NovelToon NovelToon
Menanti Cinta Sang Letnan

Menanti Cinta Sang Letnan

Status: sedang berlangsung
Genre:Konflik etika / Menikahi tentara
Popularitas:103.1k
Nilai: 5
Nama Author: Hasna_Ramarta

FB Tupar Nasir, ikuti FB nya ya.

Diam-diam mencintai kakak angkat. Namun, cintanya tidak berbalas. Davira, nekad melakukan hal yang membuat seluruh keluarga angkatnya murka.

Letnan Satu Arkaffa Belanegara, kecewa dengan kekasihnya yang masih sesama anggota. Sertu Marini belum siap menikah, karena lebih memilih jenjang karir yang lebih tinggi.

Di tengah penolakan sang kekasih, Letnan Arkaffa justru mendapat sebuah insiden yang memaksa dia harus menikahi adik angkatnya. Apa yang terjadi?

Yuk kepoin.

Semoga banyak yang suka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 Kepergian Davira, Kepulangan Kaffa

     Pagi itu rumah besar keluarga Daka diliputi suasana kacau. Suara teriakan Bu Daisy terdengar sampai ke ruang belakang, membuat Bi Dioh terkejut cemas.

     Sejak fajar, ia berkeliling kamar mencari keberadaan Davira, namun sia-sia. Pintu kamar Davira terbuka, ranjangnya kosong. Hanya ada bantal dengan selembar kertas yang tertinggal di atasnya.

   Dengan tangan gemetar, Bu Daisy meraih kertas itu. Tulisan tangan Davira memenuhi lembarannya.

   "Ma, Pa ... maafkan Vira. Vira pergi. Vira sudah jadi beban Papa dan Mama sejak lahir. Saat ini Vira baru menyadari kalau Vira tidak pantas membebani Mama dan Papa terus. Vira hanya ingin Kak Kaffa bahagia. Tolong jangan cari Vira, karena mungkin Vira tidak akan pernah kembali. Terimakasih sudah membesarkan Vira dengan kasih sayang, meski pada akhirnya Vira mengecewakan."

   Air mata Bu Daisy tiba-tiba menetes tidak tertahan, meski hatinya masih dihantui amarah. Tubuhnya limbung, ia hampir terjatuh bila Pak Daka tidak sigap menopang bahunya.

   "M-mama ... tenanglah." Suara Pak Daka lirih, mencoba menenangkan.

   Namun, Bu Daisy justru terisak semakin keras. "Dia benar-benar pergi, Pah. Davira, anak itu benar-benar pergi! Padahal aku marah, aku kecewa, tapi aku tidak pernah benar-benar ingin dia menghilang!"

   Pak Daka menunduk dalam. Hatinya ikut terhimpit rasa bersalah. Sejujurnya ia juga merasa kehilangan. Meski marah atas kebohongan Davira, tapi di lubuk hati terdalam, ia tahu gadis itu tulus mencintai Kaffa dengan caranya sendiri.

   Hari itu, rumah besar mereka jadi sepi. Tidak ada suara langkah kaki Davira, bahkan aroma wangi bedak tipis saat ia dandan untuk pergi ke kampus yang biasa tercium dari kamarnya pun lenyap.

   Hari-hari berlalu. Pak Daka berusaha mencari tahu di mana keberadaan Davira, meskipun kemarahan kedua orang tua itu masih ada, akan tetapi mereka bukanlah orang yang raja tega. Hatinya masih mempunyai rasa kemanusiaan. Namun nihil. Pencarian itu sia-sia.

     Kehilangan itu tetap menyisakan lubang di hati keluarga. Bu Daisy sering kali tampak murung diam-diam. Ia berusaha menutupi dengan kesibukan rumah tangga, tapi setiap kali melihat kamar Davira, ia selalu termenung.

   Kadang ada rasa iba, kadang juga muncul penyesalan. Tapi kemudian bayangan kekecewaan menguasai dirinya lagi. "Kalau saja dia tidak menjebak Kaffa, semua ini tidak akan terjadi," batinnya.

   Pak Daka pun demikian. Perasaannya campur aduk, ada was-was memikirkan di mana Davira berada, apakah ia baik-baik saja, apakah ada yang melindunginya. Tapi sebagai orang tua, ia juga merasa tidak berhak lagi mencari anak yang telah memilih pergi.

   Dua bulan kemudian setelah kepergian Davira, juga bertepatan dengan setahun satgas Kaffa di Papua. Kini tiba waktunya Kaffa pulang ke rumah dan batalyon.

     Mentari pagi di dermaga besar itu seakan membawa kabar gembira. Derap langkah ribuan tentara terdengar serempak. Mereka baru saja kembali dari Papua, setelah menjalankan tugas berat menjaga kedaulatan negeri.

   Bendera berkibar, isak haru keluarga bercampur dengan sorak sorai. Tangisan bahagia para ibu dan istri menyambut kepulangan orang-orang yang mereka cintai.

   Di antara kerumunan itu, Bu Daisy dan Pak Daka berdiri tegak. Mata mereka berbinar penuh rindu. Mereka mencari satu sosok yang paling mereka tunggu, yakni Arkaffa Belanegara.

   Dan benar saja, dari kejauhan, tubuh tegap itu berjalan gagah. Seragam lorengnya masih melekat, wajahnya terlihat lebih matang, lebih keras, bekas luka samar di bahu menjadi saksi perjalanan getirnya di medan Papua.

   "Putraku...." Suara Bu Daisy tercekat, air mata tumpah tanpa bisa dibendung. Ia berlari kecil menghampiri Kaffa begitu anak itu semakin dekat.

   Kaffa tersenyum samar. Ia memeluk ibunya, mencium tangannya dengan penuh hormat. "Ma... Pa..." Suaranya bergetar.

   Pak Daka menepuk bahunya. "Kamu sudah pulang, Nak. Sudah cukup pengabdianmu di sana."

   Suasana penuh haru menyelimuti mereka. Namun, tanpa mereka sadari, dari kejauhan sepasang mata mengintip dengan basah. Seseorang yang sama sekali tidak diharapkan keluarga itu atas ulahnya kepada Kaffa setahun lalu.

   Davira berdiri di antara kerumunan orang-orang yang menjemput. Wajahnya tertutup jilbab sederhana, bajunya polos, tas kecil tersampir di bahu. Tangannya gemetar saat melihat sosok Kaffa berdiri gagah, dan lebih berkharisma dibanding sebelumnya.

   Air mata membanjiri pipinya. Ia ingin berlari, ingin memeluk, ingin berteriak bahwa selama ini ia merindukan Kaffa. Tapi langkahnya terkunci. Ada dinding tak kasatmata yang menahan.

   "Aku tidak pantas lagi di sisinya. Aku harus pergi, aku tidak ingin jadi beban lagi. Aku hanya bisa mencintainya dari jauh," batinnya hancur.

   Ia menutup mulutnya agar isakannya tidak terdengar. Dengan hati yang bergetar, ia mundur perlahan, menyingkir dari keramaian.

   Namun, sebelum benar-benar pergi, matanya kembali menatap untuk terakhir kali. Sungguh, ia ingin waktu berhenti.

   "Kak Kaffa ... aku rindu."

***

   Sesampainya di rumah, suasana penyambutan masih terasa. Kepulangan Kaffa juga disambut Disa sang adik dari Kaffa. Bu Daisy sibuk menyiapkan makanan kesukaan Kaffa. Meskipun lubuk hatinya, terbayang Davira yang sudah dua bulan tidak kembali.

   Malam itu, ketika mereka duduk di ruang tengah, Bu Daisy akhirnya membuka suara. "Kaffa, ada sesuatu yang harus Mama ceritakan padamu."

   Kaffa menoleh, matanya tenang namun penuh tanya.

   "Dua bulan yang lalu Davira pergi dari rumah," ucap Bu Daisy dengan suara parau.

   Kaffa membeku. Wajahnya sulit dibaca. Namun jemari tangannya yang mengepal di atas lututnya tidak bisa berbohong. Ia terdiam, seakan kata-kata ibunya baru saja menusuk jantungnya. Meskipun nama Davira, bukanlah nama yang menjadi prioritasnya.

   Pak Daka menambahkan, "Kami menemukannya pergi, hanya meninggalkan surat. Sampai hari ini, tidak ada kabar darinya."

   Suasana mendadak hening. Detik jam dinding terdengar jelas, seakan mempertegas sunyi di antara mereka. Kaffa yang semula tidak ingin peduli, akan tetapi hatinya tersimpan sedih.

   Kaffa menarik napas panjang. "Pantas saja dia sama sekali tidak kelihatan dari sejak aku pulang, aku pikir ...." Kaffa tidak melanjutkan kalimatnya. Dia hampir keceplosan dan membuka sisi kekhawatiran dirinya pada Davira.

"Mama dan Papa sudah mencoba mencarinya?" Suaranya datar kembali, tapi matanya berkilat menahan gejolak. Meskipun Kaffa masih marah sisa setahun yang lalu, tapi mendengar Davira pergi, ia merasa sedih.

   Bu Daisy terdiam, hatinya tersayat. "Mama... Mama terlalu marah waktu itu. Mama kecewa dengan kebohongannya yang terbongkar dari tulisan di buku diarinya. Tapi, bukan berarti Mama benar-benar membencinya. Mama dan papa sudah berusaha mencarinya, tapi nihil."

Kaffa menutup mata, kepalanya menunduk. Bayangan wajah Davira yang terakhir ia lihat sebelum berangkat ke Papua kembali hadir. Tatapan sedih yang waktu itu ia abaikan kini menikam hatinya.

   Dalam hatinya, sebuah sesal muncul. "Andai aku sempat bicara dengannya ... andai aku tidak membiarkan dendamku menguasai."

   Namun bibirnya tetap terkunci. Ia tidak ingin orangtuanya tahu sebenarnya ia pun mengkhawatirkan Davira, terlepas dari kesalahan yang pernah dilakukannya. Bayangannya kini justru diselubungi Marini yang kabarnya tengah sekolah Capa.

   "Kalau memang itu jalan yang ia pilih, biarkan saja. Semoga dia bahagia," ujar Kaffa pura-pura tidak khawatir.

Bu Daisy menatap putranya lekat-lekat. Ia bisa melihat, di balik tatapan dingin Kaffa, ada luka yang berusaha ia sembunyikan. Dan entah kenapa, itu membuat hatinya semakin nyeri.

   Malam itu, setelah semua terlelap, Kaffa berdiri di balkon kamarnya. Angin malam menerpa wajahnya, membawa sejuta kenangan. Ia menggenggam ponselnya erat, membuka kembali chat lama yang masih tersimpan dengan nama, Davira.

   Pesan-pesan itu sudah lama tak terbalas. Tapi malam ini, ia membaca ulang dengan hati yang bergetar.

   "Kak Kaffa, maaf kalau Vira salah."

   "Vira hanya ingin Kakak bahagia."

   "Vira tidak ingin Kakak disakiti."

   Kaffa menutup matanya, air mata jatuh tanpa bisa ditahan.

   "Di mana kamu sekarang, Vira....?" bisiknya lirih, suaranya tenggelam oleh angin malam.

   Sementara, di suatu sudut kota yang jauh, seorang gadis bernama Davira juga sedang menatap langit yang sama, dengan hati yang sama remuknya.

1
Ella
bisa² gagal kulia ini davira🤣🤣🤣
Ella
hahahahaha niat bareng² giliran ketahuan main ilang aja tu bu reta🤣🤣🤣
Sur Yanti
buat davira gk takut ya thore sama marini 🙏🙏🙏
semangat 💪💪💪 lanjut up thor
Sari Nilam: Duh marini gayamu ...angkuh sekali belum tahu aja kalau davira calonnya kaffa , kejang2 ntar yang ada. Jadi cewek matre sih gak ,gak setia.
ayo davira lawan marini dengan main cantik
total 1 replies
Marufah Rufah
ngapain tuh si marini sibuk urus Kaffa kok gk urusin cwok slingkuhn mu itu marini
Neng Itay"85"
sejak kapan ya,, Kaffa jadi Yoda🤔🤔
Sholikhah Sholikhah
nama baru atau panggilan kesayangan itu ..... ?
Penapianoh📝
Yoda siapa thor🥴🥴🥴
Nasir: Typo Kak... 🙏
total 1 replies
Jana
lha Yoda lg... 🤭🤭
Nasir: Typo Kak 🙏
total 1 replies
Tini Uje
koq yoda thor..ngantuk yaaaa 😅
Sholikhah Sholikhah
ketemu isteri bawaannya langsung ngegasssss aja tu kaffa
Jana
semangat kak
Nasir: Mksh byk Kak... 🥰
total 1 replies
Rina Nurvitasari
ceritanya bagus, seru dan bikin penasaran👍👍👍
dewi_nie
tiba2 Kaffa jd romatis mungkin Krn menghirup asap pembakaran bandrek jampi2 vira🤭 trima ajalah yg penting Kaffa GK tensian lagi sama kamu vir..
Nasir: Wkwkwkwkkwk🤭🤭
total 1 replies
Jana
kak othor ini karakter Kaffa apa beneran sekaku itu.. ga ada manis2 nya gitu sama vira 🤭🤣
Nasir: Kaffa sih memang sejak awal karakternya dingin, diceritakan selama menjadi Kakak angkat juga dia karakternya dingin jarang bicar. Nanti deh ya, sedikit dibuat lebih luwes, klo langsung bucin, rasanya enggak natural. 🙏🙏
total 1 replies
Ella
Thor..pengen Sa maki ini si marini 🤭
Nasir: Maki aja Kak gpp. 😄😄😄
total 1 replies
Ella
Jauhkn dari segla hal buruk amin🙏
Nasir: Aamiin...
total 1 replies
Sabaku No Gaara
mantav Arda
Sabaku No Gaara
buat kaffa jera sejera²nya kak...
gedek bayikk
Sabaku No Gaara
iiihhh...mauknya ini si Kaffa...
buat Vira pergi lagi ...biar nyaho kak
dewi_nie
davira harus jelasin ke Kaff jgn ada ditutupin lagi.buat Kaffa jd bucin sama davira..thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!