang batasnya. Ia memilih pergi, tak lagi ingin mengejar cinta Armando.
Armando baru merasa kehilangan setelah Virginia tak lagi berada di sisinya. Pria itu melakukan berbagai upaya agar Virginia kembali.
Apakah itu mungkin?
Apakah Virginia akan kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
08. makan bersama yang gagal
"Kak Armando…!” Veronica menggoyang-goyangkan telapak tangannya di depan pria yang terlihat linglung.
Kesadaran pria itu kembali. Ia mengangkat wajahnya dan menatap sepiring steak wagyu yang kini di hadapannya. makanan yang mengingatkan kembali dirinya dengan Virginia
Flashback
“Ya ampun, Sayang! Apa yang terjadi?” Virginia begitu panik melihat Armando kesulitan memotong steak. Dengan cekatan, wanita itu mengambil piring Armando dan mulai memotong steak itu menjadi potongan-potongan kecil.
“Tunggu sebentar.” Virginia beranjak dari duduknya. “Aku akan mengambilkan saus kesukaanmu.” Tanpa menunggu jawaban darinya, Virginia berlari ke arah meja prasmanan. Sedetik kemudian, wanita itu telah kembali dengan botol saus di tangannya. Dengan cekatan, Virginia menuangkan saus itu di atas steak yang sudah dipotong kecil-kecil.
“Kamu harus makan yang banyak, ya. Ini adalah makanan untuk orang yang paling aku cintai di seluruh dunia, kamu tahu tidak?” Bagaikan orang gila, Virginia berbicara dengan piring steak itu. Berbicara seperti membujuk seorang anak kecil.
Virginia menatap ke arah wajah Armando sambil tersenyum manis. "Jangan khawatir, ini hanya steak, tidak akan membuatmu sakit perut,” ucap wanita itu dengan bahagia.
Armando menarik piring itu dengan kasar, membuat Virginia terkejut.
“Kekanak-kanakan,” ucapnya lalu mulai memakan steak itu dengan paksa.
Virginia tersenyum manis. Meskipun ditolak berkali-kali, ia tak pernah bersedih, tak pernah kecewa, dan tak pernah marah, juga tak pernah meninggalkannya.
End of Flashback
“Kak Armando. Sebenarnya ada apa denganmu? Kenapa kamu melamun lagi?” Veronica berseru kesal.
Armando tertegun, lagi. Di hadapannya bukan Virginia, melainkan Veronica. Armando meletakkan pisau dan garpu di tangannya dengan kasar di atas piring. Ia bahkan tak selera untuk memakan steak itu.
“Wah wah… Bukankah ini adalah Veronica Fernandez dengan calon kakak iparku? Kalian sedang makan romantis rupanya?”
Seorang pria tampan berkacamata, berambut hitam legam, mengenakan mantel panjang berwarna hitam datang menghampiri. Dia adalah Sergio Santibanez, suami Cecilia. Dengan kata lain, adik ipar Armando.
Armando menghela napas, kemudian menyandarkan punggung, menarik kedua tangannya lalu meletakkan di atas paha. Mendengus kesal. Sergio adalah salah satu orang yang tidak menyukai hubungannya dengan Veronica.
Veronica menengadahkan wajah menatap kedatangan pria itu dengan penuh kebencian. Sergio Santibanez adalah salah satu dari sekian banyak orang yang tidak menyukai keberadaannya di sisi Armando.
Sergio Santibanez menopang tubuhnya dengan kedua tangannya yang bertumpu di atas meja, menatap datar ke arah Veronica. Veronica meneguk ludahnya kasar. Kedatangan pria ini pasti ingin membuat ulah untuknya.
“Beberapa hari yang lalu kakak iparku baru saja keguguran, dan itu disebabkan oleh Veronica Fernandez, adik tirinya. Dan sekarang tiba-tiba saja sang adik tiri langsung datang untuk merayu suami dari kakaknya. Kamu benar-benar bermuka tebal ya? Tidak aku sangka kemampuan Nona Veronica ini benar-benar patut untuk diacungi jempol.”
“Kamu!” Veronica menunjuk kesal. Seandainya tidak ada Armando di sana, pasti ia sudah mencaci maki pria itu. Sayangnya ia masih harus menahan diri.
"Kak Armando," Veronica menatap ke arah Armando, berharap ada pembelaan dari pria itu untuknya.
“Apa?” Sergio memotong ucapan Veronica. “Kamu ingin bicara apa pada Armando? Ingin mengatakan bahwa dirimu tidak sengaja?" Sergio tak memberi kesempatan Veronica untuk membela diri.
“Tuan Santibanez?” Veronica menatap ke arah Sergio. Menggelengkan kepala dengan mata berkaca-kaca. Seperti biasa, akting sang ratu kebaikan yang teraniaya.
"Apa? Apa aku salah bicara?” Sergio menatap Veronica dingin.
“Saat itu Veronica benar-benar tidak sengaja, aku melihatnya sendiri. Jadi jangan bicara seperti itu padanya," Armando menatap Sergio tajam.
Pembelaan Armando membuat Sergio tersenyum miring. "Tidak sengaja?” Sergio terkekeh sinis. “Armando, kamu membela perempuan hina ini, bahkan sampai rela menyakiti kakak ipar? Kamu masih punya hati nurani tidak?" Sergio berteriak marah.
Armando menggebrak meja dan menatap kesal ke arah Sergio. "Sergio Santibanez, apa kamu lupa Virginia dulu seperti apa? Dia yang memaksaku untuk menikahinya meskipun dia tahu kalau aku tidak mencintai dia. Sekarang apa yang dia alami, semua adalah akibat perbuatannya sendiri!" Armando terus melakukan pembelaan.
Tanpa gentar, Sergio menatap tajam wajah Armando. Kedua mata mereka bertatapan dalam jarak yang sangat dekat.
“Armando, kamu jangan lupa. Dulu untuk menyelamatkan Veronica, kamu yang meminta kakak ipar untuk menikahimu. Tapi setelah Veronica sembuh, dia malah pura-pura bunuh diri, membuatmu jatuh dari lantai atas demi menyelamatkannya. Kakimu patah bahkan matamu buta. Waktu itu Veronica ada di mana?”
Armando bingung dengan kata-kata Sergio, menatap Veronica penuh tanya.
Veronica menjadi gugup. Menggelengkan kepala berharap “Waktu itu aku…” Veronica berusaha menyela ucapan Sergio. Tapi…
“Diam kamu!” bentak Sergio dan menunjuk wajah Veronica dengan telunjuknya, membuat wanita itu mengkeret.
Sergio kembali menatap ke arah Armando, tatapan keduanya kembali beradu. “Waktu itu dokter menyatakan matamu akan buta seumur hidup. Kamu juga takkan bisa lagi berjalan. Kamu akan terkurung di kursi roda selamanya. Veronica ada di mana?”
Armando hendak menatap Veronica, tapi Sergio menahan rahangnya, memaksa Armando untuk tetap menatapnya. “Waktu itu yang menemanimu di rumah sakit adalah istrimu, Virginia! Hanya Virginia istrimu yang menemanimu di saat kamu tidak bisa apa-apa!”
Armando tertegun. Ucapan Sergio ini membuatnya bingung. “Apa katamu? Virginia yang menemani aku?” Ia melepaskan cengkeraman tangan Sergio pada wajahnya lalu menatap Veronica.
Veronica berulang kali menggeleng, menatap Armando dengan mata berkaca-kaca. Berharap Armando tetap percaya padanya.
“Omong kosong apa yang sedang kau bicarakan?” Armando menatap sinis ke arah Sergio. Adik iparnya ini memang begitu mengidolakan Virginia. Tak heran jika sampai membela sedemikian rupa.
Sergio menggeleng tak percaya. “Armando, meskipun saat itu matamu buta, harusnya telingamu tidak tuli. Jika telingamu tak bisa membedakan suara mereka berdua, harusnya hidungmu bisa mengenali, mana aroma bidadari suci dan mana aroma siluman ular!”