NovelToon NovelToon
Harga Diri Seorang Istri

Harga Diri Seorang Istri

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Wanita Karir / Penyesalan Suami / Selingkuh / Romansa
Popularitas:82.4k
Nilai: 5
Nama Author: Bunda SB

Indira pikir dia satu-satunya. Tapi ternyata, dia hanya salah satunya.

Bagi Indira, Rangga adalah segalanya. Sikap lembutnya, perhatiannya, dan pengertiannya, membuat Indira luluh hingga mau melakukan apa saja untuk Rangga.

Bahkan, Indira secara diam-diam membantu perusahaan Rangga yang hampir bangkrut kembali berjaya di udara.

Tapi sayangnya, air susu dibalas dengan air tuba. Rangga diam-diam malah menikahi cinta pertamanya.

Indira sakit hati. Dia tidak menerima pengkhianatan ini. Indira akan membalasnya satu persatu. Akan dia buat Rangga menyesal. Karena Indira putri Zamora, bukan wanita biasa yang bisa dia permainkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda SB, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Janji yang terlupakan

Sinar matahari siang itu menyengat kulit Indira saat ia berdiri di depan cermin panjang kamar tidurnya. Jemarinya merapikan lipatan dress biru langit yang ia kenakan, dress kesukaan Rangga yang sudah lama tersimpan rapi di lemari. Sebuah senyum pahit mengembang di bibirnya. Bukan senyum kebahagiaan, melainkan senyum seorang wanita yang sedang memberikan kesempatan terakhir.

Kesempatan terakhir untuk suami yang berkhianat.

Indira menatap pantulan wajahnya di cermin. Mata yang dulu berbinar kini terlihat lelah, meski ia sudah berusaha menutupinya dengan riasan tipis. Tiga tahun pernikahan, dan inilah yang ia dapatkan, pengkhianatan yang dikemas rapi di balik senyuman dan janji-janji manis.

Indira menarik napas panjang. Hari ini adalah ujian terakhir. Jika Rangga benar-benar menepati janjinya, jika ia memilih Indira di atas segalanya, mungkin, hanya mungkin masih ada yang bisa diselamatkan dari reruntuhan pernikahan ini. Tapi jika tidak...

Jika tidak, Indira sudah siap dengan keputusannya.

"Dira!" suara Rangga memanggil dari lantai bawah. "Kamu sudah siap?"

Indira menatap pantulannya sekali lagi, memasang topeng wajah datar tanpa emosi. "Iya, tunggu sebentar!" sahutnya dengan nada yang terdengar terlalu tenang.

Ia menuruni tangga dengan langkah perlahan, setiap anak tangga terasa seperti menghitung mundur menuju akhir dari sesuatu yang sudah mati.

Rangga sudah menunggu di ruang tamu, mengenakan kemeja putih lengan panjang yang dipadukan dengan celana jeans biru tua. Rambutnya yang bergelombang ditata rapi ke belakang. Tampan, pikir Indira dengan ironi. Pengkhianat pun bisa terlihat sempurna.

"Kamu cantik," puji Rangga sambil tersenyum. Senyum yang dulu bisa membuat jantung Indira berdegup kencang. Kini hanya membuat perutnya mual.

"Terima kasih," balas Indira datar, tanpa senyuman. Tanpa kehangatan.

Rangga mengernyit sedikit, merasakan sesuatu yang berbeda. "Kamu... tidak apa-apa?"

"Baik," jawab Indira singkat. "Ayo berangkat."

Mereka berjalan menuju garasi dalam keheningan yang canggung. Tidak ada obrolan ringan, tidak ada tawa. Hanya suara langkah kaki mereka di lantai marmer yang menggema seperti detik jarum jam.

Rangga sesekali melirik Indira, mencoba membaca ekspresinya, tapi wajah istrinya bagai tembok beton, dingin dan tidak tertembus. Ia membukakan pintu mobil, tapi Indira tidak berterima kasih. Ia hanya berdiri di samping pintu, menunggu.

Rangga hampir masuk ke sisi pengemudi ketika...

Getaran ponsel memecah keheningan.

Indira tidak bergerak. Ia hanya menatap suaminya dengan pandangan kosong, seolah sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Seperti menonton film yang endingnya sudah bisa ditebak.

Rangga mengeluarkan ponselnya dari saku celana, menatap layar. Kerutan muncul di dahinya. Ia melirik Indira sekilas, ragu, bersalah, tapi kemudian menjawab juga.

"Halo?" Rangga menjawab sambil berbalik, suaranya rendah.

Indira berdiri diam, lengannya terlipat di dada. Wajahnya tidak menunjukkan emosi apapun, tapi matanya menatap tajam ke punggung suaminya. Menatap seperti hakim yang sedang mengamati terdakwa.

"Baik... ya, aku mengerti... sekarang? Tapi aku..." Rangga terdiam, mendengarkan. Bahunya menegang. "Oke, aku ke sana sekarang."

Panggilan berakhir. Rangga berbalik perlahan, dan tatapannya bertemu dengan tatapan dingin Indira.

"Dira, maaf..." Rangga memulai, suaranya terdengar seperti rekaman yang diputar ulang. "Ada urusan mendadak di kantor. Klien penting dari..."

"Kantor," potong Indira datar. Bukan pertanyaan. Pernyataan. Tuduhan.

"Iya, klien dari Singapura tiba-tiba datang dan mereka harus bertemu sekarang. Ini proyek besar, Dira. Aku tidak bisa..."

"Kamu janji," ucap Indira, masih dengan nada yang mengerikan tenangnya. "Kamu bilang hari ini waktunya hanya untuk aku."

Rangga menghela napas, mengusap wajahnya. "Aku tahu, tapi ini penting. Proyek ini nilainya miliaran. Kita bisa reschedule, kan? Besok atau..."

"Besok," ulang Indira, senyum dingin muncul di bibirnya. "Atau lusa. Atau minggu depan. Atau tidak sama sekali."

"Dira, jangan seperti itu. Kamu tahu pekerjaan ku..."

"Menghidupi kita?" Indira menyelesaikan kalimatnya, nada sarkastik pertama kali muncul. "Ya, aku tahu. Aku sudah dengar alasan itu ratusan kali, Rangga."

"Lalu kenapa kamu masih mempermasalahkannya?" Rangga mulai terdengar frustasi. "Aku bekerja keras untuk keluarga ini!"

"Keluarga ini?" Indira tertawa hambar. "Keluarga yang mana? Keluarga yang kamu abaikan setiap hari? Atau keluarga baru yang sedang kamu persiapkan?"

Hening.

Rangga membeku. Wajahnya memucat sesaat sebelum ia cepat-cepat mengontrol ekspresinya. "Apa maksudmu?"

"Tidak ada," jawab Indira tenang, tapi matanya berapi-api. "Pergi saja ke 'kantor'mu, Rangga. Jangan sampai klien pentingmu menunggu."

Rangga menatap istrinya, mencoba membaca apa yang ada di balik kata-kata itu. Tapi Indira sudah berbalik, memberikan punggungnya, simbol penolakan yang jelas.

"Sayang..."

"Pergi," ulang Indira tanpa menoleh. Suaranya terdengar lelah. "Aku sudah capek dengan percakapan ini."

Keheningan yang menyakitkan mengisi ruang di antara mereka. Rangga membuka mulut, ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada kata yang keluar. Akhirnya ia hanya mengangguk, meskipun Indira tidak melihatnya lalu berjalan menuju mobilnya.

Mesin menyala. Mobil hitam itu meluncur keluar dari halaman rumah tanpa pamit, tanpa kalimat manis, tanpa apapun.

Indira berdiri mematung, menatap mobil itu menjauh. Tidak ada air mata. Ia sudah terlalu banyak menangis sendirian. Yang tersisa hanya kekosongan dan kemarahan yang dingin.

Ini adalah jawabannya. Rangga memilih. Dan pilihannya bukan Indira.

"Dira?"

Suara familiar membuatnya menoleh. Sebuah mobil putih berhenti tepat di depan pagar rumahnya. Rani, sahabatnya turun dengan wajah khawatir.

"Ran," sapa Indira datar.

Rani berjalan cepat mendekat, matanya yang tajam langsung membaca situasi. "Itu Rangga? Kok sepertinya buru-buru?"

"Dia membatalkan janji," jawab Indira singkat. "Lagi."

"Dira..." Rani menghela napas panjang. Ia menggenggam tangan sahabatnya. "Aku tahu kamu sudah berusaha. Aku tahu hari ini penting untukmu."

Indira tidak menjawab. Matanya masih menatap ujung jalan tempat mobil Rangga menghilang. Tapi kali ini, bukan kesedihan yang mengisi tatapannya. Ada sesuatu yang lain, tekad.

"Ran," ucap Indira tiba-tiba, suaranya berubah tegas. "Ayo kita ikuti dia."

Rani tersentak. "Apa?"

"Ikuti mobilnya. Sekarang." Indira sudah melangkah menuju mobil Rani.

"Dira, tunggu..." Rani mengikuti. "Kamu yakin? Maksudku, apakah kamu siap dengan apa yang mungkin kamu temukan?"

Indira berhenti, menoleh menatap sahabatnya. Matanya tidak menunjukkan keraguan. "Aku sudah cukup hidup dalam kebohongan, Ran. Aku tahu dia berselingkuh. Aku tahu dia mau menikahi wanita itu. Tapi aku tetap ingin melihat sendiri dengan mata kepalaku."

Rani menatap sahabatnya dalam diam. Ia melihat kekuatan di balik rasa sakit itu, kekuatan seorang wanita yang sudah memutuskan untuk berhenti menjadi korban.

"Oke," kata Rani akhirnya dengan tegas. "Ayo masuk. Kita akan cari tahu kemana bajingan itu pergi."

Keduanya masuk ke mobil. Rani memutar kunci kontak, mesin menderu pelan.

"Kamu masih lihat mobilnya?" tanya Rani.

"Belok kanan di ujung jalan," jawab Indira, suaranya tenang tapi matanya penuh determinasi. "Cepat, Ran. Aku harus tahu kemana sebenarnya dia pergi. Bukan ke kantor. Pasti bukan ke kantor."

Mobil putih itu meluncur keluar dari halaman, mengikuti rute yang sama dengan mobil Rangga. Indira duduk tegak di kursi penumpang, tangan terkepal di pangkuan.

Hari ini adalah kesempatan terakhir yang ia berikan. Dan Rangga sudah membuangnya.

Sekarang, waktunya Indira mengambil kendali. Waktunya ia melihat kebenaran dengan mata kepalanya sendiri.

1
Ariany Sudjana
Darren kemana lagi? kenapa ga cerita ke Adrian, kalau panggilan malam itu hanya modus saja, supaya Adrian tidur dengan jalang itu, dan jalang itu akan merekam peristiwa itu, dan membuat Indira hancur. jangan biarkan si jalang itu merusak rumah tangga kamu Adrian, apalagi anak jalang itu, yang sudah diajarkan untuk memanipulasi kamu, sama seperti si jalang itu. lekas binasakan mereka Adrian, kamu harus tegas
mama
minta segera di basm tu jalang tak tau diru
mama
klu km smpe mau mkn siang sm Laura brrti km bodoooh Andrian.. derren juga kmana,gk lngsung bilang ke Andrian klu kmrin Laura cm pingsan bohong an
Ariany Sudjana
ngapain juga ini pelakor mau ajak makan siang Adrian? pasti mau menjebak Adrian supaya bisa tidur bareng, soalnya yang drama pingsan, padahal sudah pakai lingerie, kan gagal 🤭🤭🤣🤣 Adrian kamu harus tegas dong, jangan biarkan Laura ini mengganggu rumah tangga kamu dengan Indira
Aretha Shanum
lo ga kelar2 ma benalu ku skip, nanti muter2 bosen
Dew666
🌻🍦
Ariany Sudjana
ini hanya drama murahan yang dibuat Laura, untuk menghancurkan rumah tangga Adrian dan Indira. dasar pelakor murahan, Laura harus dibinasakan
Dew666
🍭🍭🍭🍭
Dew666
Baru ini lakinya pintar suruh orang utk urusin perusuh🌻🍦
Aether
LAURA HARUS MATI, HARUS DIBINASAKAN SECARA PERLAHAN
Tini Uje
udah mau mati masih aja mau ngejalang 😅laulier laulierrr
Ariany Sudjana
semoga Adrian bisa mencari tahu kebenarannya seperti apa, bagus Indira kamu bisa tetap dengan kepala dingin menerima penjelasan Adrian dan kamu harus tegas menghalau semua pelakor demi rumah tangga kamu
Aretha Shanum
ini nih yg bikin ga mood bca
Wulan Sari: sebetulnya ia selalu ada pelakor ,tp klu ga gini ceritanya ga panjang 🤔🤔🤔🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Dew666
🏆🏆🏆🏆
Ariany Sudjana
harus tes DNA dan Adrian kalau ada bagian IT yang canggih, coba cari cctv nya, benar ga kejadian seperti itu, atau hanya akal-akalan Laura saja, demi merebut Adrian lagi. tapi yang utama sih Adrian harus jujur sama Indira
gaby
Makin ruwet critanya. Aq penasaran para pembaca novel ini kira2 kalo ada di posisi Indira mau ga dsuruh ngasuh anak haram suami?? Kalo aq mah Big No. Suruh aja sodara atau bawahan Indira atau Adrian yg ngurus, jgn kaya org susah ngurus anak haram nyuruh istri sah. Jd istri jg jgn bucin tolol mau dsuruh ngasuh anak haram suami. Walau anak ga berdosa, tp seolah2 serendah itukah harga diri seorang istri di suruh ngasuh anak haram suami. Kalo aq mending cerai & menjanda aja slamanya drpd dhina dgn status istri tp ngasuh anak haram suami.. Takutnya jd kebiasaan si Adrian, ada masalah sdikit lari ke bar, mabuk & berakhir nidurin perempuan. Namanya rmh tangga walau atas pondasi cinta, ga mungkin tanpa konflik. Takutnya nih, stiap ada masalah sm Istri, si Adrian lari ke bar lagi, lalu beberapa thn kemudian ada lagi wanita yg ngaku pny anak dr Adrian hasil one night stand
Wulan Sari: kalau ibu pribadi mumpung blm punya anak suruh ngasuh anak orang lain lebih baik bercerai pisah karena ibu ga bisa berlapang dada juga berarti dia sudah berselingkuh atau apalah intinya tidak bisa untuk kedepanya gt sj say...😘
total 1 replies
Lee Mbaa Young
filing ku mengatakan itu anak Adrian Dr gestur Andrian yg gk bisa nolak ae wes kelihatan mereka sdh unboxing. tinggal itu tes DNA ae.
malang bner nasib istri Andrian br di keloni ternyata Andrian dah punya anak Dr wanita lain.🤣🤣🤣
Ariany Sudjana
harusnya sih kamu ikut ya Indira, bagaimanapun kamu itu istrinya, dan kamu harus melindungi suami kamu dari pelakor. jangan sampai tragedi rumah tangga kamu dengan William terulang lagi, karena pihak ketiga
aku
napa gk ikut jg.temui berdua. aih. malah di kasih celah. bego
gaby
Indira bodoh, ko malah nyuruh suaminya nemuin wanita lain tanpa di dampingi. Km istrinya & posisinya lg di samping suami, knp ga ikut nemuin Laura?? Ga belajar dr pengalaman sblmnya?? Apa dah siap jd janda lg?? Ga bosen jadi janda gara2 org ketiga??
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!