"Jika ada kesempatan kedua, maka aku akan mencintai mu dengan sepenuh hatiku." Kezia Laurenza Hermansyah.
"Jika aku punya kesempatan kedua, aku akan melepaskan dirimu, Zia. Aku akan membebaskan dirimu dari belengu cinta yang ku buat." Yunanda Masahi Leir.
Zia. Cintanya di tolak oleh pria yang dia sukai. Malam penolakan itu, dia malah melakukan kesalahan yang fatal bersama pria cacat yang duduk di atas kursi roda. Malangnya, kesalahan itu membuat Zia terjebak bersama pria yang tidak dia sukai. Sampai-sampai, dia harus melahirkan anak si pria gara-gara kesalahan satu malam tersebut.
Lalu, kesempatan kedua itu datang. Bagaimana akhirnya? Apakah kisah Zia akan berubah? Akankah kesalahan yang sama Zia lakukan? Atau malah sebaliknya.
Yuk! Ikuti kisah Zia di sini. Di I Love You my husband. Masih banyak kejutan yang akan terjadi dengan kehidupan Zia. Sayang jika dilewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#17
Wingsi yang ada di depan pintu terdiam. sejenak sambil memperhatikan kedekatan Zia dengan kedua orang tuanya. Ya. Zia akan tetap jadi anak manja bagi kedua orang tua mereka di mata Wingsi. Hal itu cukup menjengkelkan.
Dulu, Wingsi selalu kesal pada Zia. Karena kasih sayang orang tuanya jadi terbagi setelah Zia hadir. Walaupun pada kenyataannya, kasih sayang yang orang tuanya berikan terkesan seimbang alias tidak berat sebelah. Atau lebih tepatnya, orang tua mereka sedikitpun tidak pilih kasih dalam memberikan kasih sayang untuk mereka berdua.
Tapi, Wingsi masih saja kesal. Karena sesungguhnya, jika Zia tidak ada. Maka semua kasih sayang itu tidak akan pernah terbagikan. Kasih sayang dari orang tuanya hanya akan menjadi miliknya saja. Begitu juga dengan semua yang keluarganya miliki. Semuanya akan jadi milik dia sepenuhnya.
"Brian."
"Sayang, aku belikan makanan kesukaan kamu nih." Brian berucap sambil mengangkat barang bawaannya.
Berat tangan Wingsi menerima barang tersebut. Bukan karena barang itu yang berat. Melainkan, karena hati yang terasa tidak nyaman. Dengan mata penuh kecurigaan, Wingsi melihat Brian.
"Kamu, kok bisa bareng Zia sih?"
Wajah Brian langsung berubah. Namun, sebisa mungkin untuk Brian sembunyikan rasa gugup. yang sedang menghampiri hatinya.
"Ah, itu .... "
"Wingsi. Kamu lagi ngobrol sama siapa sih?"
"Mama."
"Eh. Nak Brian."
"Si. Kok gak diajak masuk sih tamunya?"
"Brian, ayo masuk!" Mama Zia menyambut dengan ramah.
"Iya, tante. Gak papa. Maaf, gak bisa masuk. Udah sore banget ini sekarang. Tadi, datang cuma buat nganterin makanan kesukaan Wingsi aja, Tan."
"Oh, gitu yah. Hm ... ya udah deh kalo gitu. Tanta ke dalam lagi ya."
"Iya, tante. Silahkan."
Setelah sang mama pergi, Wingsi langsung berucap. "Kamu, beneran datang cuma buat nganterin makanan kesukaan aku? Bukan buat nganterin Zia pulang, Brian?"
Deg. Jantung Brian tiba-tiba berdetak cukup kencang. Wajahnya sedikit panik. Namun, sebisa mungkin dia sembunyikan apa yang sedang hatinya rasakan.
Senyum kecil langsung Brian ukir di bibir.
"Kamu kok bicaranya gitu, sayang. Kamu kan tahu kalau aku sukanya sama kamu. Sementara, Zia. Kita memang sudah berteman sejak lama. Dan, pertemanan itu juga berawal dari aku yang ingin dekat dengan kamu."
Wingsi menatap lekat wajah Brian sejenak. Setelahnya, senyum kecil terlukis do bibir. "Ya, baiklah. Aku percaya sama kamu. Hm .... "
Di balik pintu, Zia mendengarkan ucapan Brian dengan sangat baik. Hatinya sedikit terluka. Yah, walau dia sudah tidak mengharapkan Brian lagi, tapi perasaan kesal itu masih bisa ia rasakan.
'Mendekati aku hanya untuk dekat dengan saudaraku. Ternyata, aku di kehidupan sebelumnya lahir dengan kebo*dohan yang sangat besar rupanya. Pria yang seperti ini yang aku cintai sampai mengorbankan orang yang mencintai diriku. Benar-benar tidak berguna.'
*
Yunan terdiam di kamarnya. Benaknya terus terbayang kejadian tadi sore. Kejadian saat matanya melihat Zia bersama pria lain. Sulit untuk dia sangkal perasaan cemburu yang sedang menghampiri. Kesal hati bukan kepalang. Walau sudah ia putuskan untuk tidak bersama di kehidupan kali ini. Tapi keputusan itu tidak mudah untuk dia lakukan.
Yunan mencengkram erat sisi selimut yang ada di sampingnya. "Kenapa kamu tersenyum padaku tadi siang, Zia? Kalau pada akhirnya, hanya beberapa jam kemudian, kamu hancurkan lagi hatiku?"
"Kenapa, Zia? Kenapa?"
"Saat aku telah berusaha memutuskan hubungan dengan mu di kehidupan ini. Saat aku berusaha untuk mengubah takdir kita. Tapi kamu malah datang. Tapi pada akhirnya, kedatangan mu itu tetap saja membawa luka."
"Kezia. Takdir yang seperti apa yang sebenarnya sedang menimpa hidupku? Aku siap melepaskan dirimu di kehidupan kali ini. Tapi kamu malah datang. Apakah selamanya, kita tidak akan pernah bisa bahagia?"
Ketukan di pintu mengalihkan perhatian Yunan. Suara khas milik si bibi langsung terdengar. "Tuan muda. Waktunya minum obat."
"Masuk saja, Bi. Seperti biasa, pintunya tidak di kunci."
"Baik, tuan."
Pelayan paruh baya itu pun langsung beranjak masuk sambil membawa napan. Diatasnya, sebotol obat dan segelas air berdiri dengan baik.
"Ini obatnya, tuan muda."
"Iya, Bi. Letakkan saja di atas sana."
"Baik, tuan muda. Oh ya, akhir pekan, nyonya minta anda pulang. Apakah anda akan memenuhi permintaan nyonya, tuan muda?"
Yunan mengalihkan pandangannya ke arah si bibi. "Akhir pekan? Hm ... katakan pada mama, aku tidak bisa pulang. Aku sibuk."
"Tapi, tuan muda. Nyonya sedang bersiap-siap menyambut kedatangan sahabatnya. Kata nyonya-- "
"Aku tahu apa yang sedang mama rencanakan, Bibi. Aku tidak tertarik. Katakan pada mama, aku akan baik-baik saja dengan kesendirian ini. Kehidupan ini, aku mungkin tidak akan menikah dengan siapapun."
"Tapi, tuan muda. Anda-- "
"Bi. Sampaikan saja pada mama seperti apa yang telah aku katakan. Tidak perlu cemas. Ah, iya. Di mana Deswa?"
"Mas Deswa sedang keluar, tuan muda."
"Oh, baiklah kalau gitu. Mm ... bibi juga bisa pergi. Istirahatlah. Hari sudah semakin larut," ucap Yunan sambil mengalihkan kembali fokus matanya ke arah layar ponsel.
Si bibi terdiam sesaat. Tapi akhirnya, beranjak juga. Yunan pun kembali menyibukkan diri dengan pikirannya lagi. Kembali pada ingatan yang membawanya menuju ke arah Zia. Baik sekarang, ataupun yang telah lalu, melepaskan Zia adalah pilihan yang paling sulit buat Yunan.
...
"Mbak Ratu. Mbak ... syukurlah. Akhirnya, mbak kembali juga ke kantor ini." Salah satu karyawan berucap dengan rasa lega.
Senyum canggung Ratu perlihatkan. "Ada apa sih kalian? Kok kek nya seneng banget aku kembali? Kalian kangen sama kerjaan menumpuk yang akan aku berikan ya?" Canda Ratu pada bawahannya.
Ratu Calista adalah general manager di perusahaan Yunanda. Manajer senior sekaligus sahabat masa kecil Yunan yang paling lama berteman dengan pria tersebut. Dan, tidak menutup kemungkinan, Ratu juga punya perasaan yang spesial pada Yunan.
Sayangnya, Yunan tidak pernah menerima perasaan Ratu. Dia hanya menganggap Ratu sebagai teman, dan manajer di perusahaannya di saat mereka bekerja. Untuk hubungan yang lain, Yunan tidak memilikinya.
"Mbak Ratu. Lihatlah apa yang sudah terjadi di kantor ini selama mbak tidak ada."
"Apa maksudnya?" Ratu terlihat sedikit bingung.
"Apa mbak Ratu benar-benar tidak tahu? Pak Yunan menerima karyawan baru. Karyawan itu sudah menyebabkan dua karyawan senior di pecat, mbak."
"Apa? Kok bisa? Apa masalahnya? Tunggu! Aku tahu Yunan orangnya seperti apa. Dia gak mungkin memecat seseorang jika masalahnya tidak cukup fatal."
"Masalahnya cukup sepele, mbak. Dua rekan kita hanya ngerjain anak baru itu sebagai tanda sambutan. Mereka hanya bercanda. Tapi anak baru itu malah entah ngelakuin apa sampai pak Yunan bisa langsung pecat mereka berdua."