Setelah dikhianati dan mati di tangan suaminya sendiri, Ruan Shu Yue dibangkitkan kembali sebagai putri keempat Keluarga Shu yang diasingkan di pedesaan karena dianggap pembawa sial.
Mengetahui bahwa dirinya terlahir kembali, Ruan Shu Yue bertekad menulis ulang takdir dan membalas pengkhianatan yang dia terima dari Ling Baichen. Selangkah demi selangkah, Ruan Shu Yue mengambil kembali semua miliknya yang telah dirampas menggunakan identitas barunya.
Anehnya, Pangeran Xuan - Pangeran Pemangku yang menjadi wali Kaisar justru muncul seperti variabel baru dalam hidupnya.
Dalam perjalanan itu, dia menyadari bahwa ada seseorang yang selalu merindukannya dan diam-diam membalaskan dendam untuknya.
***
"A Yue, aku sudah menunggumu bertahun-tahun. Kali ini, aku tidak akan mengalah dan melewatkanmu lagi."
Ruan Shu Yue menatap pemuda sehalus giok yang berdiri penuh ketulusan padanya.
"Aku bukan Shu Yue."
Pemuda itu tersenyum.
"Ya. Kau bukan Shu Yue. Kau adalah Ruan Shu Yu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhuzhu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 15: Bayangan yang Hilang
Di Distrik Selatan Jingdu, malam hari terasa sangat sunyi. Lentera gantung di pinggir jalan memancarkan cahaya redup yang tidak konsisten.
Seorang penabuh gong waktu berkeliling sambil berteriak agar berhati-hati terhadap api. Suara itu menggema memperingatkan pada penduduk akan potensi bahaya jika mereka lalai.
Angin di awal musim semi cukup kencang. Sehelai daun maple berwarna hijau tua jatuh di halaman belakang kediaman Adipati Muda Ling.
Angin menyapunya, menerbangkannya di atas bebatuan hiasan yang mengkilap terkena cahaya bulan yang redup.
Di sana, sepasang kaki tengah melangkah dengan bimbang. Ling Baichen berjalan terseok-seok seolah tubuhnya bisa terbang tertiup angin kapan saja.
Kedua matanya memiliki lingkaran hitam yang cukup besar. Bibirnya yang merah bergumam tak tentu. Dia terus melangkah menuju sebuah paviliun yang sudah lama kosong.
Tidak ada cahaya di paviliun itu. Sejak pemiliknya pergi, tidak ada yang peduli lagi dengan tempat tersebut.
Bangunannya tidak begitu mewah, namun termasuk standar tinggi bagi kediaman kalangan bangsawan. Rumputnya sudah setinggi betis, bunga-bunga tumbuh bersama gulma dan ilalang.
Ling Baichen berdiri tepat di depan Paviliun Mudan. Kepalanya mendongak menatap papan tulisan yang dipenuhi dengan sarang laba-laba.
Matanya agak sayu. Kemudian, dia menunduk seolah merenungi sesuatu. Jelas-jelas baru berlalu satu bulan, mengapa tempat ini terlihat seperti sudah ditinggalkan bertahun-tahun?
Kakinya melangkah lagi. Ia masuk ke dalam paviliun yang gelap dan beraroma lembab. Ketika lilin sisa dinyalakan, ruangan itu menjadi terang.
Namun, hatinya malah terasa gelap. Benda-benda di dalamnya begitu usang dan sederhana. Berantakan dan semuanya tertutup debu.
Ling Baichen duduk di lantai yang dingin, tepat di samping sebuah tempat tidur yang sudah sangat lama dingin. Ia tak ingat kapan terakhir kali dia datang kemari.
Sepertinya, itu adalah hari saat dia membutakan kedua mata Ruan Shu Yue dengan memaksanya meminum racun. Atau mungkin, saat dia menyuruh orang mematahkan kedua kakinya dengan memukulnya dengan papan sebanyak dua puluh kali?
“Ruan Shu Yue, mengapa kau begitu keras kepala?”
Ling Baichen mengingat kembali wanita itu, yang selama sebulan ini seperti hantu gentayangan yang menghantui setiap malamnya. Hatinya jadi dua kali lipat lebih gelisah.
Ruan Shu Yue yang ia nikahi dulu adalah gadis polos yang ceria, yang menganggap orang lain sebagai teman dan selalu lembut hatinya. Gadis itu bahkan sering berbicara dengannya, membicarakan seputar ambisi dan pelajaran yang ia pelajari di akademi.
Mulutnya pandai bicara dan sikapnya sangat baik. Dia penurut, tak pernah membuatnya marah. Ling Baichen menikahinya dengan perasaan yang sama.
Namun, Ruan Shu Yue begitu keras hatinya. Ia hanya memohon padanya untuk menyisakan tempat untuk Shen Jia, yang telah ia kenal lebih dulu dan merupakan kekasih masa kecilnya.
Hanya saja saat itu Keluarga Adipati Ling sedang mengalami krisis. Keluarga Shen, yang juga masih merupakan kerabat Janda Permaisuri tidak mungkin menyetujui gadis keluarga mereka menikah dengan keluarga adipati yang hampir runtuh.
Ling Baichen hanya bisa berjuang membangun kembali keluarganya, bahkan jika dia harus menikahi wanita dari keluarga pedagang yang tak disayang sekalipun. Jika bisa memberinya bantuan besar, maka status tidak jadi masalah.
Dia memberi tempat untuk Ruan Shu Yue, membuatnya menjadi seorang istri sah yang dihormati. Keluarga adipati makmur kembali karena dia berhasil mewarisi gelar dan dihargai Kaisar Tua.
Membawa Shen Jia masuk tak lagi jadi halangan. Namun karena dia sudah punya istri sah, maka dia hanya bisa menjadikan Shen Jia sebagai selirnya, namun dengan posisi yang setara dengan istri sahnya.
Tapi, Ruan Shu Yue ternyata tidak bisa menanggungnya. Wanita itu dengan cepat berubah menjadi dingin dan tidak lagi ingin menghormatinya.
Setiap kali Ling Baichen ingin berbaikan dengannya, Ruan Shu Yue akan berbalik memunggunginya. Wajahnya akan berekspresi dingin dan datar, matanya hanya menatap kosong tanpa cahaya.
Bahkan dalam beberapa saat, Ruan Shu Yue jadi sangat temperamental. Emosinya jadi tidak stabil dan seringkali meledak, hingga Shen Jia sering terkena imbasnya.
Ling Baichen selalu menoleransinya, namun semakin lama malah semakin menjadi. Ling Baichen hanya bisa membutakan kedua matanya sebagai balasan karena Ruan Shu Yue pernah hampir menusukkan jepit rambut ke mata Shen Jia.
“Jika saja kau lebih bisa bersabar dan toleran, kau tidak akan berakhir seperti ini.”
Ruan Shu Yue ingin bercerai dengannya. Tapi, Ling Baichen tidak mungkin melepaskannya.
Ia menahannya, berharap suatu hari Ruan Shu Yue jadi lebih lapang dan lebih tenang. Tidak ada yang menyangka dia akan keras kepala sampai akhir, membuatnya dijauhi dan diabaikan sampai mati.
Ling Baichen tidak ingin kehilangan Ruan Shu Yue, tapi dia juga tidak mungkin membiarkan Shen Jia pergi lagi karena telah menunggunya bertahun-tahun. Halaman belakang jadi tempat pertarungan, namun Ruan Shu Yue tidak melawan dengan sungguh-sungguh.
Dia cenderung lebih banyak diam seperti patung kayu. Satu-satunya yang tetap ia inginkan dan ia pertahankan dengan gigih adalah keinginannya untuk bercerai.
Ling Baichen memejamkan matanya. Tangannya memeluk sebuah lukisan usang yang pernah menjadi benda paling penting dalam hubungannya dengan Ruan Shu Yue.
Lukisan itu didapat dari Dingzhou, tempat pertemuan pertama mereka. Saat itu juga sedang awal musim semi.
Entah berapa lama Ling Baichen merenung sendirian di kamar yang kosong itu. Setelah Ruan Shu Yue tiada, dia merasa ada sesuatu yang hilang dari dunia ini.
Beribu pertanyaan muncul dalam benaknya, tepat ketika dia melihat jasad Ruan Shu Yue dibawa pergi oleh Pangeran Xuan.
Ya, di malam bersalju yang dingin itu, salju tidak hanya membekukan seseorang, tapi juga membekukan hati seseorang. Pangeran Xuan menerobos ke halaman belakang rumahnya, menerjang badai salju hanya untuk mengambil Ruan Shu Yue. Ekspresi marahnya terlihat sangat menakutkan.
Ling Baichen masih dalam keadaan linglung akan kematian Ruan Shu Yue. Kebingungannya membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa saat Pangeran Xuan menendangnya dan berteriak marah padanya, mengatakan bahwa dia mengizinkannya menikahi Ruan Shu Yue bukan untuk membunuhnya.
Entah apa yang terjadi, namun Ling Baichen sadar bahwa dia mungkin telah melakukan kesalahan. Dia tidak tahu seperti apa hubungan Ruan Shu Yue dengan Pangeran Xuan sebelumnya, hingga membuat penguasa berpengaruh itu datang sendiri untuk menjemputnya.
Dia memang ingat kalau Pangeran Xuan pernah mengatakan bahwa Ling Baichen boleh menikahi Ruan Shu Yue saat dia meminta anugerah pernikahan kepada Kaisar Tua.
Bahkan Pangeran Xuan secara pribadi mengirimkan hadiah pernikahan di hari pernikahan agung itu. Ia pikir, itu hanya sebuah kebetulan.
Ling Baichen tidak berpikir banyak. Menikahi Ruan Shu Yue berarti menepati janjinya, membalas budi Ruan Shu Yue yang telah banyak membantunya selama ia berjuang membangun kembali Keluarga Adipati Ling. Namun ternyata, semuanya tidak berlalu sesuai yang ia bayangkan.
Ruan Shu Yue kurang pengertian. Wanita itu terlalu sulit dihadapi jika berbicara dan berdialog dengan logika. Mungkin karena dia berasal dari keluarga penasihat dan ibunya adalah pedagang yang sering menemui banyak orang, menjadikan dia seorang wanita yang agak berbeda. Keras kepala, juga tidak bisa menerima orang lain.
Sekarang Ruan Shu Yue telah meninggal, namun Ling Baichen hanya bisa mengadakan sebuah pemakaman kosong untuknya dan menipu dunia dengan memanipulasi penyebab kematiannya.
Bagaimanapun, dia tidak mungkin memberi tahu orang lain bahwa jasad istrinya telah dibawa pergi oleh Pangeran Xuan. Jika tersebar, reputasi Pangeran Xuan dan juga nama baik Keluarga Adipati Ling akan rusak.
“A Yue, apakah kau sangat senang sekarang? Kau pasti sangat senang karena akhirnya kau bisa meninggalkanku. A Yue, hatimu sangat dingin,” Ling Baichen mulai meracau.
Otaknya seperti keracunan sesuatu, perasaannya mulai kacau. Ia meringkuk di lantai dingin, memeluk lukisan usang itu seolah benda itu adalah nyawanya sendiri.
Di luar, Shen Jia berdiri menyaksikan suaminya bertingkah seperti itu dalam diam. Matanya menatap lurus sosok pria yang selama ini menjadi langitnya.
Ia pikir, ia sudah berhasil. Namun tampaknya, dia belum benar-benar mendapatkan hati Ling Baichen sepenuhnya. Pria itu ternyata masih menyimpan sedikit perasaan untuk wanita yang sudah mati itu.
Tangannya mengepal. Tidak ada yang mudah di dunia ini. Demi bersama Ling Baichen, dia sudah menunggu bertahun-tahun. Walau awalnya tak terima dijadikan selir, namun ia menempati posisi istimewa di hati pria itu.
Hanya dengan bujukan dan air matanya, pria itu memberikan segalanya untuknya. Semua yang ia dapatkan hari ini adalah hasil kerja kerasnya.
“Ruan Shu Yue, sudah mati pun masih saja mengganggu,” gumamnya.
Shen Jia kemudian menarik napasnya. Setelah menenangkan diri selama beberapa detik, ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam paviliun.
Dengan lembut dia menepuk bahu Ling Baichen, membuatnya kembali sadar. Suaranya yang menjadi candu di telinga Ling Baichen terdengar seperti bisikan maut yang memabukkan.
“A Chen, aku mencarimu ke mana-mana. Ternyata kau di sini.”
“Jiajia, beri tahu aku, apakah aku telah melakukan kesalahan?” suara serak Ling Baichen membuat Shen Jia memejamkan mata sesaat. Demi wanita itu, Ling Baichen bahkan mulai menyalahkan dirinya sendiri.
“Tidak, kau tidak melakukan kesalahan apapun. Jangan selalu terjebak dalam masa lalu, karena bayangan yang hilang tidak akan pernah kembali lagi.”
Ia meraih wajah Ling Baichen. Dengan perlahan menyingkirkan lukisan usang itu, lalu membuat Ling Baichen mabuk detik demi detik.
Tindakannya mendapat sambutan yang hangat. Dalam kamar yang usang dan berdebu itu, dia berhasil membuat Ling Baichen hanyut dalam pesonanya.
Dalam hatinya Shen Jia berpikir, jika Ruan Shu Yue tahu Ling Baichen yang dia cintai bermesraan bersama wanita yang menjadi duri dalam rumah tangganya di kamarnya, bukankah dia akan sangat senang?
...****************...
Catatan kecil: Ini visual Ling Baichen & Shen Jia versi Author.
Emang enak di tampar kenyataan
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣